Mohon tunggu...
Gordi Afri
Gordi Afri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumnus STF Driyarkara, Jakarta, 2012. Sekarang tinggal di Yogyakarta. Simak pengalamannya di http://gordyafri.blogspot.com dan http://gordyafri2011.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tere Mundur karena Takut (?)

4 Juni 2012   04:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:25 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama artis-politikus Theresia Pardede (Tere) tenar beberapa hari belakangan. Keputusannya untuk mundur dari politisi DPR dan demokrat sungguh mengagetkan. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso pun kaget atas keputusan Tere. Saya yang tidak terlalu akrab dengan berita politik yang membosankan itu tidak kaget. Saya tidak mengenal Tere. Saya mengenal Tere ketika media memberitakannya akhir-akhir ini.

Tentu tak penting saya kenal atau tidak. Toh, saya juga bukan orang penting. Tetapi saya senang dengan berita seperti ini. Saya tertarik melihat gerak langkah orang yang mundur dari sebuah jabatan. Artinya bukan orang lain yang menurunkan dia dari jabatan tetapi atas inisiatifnya sendiri.

Lepas dari alasan yang dibeberkan media, saya salut dengan langkah mundur Tere. Orang lain yang memilih dia menjadi anggota DPR tetapi dia yang memilih untuk mundur dari jabatan itu. Ini tandanya Tere mempunyai pegangan hidup yang kuat. Orang yang mempunyai pegangan hidup biasanya tidak diombang-ambingkan oleh rayuan sesaat dari orang-orang di sekitarnya.

Boleh jadi Tere merasa tidak nyaman dengan pekerjaannya sebagai politisi. Tetapi ini hanya rekaan saja akrena hal ini tidak dibeberkan media dan tidak diungkapkan Tere. Hanya saja, kalau itu terjadi, Tere sudah mengambil jalan yang benar yakni menghindar dari ketidaknyamanan itu dan sebisa mungkin tidak tercebur ke dalamnya.

Mungkin ada yang menilai langkah Tere keliru. Apa yang kurang jadi anggota DPR, gaji banyak, mau keluar negeri untuk studi banding sambil jalan-jalan bisa, mau keliling daerah di Indonesia bisa, mau punya sekretaris pribadi dan staf ahli bisa. (Saya tidak tahu bagaimana peraturan tentang sekretaris pribadi dan staf ahli ini. Tetapi saya pernah membaca ada anggota DPR yang mempunyai staf ahli selain sekretaris). Tetapi Tere memilih untuk keluar dari kenyamanan dan kemewahan ini.

Apakah Tere bosan dengan semua ini? Kan bisa buat variasi biar tidak bosan. Apakah Tere mau mengabdi kepada rakyat yang menderita dengan jalan meninggalkan kemewahan ini? Hanya Tere yang bisa menjawab. Selagi dia belum mengatakan alasan ini maka hanya dugaan yang bisa dilontarkan. Alasan yang ia ungkapkan di media hanya mau merawat keluarganya.

Saya melihat langkah Tere ini sebagai langkah yang benar dan rendah hati. Tere bisa saja merasa tidak mampu mengemban tugas di DPR maka dia memilih untuk mundur. Jika demikian Tere sudah mengakui kemampuan dirinya. Tere tidak termasuk orang yang gila kekuasaan sehingga memaksa diri duduk di bangku parlemen meski dia tidak mempunyai sumbangsih bagi rakyat. Ini berarti bahwa Tere bukan penakut. Dia memilih mundur karena berani mengakui keadaan dirinya (kemampuan-kelemahan kinerjanya).

Langkah Tere ini boleh dibilang langka dalam ranah politik di Indonesia. Orang seperti Tere bisa dihitung dengan jari. Kalangan media dan lembaga survei yang mempunyai penelitian dan pengembangan (litbang) mungkin bisa membeberkan siapa-siapa saja politikus yang memilih mundur karena kemauan sendiri. Kita menunggu Tere-tere yang lain.

Mungkin terlalu berat meninggalkan rumah rakyat yang penuh kemewahan itu. Tetapi orang seperti Tere mampu melampaui kemewahan yang ada. Mungkin ada politisi yang belum puas dengan keinginan manusiawinya sehingga enggan meninggalkan ruang itu meski berbagai tuduhan/dugaan negatif (korupsi, selingkuh, penyelewengan lain) dilontarkan kepadanya. Sulit memang mencari Tere-tere yang lain. Tetapi saya yakin masih ada orang yang mau mendengar jeritan hati kecilnya. “Kalau memang tidak sanggup lebih baik mundur. Kalau memang salah lebih baik mengakui. Kalau memang keliru lebih baik diklarifikasi.”

Salam salut untuk Tere.

CPR, 4/6/2012

Gordi Afri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun