SMKN 1 Galang di Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah misalnya. Sekolah ini lahir dari rahim pertanian dengan nomenklatur SMT Pertanian (Sekolah Menengah Teknologi Pertanian). Ini memang sekolah pertanian meski dalam perkembangannya mengalami penyesuaian akibat perubahan nomenklatur sekolah kejuruan hingga menjadi SMK.Â
Dukungan sebagai sekolah pertanian saat itu benar-benar diberikan Pemerintah dengan menyediakan lahan praktik mencapai kurang lebih 35 ha. Ini mungkin sekolah terluas di Sulteng.Â
Kenyataannya luas saja tidak cukup mengantar SMK ini mencapai kemajuan yang signifikan di bidang pertanian. Harapan SMKN 1 Galang menjadi salah satu pusat pendidikan dan pelatihan agribisnis dan teknologi di provinsi Sulawesi Tengah nyatanya masih cukup jauh, Masih membutuhkan kerja ekstra. Kerja keras. Kerja cerdas.
Luas memang bisa menjadi masalah, bisa juga menjadi peluang yang baik. Hal tersebut bergantung pada cara pandang dan pola pikir seseorang.
Cara pandang positif berbasis growth mindset tentu menjadi pilihan yang paling bijak. Salah satu strategi yang dapat terapkan adalah pola pikir berbasis aset atau aset base thinking (ABT) sebagai mana telah digunakan pertama kali oleh John McKnight dan Jody Kretzmann dari Institute for Policy Research pada Northwestern University di Illinois, Amerika Serikat.
Dengan berpikir ABT maka masalah yang dihadapi dapat dilihat sebagai tantangan yang selalu memiliki peluang. Termasuk luas atau sempitnya sebuah lahan.Â
Jika berbicara tentang sawah padi sebagaimana yang menjadi wacana, maka SMKN 1 Galang semestinya dapat didorong lebih jauh menjadi salah satu lembaga pengembangan teknologi pertanian, khususnya padi sawah. Bukan sekedar memberikan pengalaman bertani konvensional sebagaiman yang ada saat ini.
Memang luas sawah di SMKN 1 Galang hanya mencapai 34% dari seluruh luas lahan sekolah. Tidak lebih dari 15 ha. Bandingkan dengan luas 1.000.000 ha.
Jika dilihat dari kapasitas SMK sebagai salah satu institusi pembentuk SDM terampil dalam mengelola berbagai bidang usaha, khususnya pertanian, maka luas sawah yang ada sudah lebih dari cukup untuk digunakan sebagai sarana pendidikan dan pelatihan pertanian dengan menerapkan teknologi mutakhir.Â
SMK memang bukan sarana produksi, meski ada upaya untuk mendorong SMK sebagai sarana pengembangan produksi. Produksi atau hasil karya hakekatnya bukan tujuan. Namun produksi atau hasil karya merupakan guide (pemandu) dalam menumbuhkan dan mengembangkan berbagai kompetensi yang diperlukan siswa dalam menjawab tantangan dunia kerja maupun tantangan global.Â
Penulis meyakini pembelajaran yang berorientasi produk dapat membantu siswa SMK memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang kreatif serta inovatif di bidang keahlian yang digelutinya. Termasuk pertanian.Â