Mohon tunggu...
Edi Abdullah
Edi Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Bekerja Sebagai Widyaiswara Pada Lembaga Administrasi Negara RI

RIWAYAT PEKERJAAN.\r\n1. DOSEN PADA UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR TAHUN 2008-2011.\r\n2.DOSEN PADA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR. TAHUN 2008.\r\n3. DOSEN PADA STIH COKROAMINOTO TAHUN 2009-2012.\r\n4. DOSEN PADA STMIK DIPANEGARA TAHUN 2009-2012.DENGAN NOMOR INDUK DOSEN NASIONA(.NIDN ) 09101182O1. \r\n6.BEKERJA SEBAGAI ADVOKAT PADA TAHUN 2008-2011.\r\n7. BEKERJA SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI PKP2A II LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI. SEJAK TAHUN 2011-SEKARANG\r\n.\r\nPENGAMAT KEBIJAKAN PUBLIK,HUKUM, POLITIK LAN MAKASSAR, WIDYAISWARA BIDAnG HUKUM LAN MAKASSAR\r\n\r\nKARYA ILMIAH ;BUKU PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA,merobek demokrasi\r\nFROM PINRANG TO MAKASSAR\r\n\r\

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik dan Agama Tidak Dijauhkan

29 Maret 2017   18:03 Diperbarui: 29 Maret 2017   18:25 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto;kompas.com

Tanggapan atas Opini Das'ad Latif Pada harian Fajar 27 Maret 2017

Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada  Das’ad Latif maka saya memohon ijin untuk menanggapi artikel opini yang dimuat diharian fajar 27 Maret kemarin dengan judul opini Jangan Jauhkan Politik dari Agama, dari isi opini tersebut sangat menggambarkan serta menyudutkan Presiden Jokowi dengan adanya anggapan bahwa Jokowi seakan ingin memisahkan Politik dan Agama dan menjadi sekuler.Tulisan tersebut terntunya diilhami oleh pidato Presiden Jokowi kunjungannya Kebarus Sumatera Utara (24 Maret 2017). “inilah yang harus kita hindarkan, jangan sampai dicampuradukkan antara politik dan agama, dipisahkan betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama dan mana yang politik”kutipan Pidato jokowi yang dianggap kontroversial.

Tentunya mengeluarkan kesimpulan tanpa adanya klarifikasi terebih dahulu dari yang bersangkutan dalam hal ini Presiden atau menteri yang ditunjuk, apalagi langsung menulis melalui opini dimesia massa tentunya sangat tidak etis dan bisa dianggap menyebarkan Hoax/fitnah yang pelakunya bisa dijerat Hukum, kemarin Menteri agama sudah mengklarifikasi maksud pidato presiden tersebut seperti yang terdapat dalam situs kementerian Agama RI berikut kutipan tanggapan tersebut “Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memandang pernyataan Presiden Joko Widodo tidak dalam konteks memisahkan agama dan politik. Menurutnya, konteks yang dimaksudkan Presiden adalah ingin memisahkan antara adanya motif dan ekses buruk dari aktivitas politik dengan proses dan tujuan mulia dari agama."Hemat saya, Presiden ingin menegaskan bahwa tak boleh mencampuradukkan antara adanya yang buruk dari proses dan tujuan berpolitik dengan yang baik dari proses dan tujuan beragama," terang Menag di Jakarta, Minggu (26/03/2017).

Jadi sebelum menyimpulkan maka ada baiknya menunggu klarifikasi dari yang bersangkutan apalagi isu agama merupakan isu yang sangat sensitif  dinegara ini, karena Indonesia merupakan Negara yag majemuk yang terdiri dari 714 suku, 34 provinsi, 516 kabupaten/kota. Sebagai seorang Presiden tentunya harus setiap kepada Pancasila sebagai dasar Negara, seperti yang terdapat pada sila kesatu pancasila yakni ketuhanan yang maha Esa maka tentunya semua warga Negara Indonesia harus tunduk kepada Falasafah Negara yakni Pancasila.

Tentunya media wajib menyiapkan hak koreksi maupun hak jawab sebagaimana yang terdapat dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,  dalam pasal 5 UU pers disebutkan bahwa Pers wajib memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormat norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta Asas praduga tak bersalah, Tulisan Opini yang Das’ad latif sangat bertentangan dengan Asas Praduga tak bersalah, dan sangat memojokkan secara pribadi Presiden Jokowi.

Selain itu opini tersebut khususnya di paragraf kedua sangat bertentangan dengan UU pers “Pernyataaan ini jelas sangat terang benderang keinginan presiden untuk memisahkan antara urusan agama dan urusan politik” dengan menyimpulkan Presiden memiliki keinginan meisahkan agama dan politik sangat berdampak besar karena hal ini terkait dengan Pancasila sebagai dasar Negara dan UUD Negara Republik Indonesia sebagai Konstitusi maupun pilar bangsa Indonesia, mengkhinati Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia dianggap bagian dari makar apalagi jika yang melakukan adalah seorang kepala Negara seperti Presiden maka Presiden dapat diberhentikan karena melanggat sumpah/janji jabatannya dan tidak setia kepada Pancasila sebagai Pondasi Negara ini, isu keinginan presiden memisahkan agama dan politik sama saja pelanggaran sumpah jabatan sebagai persiden dan penghianatan Negara. 

Karena itu ada baiknya Penulis Das’ad latif sebelum menulis opini maka saring dulu informasinya sebelum disharing ke media Massa, tanpa klarifikasi langsung kepada Presiden maka tulisan opini tersebut bisa dikatakan sebagai tindak pidana yakni kejahatan terhadap kepala Negara maupun bisa dijerat dengan UU ITE yakni menyebarkan HOAX karena tulisan ini dumuat juga disitus harian fajar, dan juga pidana penghinaan dengan tulisan maupun pencemaran nama baik.

Berpikiran kritis memang hak setiap orang selama pikiran tersebut tidak melanggar norma-norma hukum yang ada dinegara ini, termasuk menyudutkan seseorang melalui tulisan tanpa adanya klarifikasi maka bisa berujung pafa jemarimu jerujimu, karena itu hati hatilah dalam menulis jangan sampai tulisan dan kebebsan tersebut melanggar hak orang lain, bebas tapi tidak kebablasan. 

Tudingan kepada Presiden ingin memisahkan agama dan politik sama saja dengan menuduh presiden mengkhinati Pancasila atau berpaham komunisme. Negara Indonesia tentunya tidak bisa dipisahkan dengan agama Pancasila sebagai pondasi bangsa ini menetapkan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa kemudian Pembukaan UUD Negara republik Indonesia menyiratkan pernan tuhan dalam kemerdekaan ini melalui pembukaan Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Indonesai adalah Negara Beragama Bukan Negara Agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun