Aku melihatmu, sayup pandang matamu menjadi keterbukaan sinar cahaya. Oh indahnya pemandangan ini, tak pernah ku temukan indahnya elokan sudut pandang mata yang berkilau. Lesung pipit menjadi penanda sang hawa sedang tersenyum, bibir dan pipi yang memerah mengisyaratkan keseriusan dalam benak sang hawa. Wajah manis sang hawa dengan paras bak perempuan arab, karena sekilas bagi yang memandang dia memang agak ke arab-araban. Tubuh tinggi dan ideal, tidak gemuk dan tidak terlalu kurus. Memang sang hawa sejak menginjakkan kaki di sekolah, menjadi primadona dengan harga jual "tinggi". Ibarat sebuah apel yang berada dalam tumpukan pisang, tak mengidahkan mata orang-orang untuk mencari dan mendapatkan apel.
Paras cantik dan murah senyum adalah harga jual yang membuat investor berniat memetik harga tinggi, tak tanggung-tanggung, hingga berani menjual aset yang ada demi mendapatkan sang hawa. Namun, sang pujangga yang tak mempunyai saham dan aset berani mengambil resiko untuk ikut ambil bagian dalam kompetisi.
Di tengah malam yang sunyi itu aku memandangi sebuah cermin, rupanya aku sedang memikirkan dan membayangkan wajah sang perempuan. Malam makin larut, ku rasakan dingin menusuk kulitku. mata mulai meredup tanda ingin mengistirahatkan badan yang sudah mulai kelelahan. Pikiran masih terus membual selaras dengan perasaaan yang masih bergejolak.
Tak lama berselang, nada sms masuk tut tut tut tut. Tangan mulai gemetar, jantung makin berdegup kencang. Ku lihat pesan masuk dari sang perempuan, ini yang sejak tadi ku tunggu, sudah terlalu banyak analisis, sudah terlalu banyak bualan di malam ini.
Yakin, ini sekarang yang menjadi bunyi dalam hati. Sontak ku buka dan ku baca...
Akhirnya...
"iya, aku terima kamu". Ringkas dan jelas
Tubuh mulai memanas, coba untuk sesekali memukul dan mencubit tangan, mungkin takut sedang berada di alam mimpi. Tidak, aku tidak terbangun, aku sekarang memang benar-benar sadar.
Aku merasakan hal lega, sangat lega.