Pernahkah para sahabat sekalian melihat anak kecil mencium tangan orang tuanya sebelum bepergian? Jika tidak dengarlah cerita saya berikut ini.
Setiap hari Sabtu, saya mendampingi anak-anak di daerah Warakas, Jakarta Utara. Mereka biasanya berkumpul di satu rumah dan belajar bersama. Saya dan beberapa teman di sana membimbing mereka. Berbagai mata pelajaran di sekolah kami pelajari bersama. Sebelum mulai pelajaran-yang biasanya berlangsung jam 8-9-anak-anak dilatih untuk membaca buku bacaan yang ada di rak buku. Tidak semua anak mengikuti kegiatan membaca ini. Tetapi, untuk mereka yang datang lebih awal, diwajibkan untuk membaca.
Sebelum anak-anak meninggalkan ruang belajar, mereka dibiasakan mengucapkan terima kasih kepada para pengajar. Selain ucapan, mereka biasanya mencium tangan para pengajar. Kami berjabatan tangan lalu anak-anak mengangkat tangan kami ke kepala atau ke pipi mereka. Tentu saja mencium tangan di sini jangan diartikan sebagai ungkapan kesombongan. Mosok kami menyuruh anak-anak mencium tangan kami supaya dilihat sebagai orang yang berkuasa. Tidak!
Saya tidak tahu, siapa yang melatih mereka seperti itu. Pertama kali membantu di sana, saya kaget ketika anak-anak mencium tangan saya. Untung saja, setelah selesai mengajar, saya selalu mencuci tangan, membersihkan bekas kapur atau spidol di jari. Kebiasaan ini pun sudah menjadi tradisi di sana. Anak-anak juga sudah tahu, beginilah mereka mengungkapkan tanda terima kasih mereka kepada orang yang dituakan, termasuk orang tua sendiri.
Ungkapan semacam ini pernah saya lihat sebelumnya di sebuah panti asuhan di daerah Jakarta Selatan. Lagi-lagi tangan saya dicium atau diletakkan di atas kepala mereka sebelum bepergian, misalnya ke sekolah. Saya geli tetapi lama-kelamaan jadi biasa.
Ada yang mengartikan ungkapan seperti ini sebagai tanda minta restu (berkat) dari orang tua. Ketika anak mencium tangan bapak dan ibu di pagi hari, di situlah anak meminta restu orang tuanya sekaligus minta berkat atas kegiatannya pada hari itu. Kalau begitu saya pun jadi bangga karena saya ini menjadi sumber berkat bagi anak-anak itu.
Tampaknya anak-anak yang terbiasa dengan hal ini patuh pada orang tua. Saya melihat anak-anak di Warakas berbeda dengan anak-anak lainnya yang tidak mempunyai kebiasaan seperti ini. Saya tidak sedang mengadili mereka yang tidak mempunyai kebiasaan seperti ini. Masing-masing orang tua mempunyai cara mendidik yang berbeda terhadap anak-anaknya. Tentu saja masih ada anak-anak yang baik yang tidak mempunyai kebiasaan seperti ini.
Yang mau saya katakan adalah anak yang terbiasa dengan hal ini mempunyai sikap patuh kepada orang tuanya. Sebelum bepergian dia meminta izin kepada orang tua. Ini merupakan sikap bertanggung jawab, lebih tepatnya patuh kepada orang tua. Beberapa orang tua di Warakas mengakui hal ini. Mereka jarang cemas dengan anak-anak mereka yang sedang berada di sekolah karena mereka yakin anaknya selalu minta restu sebelum bepergian. Anak-anak tidak mau pulang kalau orang tuanya belum menjemput. Anak-anak juga jarang keluar rumah tanpa sepengetahuan orang tua.
Gordi Afri
17/2/2012