Mohon tunggu...
Khalid Asmadi
Khalid Asmadi Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa Apa adanya

wise person

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kompleksitas Problematika Sosial dalam Norma dan Etika dari (Pos)Modernisme

20 Januari 2021   15:45 Diperbarui: 20 Januari 2021   17:45 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Norma dan Etika dari (Pos)Modernisme

Perilaku sosial merupakan salah satu aspek terpenting yang harus diperhatikan dalam berinteraksi sosial. Proses interaksi tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia, mengingat manusia selain sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial. (Arif Widodo:2020). Dalam dinamika kehidupan sosial, perilaku dan interaksi antar manusia menjadi tonggak penggerak sejarah juga sebuah peradaban dari masa ke masa. Semua kemungkinan dari dinamika tersebut bercabang, kita dihadapkan pada banyak kemungkinan dan sejalan dengan kompleksitas Problema dalam realitas. Semua Problem tersebut semakin menyesakan dalam dunia "modern" ini, dengan bertambahnya Variabel dan Referensi Kehidupan,  makin dalam dan makin kompleks pula. 

Dalam Pandangan Postmodernisme menyatakan bahwa euforia yang diberikan "modernisme" hanya sebuah topeng atau sifatnya palsu. Pandangan posmodern sering dikaitkan pada hal yang berbau radikal, pasalnya memang pemikiran in menganggap negatif sebuah modernitas. Bersifat skeptik dan bahkan para pemikir postmodern sering disebut neo nietzscheanism.

Postmo hadir karena kepalsuan modernisme. Bagi para postmodernis, semua yang dibuat melalui indra konseptual manusiawi kita adalah Tafsiran. Realitas yang apa adanya dan kebenaran dalam kemurniannya, tidak dapat hadir di depan kita. Itulah keadaan manusia dalam keadaan postmodern. Sering hal ini dipahami sebagai lengsernya makna itu sendiri, yang menghasilkan relativisme yang sangat ekstrem. 

Walau begitu banyak pemikir postmodern aktif secara politis dan melibatkan diri dalam masalah etika. Hal ini tampaknya membantah tuduhan relativisme moral, yang biasanya diarahkan pada posmodernisme.

Dalam pandangan Aristoteles, etika diartikan sebagai Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dengan Norma yang merupakan petunjuk hidup bagi manusia dan pedoman perilaku seorang yang berlaku di masyarakat. Dengan begitu Etika dan norma adalah substansi terpenting dalam realitas sekitar. Dari hal kemanusiaan (Sosial)  dan ketuhanan (Spiritual). Subtansi tersebut menjadi penting karena merupakan pembatas perilaku dan melindungi eksistensi kehidupan.

Tapi bagaimana jika penentu perilaku tersebut sudah dianggap hanya sebagai relativitas dan menciptakan penggeseran makna yang parah. Sebuah bentuk hakiki baik dan buruk mulai bersifat subjektif dan hanya dianggap sebuah tafsiran. Bukan sebagai petunjuk perilaku dan bersikap lagi. Kata kata sudah semakin menjadi bias dan memiliki interpretasi berbeda untuk setiap individu. Itu semua menjadi refleksi kehidupan modern ini. Kepercayaan semakin tumpang tindih, referensi yang mulai berbeda satu sama lain, kesepakatan yang saling berkonflik, ideologi dan kepentingan yang saling dan masih bersaing, ditambah dengan pengalaman hidup yang berbeda tiap individu juga kelompok. Fleksibilitas semakin mengendur dan bahkan seakan tanpa batas.
Lebih dalam lagi, dalam Iptek, sosial budaya, ekonomi, politik, bahasa,  dan bahkan agama. Mulai terpengaruh dari kebusukan "modernitas" / dunia posmodern. Pandangan yang beretika mulai hilang dari setiap bidang tersebut. Iptek dengan sebuah produk keilmuannya.

Ekonomi dengan konflik antar sistem dan produknya, politik dengan konflik kepentingannya,  sosial budaya dengan interaksi berkehidupan, bahasa dengan terlalu bebasnya pola berpikir manusia, dan agama dengan standar moralnya yang semakin dianggap tabu. Dunia postmodern berusaha membuka mata kita terhadap realitas sekitar, ia berusaha menjelaskan ke-skeptisannya, dengan alasan yang paling masuk akal dan kebenaran yang sebenar-benarnya. Yang entah mengapa masyarakat beranggapan bahwa itu merupakan pandangan yang radikal dan sifatnya ekstrem.

Bagaimana menanggapi dunia dari pandangan Posmodern ini? Bagaimana menentukan perilaku bersikap pada peradaban Posmodern ini? Bagaimana membangun logika sederhana dari pemahaman posmodern dalam fungsi berkehidupan?

Untuk itu coba kita lihat dengan mengobservasi sekitar, kita lihat kenyataan di depan mata. Manusia selalu menyajikan opsi dan hasilnya simulasi, dan karena itu kita sekaramg hidup dalam dunia "Multimajemuk" dengan dimensi yang berparalel dan saling berkaitan. Setiap tindakan dari opsi yang kita pilih menghasilkan hal yang juga mempengaruhi hasil yang lain. Dan tindakan ini berdasarkan dari referensi yang berbeda pula. Dunia yang kita ciptakan mulai mempengaruhi kita, sayangnya banyak orang yang tidak sadar justru malah termakan kepalsuan yang disajikan.

Untuk menjawab itu semua perlu kesadaran individu untuk mulai menciptakan dunia yang baru, menciptakan kesadaran pada tiap individu bahwa keterlenaan itu semakin membawa eksistensi kehidupan semakin terguncang. Kesadaran lahiriah dan ruhaniah mungkin adalah jalan terbaik. Atau mungkin pada dasarnya peradaban akan selalu mmiliki ujung dan posmodern adalah gerbang terakhir untuk eksistensi kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun