Dalam kehidupan manusia tidak akan terlepas mecari cara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu Allah memberikan sebuah inspirasi kepada hambanya untuk melakukan perdagangan sehingga manusia bisa berdiri dengan lurus dan menjalani mekanisasi hidup ini secara baik dan produktif. Berkaitan dengan persoalan tersebut salah satu hal yang muncul dalam realita sekarang adalah munculnya penggunaan benda-benda yang berunsur najis yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup salah satunya adalah memperjual belikan kotoran hewan sebagai pupuk kandang.
Pada dasarnya hukum jual beli adalah boleh, sesuai dengan firman Allah SWT di dalam Al-Qur'an:
....... Â
Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al-Baqarah [2]:275)
Berdasarkan ayat Al-Qur'an diatas maka hukum jual beli pada dasarnya boleh, lantas bagaimana jika yang diperjual belikan adalah suatu yang menjijikan seperti halnya kotoran hewan yang dijadikan pupuk bagi para petani? Maka para ulama berbeda pendapat dalam meyikapi hal ini.
- Menurut Ulama Hanafi dan Zahiri mengatakan bawasanya boleh memperjual belikan barang yang ada manfaatnya, termasuk benda najis, seperti kotoran hewan untuk pupuk tanaman dan minyak yang terkena najis sebagai penerangan.
- Menurut Imam Malik bahwa setiap jula beli barang yang najis itu tidak sah seperti jual beli tulang, bangkai, dan kotoran binatang yang tidak bisa dimakan dagingnya.
- Menurut Imam Syafi'i mengatakan bahwasanya setiap jual beli barang najis hukumnya tidak boleh.
- Menurut Imam Hambali mengatakan tidak sah menjual barang najis. akan tetapi boleh jika bermanfaat
Berdasarkan pendapat para ulama diatas terjadi khilafiyah dalam mengambil hukum. Sedangkan Ulama Hanafi memperbolehkanya dengan dasar hadis Nabi:
: :
Artinya: "Mengapa tidak kamu ambil kulitnya, kemudian kamu samak dan memanfaatkanya?, mereka menjawab, bahwasanya yang dilarang itu memakannya. (HR. Bukhari Muslim)".
Berdasarkan hadits diatas, maka barang yang najis diperbolehkan untuk diperjual belikan, karena dapat dimanfaatkan bukan untuk dimakan dan diminum. Jadi tegasnya, jual beli yang dilakukan adalah jaiz, karena pada asalnya semua benda dianggap ada manfaatnya, untuk pupuk pertanian dan boleh diperjual belikan.
Adapun benda-benda yang dipandang kotor atau berlumuran najis, selama dapat dimanfaatkan, misalnya sebagai pupuk tanam-tanaman, maka hal itu tidak terlarang untuk diperjual belikan. Pendapat ini didukung oleh fuqaha' Hanafiah dan Dzhahiri. Sesuatu benda dianggap tidak ada manfaatnya dan tidak boleh diperjual belikan apabila nayatanya merusak atau membahayakan, maka hukum penjualanya adalah terlarang. Namun kegunaan suatu benda itupun ada yang bersifat relatif. Misalnya racun yang bersifat merusak, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk melawan hawa tanaman yang sudah maklum bagi masyarakat.
(Walluhu 'Alamu Bisshowab).