Permasalahan kemiskinan saat ini mudah dijumpai. Sangat mudah untuk melihat permasalahan kemiskinan di berbagai kota di Indonesia. Kemiskinan tidak hanya disebabkan karena tidak berkembangnya sebuah kultur etos di dalamnya. Tetapi dikarenakan terciptanya proses perampasan atau perampokan atas kesempatan ynag dimiliki oleh rakyat. (Wicaksana & Rachman, 2018) menyatakan bahwa kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi standar hidup rata-rata Masyarakat di suatu derah. Kondisi ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang rendah juga akan berdampak berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata, seperti kesehatan masyarakat dan standar pendidikan.
Kondisi Masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui berdasarkan kemampuan pendapatan dalam memenuhi standar hidup. Standar hidup di suatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya kebutuhan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan Kesehatan maupun Pendidikan. Tempat tinggal ataupun pemukiman yang layak merupakan salah satu standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Dalam kasus ini, suatu masyarakat disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya.Â
Kemiskinan dianggap sebagai bentuk permasalahan pembangunan yang diakibatkan adanya dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang, sehingga memperbesar kesenjangaan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan pendapat antar daerah. Kemiskinan merupakan situasi yang serba terbatas yang terjadi bukan atas khendak orang yang bersangkutan. Suatu penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat Pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, Kesehatan, gizi, serta kesejahteraan hidupnya yang menunjukan lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan bisa juga disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang ada, baik jalur Pendidikan formal maupun non formal yang pada akhirnya menimbulkan konsekuensi terhadap rendahnya pendidikan informal.
(Taufik, 2015) Mengelompokan faktor penyebab kemiskinan menjadi dua. Pertama dalam melihat kemiskinan juga disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu ada di luar jangkauan individu. Salah satunya adalah kemampuan pendapatan yang dapat memenuhi standar hidup. Kedua pada prinsipnya dalam melihat standar hidup masyarakat tidak sekedar mencukupi kebutuhan pangan, tetapi tercukupinya segi kesehatan dan pendidikan. Kemiskinan menjadikan masyarakat mampu melakukan berbagai cara agar tidak terjebak dalam kemiskinan. Salah satu yang dapat dilihat adalah dari sebuah perkotaan yang memberikan ekspetasi ketersediaan terhadap lapangan pekerjaan, Pendidikan yang memadai serta kemudahan mengakses berbagai tempat. Hal tersebut mampu mendorong masyarakat dalam melakukan perpindahan dari desa ke kota. Semakin banyak pendatang masuk ke kota, menjadikan lahan perkotaan semakin sempit. Mengakibtakan banyak tumbuh lingkungan-lingkungan kumuh. Perpindahan penduduk yang tidak didampingi dengan keterampilan pada sumber daya manusia, akan menimbulkan masalah baru di perkotaan. Tinjauan mengenai kemiskinan di kota sering terdengar, apalagi kota yang menawarkan berbagai sumber daya seperti tempat wisata, lahan pertanian yang luas serta mobilitas perekonomian yang tinggi.Â
Adanya perpindahan atau pergeseran penduduk dari desa ke kota dan mobilitas sosial secara cepat di daerah perkotaan menjadi pendorong suatu masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Fenomena urbanisasi memberikan pengaruh terhadap perkembangan suatu kota terutama dari segi jumlah penduuduk. Dampak urbanisasi cukup dirasakan oleh Masyarakat khsuusnya Masyarakat yang tinggal di kawasan permukiman perkotaan. Pembangunan di kota-kota besar dinilai menjadi faktor pendorong terjadinya urbanisasi. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2020 presentase penduduk yang tinggal di perkotaan sebanyak 56,7%, dan di prediksi akan terus meningkat menjadi 66,6% pada 2035. Bank dunia juga memperkirakan sebanyak 220 juta penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan pada 2045. Apabila jumlah penduduk terus mengalami penigkatan dan pertumbuhan sulit di kendalikan, seiring berjalanya waktu dengan ketersediaan ruang yang terbatas maka kawasan permukiman yang tumbuh di wilayah tersebut akan mengalami degradasi lingkungan.Â
Keterbatasan lahan untuk menampung para pendatang menjadikan permukiman kumuh dapat tumbuh di area perkotaan. Pemerintah perlu mengupayakan sebuah kegiatan dalam rangka mewujudkan lingkungan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah seperti menyelenggarakan sosialisasi kepada Masyarakat agar Masyarakat memiliki wawasan dan pengetahuan mengenai permasalahan yang terdapat di lingkungan tersebut dan bagaimana cara penangananya. Selain sosialisasi diperlukan juga aksi nyata dari pemerintah setempat dengan cara merencaanakan program-program pengentasan permukiman kumuh di perkotaan seperti rencana Pembangunan rusunawa, program perbaikan, ataupun penyediaan sarana dan prasarana lingkungan yang layak dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu berkolaborasi guna mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan.
Di sekitar pemukiman kumuh dapat dijumpai dengan mudah orang yang bekerja sebagai pemulung. Pemulung dipandang sebagai kasta paling bawah di dalam Masyarakat kita. Mungkin karena pekerjaan mereka yang bersinggungan langsung dengan sampah. Tetapi hanya sebagian orang saja yang menyadari bahwa sesungguhnya betapa besar peran pemulung dalam pengelolaan sampah. Apa yang dilakukan mereka merupakan salah satu bentuk nyata dalam pengeloaan lingkungan hidup, karena sampah-sampah yang mereka ambil rata-rata merupakan sampah organik seperti botol/gelas plastik air mineral, kardus-kardus bekas, besi rongsokan, kaca, kertas bekas, dan lain sebagainya. Dan ternyata semuanya masih memiliki nilai jual. Sayangnya pemulung banyak dijauhi dan ada yang memberi pandangan yang negatif terhadap pemulung. Jika melihat penampilan pemulung yang setia dengan karung dan tongkat, kepala ditutupi topi, baju yang lusuh dan oblong, dan mereka tidak kenal jijik. Pemulung tidak peduli jika belatung berada di tumpukan sampah, dengan tangannya yang tidak memakaai pelindung apapun mengorek tumpukan sampah, baik sampah yang berada di bak sampah yang ada di setiap rumah hingga di TPA ( Tempat Pembuangan Akhir ). Sebetulnya kita dapat melihat pemulung dari berbagai sudut pandang. Bila kita melihat dari sisi positif kita akan melihat manfaat besar yang diraih dari kegiatan memulung.Â
Meski bekerja sebagai pemulung, namun pemulung bisa menafkahi keluarganya walaupun hanya sedikit, faktor ekonomi yang rendah membuat mereka terpaksa menjadi pemulung. Pemulung juga merupakan tanggung jawab negara, negara berkewajiban atas kesejahteraan para pemulung. Sekarang negara terlihat sudah lepas tangan terhadap pemulung meskipun sebenarnya pemulung adalah kelompok kaum yang butuh perhatian khusus seperti pemberdayaan. Setiap hari dari pagi sampai siang mereka mencari barang-barang bekas darit tempat-tempat pengumpulan sampah, memilih karud untuk dijual kepada penampung untuk mendaapatkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kosntruksi sosial adalah sebuah proses yang melibatkan pembentukan dan pemahaman Bersama mengenai realitas sosial, seperti pemehaman mengenai pekerjaan pemulung dan bagaimana pekerjaan itu di pandnag oleh Masyarakat. Konstruksi sosial adalah konsep yang menggambarkan bagaimana realitas sosial dibentuk dan dimaknai secara subjektif oleh anggota masyarakat. Konstruksi sosial menjelaskan bahwa struktur sosial tidak hanya berada di luar manusia tetapi juga berada di dalam manusia. Unsur penting dalam konstruksi sosial adalah Masyarakat, yang didalamnya terdapat aturan atau norma, baik norma adat, agama, moral, dan lain lain. Semua itu akan membentuk struktur dan institusi sosial yang besar. Struktur sosial atau institusi merupakan bentuk atau pola yang sudah mapan yang diikutti oleh kalangan luas di dalam Masyarakat. Pemulung atau pengumpul barang bekas merupakan profesi yang telah ada sejak lama dan biasanyadilakukan oleh Masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi. Pekerjaan ini umunya dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau tempat-tempat lain dimana sampah dikumpulkan. Pemulung yang ada di Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ) akan tetap bisa mengakses dunia luar, hanya saja mereka merasa malu dengan keadaan mereka yang miskin, pakaian yang kotor dan bau. Pemulung merasa bahwa dirinya selalu dikecilkan apabila mereka menggunakan seragam sebagai pemulung dan mereka malu ketika keluar dari area TPA dengan menggunakan pakaian tersebut saat memulung.
Pendapat Masyarakat terhadap pemulung, pemulung dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, pekerjaan memulung mampu memberikan peluang kerja kepada pemulung dengan segala keterbatasan akan keterampilan dan pengetahuan. Disisi lain, keberadaan pemulung dianggap menggangu kebersihan. Keindahan, ketertiban, kenyamanan, dan keamanan Masyarakat. bagi pemulung. Adanya tanggapan seperti itu dari Masyarakat tidak akan menjadi masalah bagi mereka. Yang terpenting itu dari hasil usaha sendiri supaya dapat bertahan hidup, dan setidaknya bukan hasil dari minta-minta.
Pandangan Masyarakat di sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) memiliki beragam pandangan mengenai profesi seorang pemulung. Sebagaian besar mereka berpendapat bahwa pekerjaan pemulung adalah suatu hal positif, namun ada juga yang beranggapan bahwa pekerjaan pemulung bisa juga negative. Dimana menurut mereka pekerjaan pemulung itu kurang baik, karena keseharianya yang berbaur dengan sampah dan bau tidak enak yang bisa berdampak pada Kesehatan. Apalagi pada saat turun hujan, bau yang ditimbulkan cukup menyengat sengingga dapat menggangu pernapasan. Bagi mereka yang memiliki pandangan positif, keberadaan pemulung dapat mengurangi volume atau tumpukan sampah yang tidak tertata dengan baik selain itu pemulung merupakan pekerjaan yang mandiri ketika pemerintah belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka tetapi dengan memulung justru mereka mampu menciptakan peluang pekerjaan bagi mereka sendiri.