Saya awali tulisan yang jauh dari kesempurnaan ini dengan pengklarifikasian tentang ketakutan yang tertanam dalam setiap individu untuk berfikir mengenai kebenaran yang selama ini di percaya. Apakah kebenaran yang diyakini selama ini itu memang benar atau malah sebaliknya?
Manusia diciptakan tuhan dengan keadaan yang begitu unik dan sangat berbeda dengan makhluk lainnya. Makhluk selain manusia diciptakan oleh tuhan tanpa kemampuan untuk berfikir ataupun menganalisa, sehingga dia tidak mampu untuk memilih bahkan tidak ada keinginan untuk memilih, semua kehidupannya dia lalui bagaikan air yang mengalir.Â
Sedangkan manusia diciptakan oleh tuhan dengan kemampuan berfikir dan dapat memilih kehendaknya sesuai apa yang diinginkan. Kebebasan berkehendak itulah yang membuat manusia dapat melebihi malaikat dalam hal kebaikan atau melebihi iblis dalam hal keburukan.
Namun, kemampuan tersebut kadang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh sebagian manusia, mereka yang mampu berfikir kadang tidak menggunakan akalnya untuk menganalisa dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan atau dinamika hukum yanng berlaku ditatanan kehidupan. Lantas apa yang akan terjadi jika kita terlalu memperbudak kebenaran?.
Mari kita urai bersama. Pernahkah kita menanyakan apakah kebenaran yang kita yakini itu sudah benar?. Contoh saja Tuhan. setidaknya, secara global tuhan dapat diklasifikasi menjadi 2 bagian yang terpisah. Pertama, Tuhan yang menciptakan. Kedua, tuhan yang diciptakan.
Tuhan jenis pertama merupakan Tuhan dengan 'T' besar, yang berarti Tuhan yang benar serta menjadi keharusan untuk disembah, dipuja dan dipuji. Dia adalah awal sekaligus akhir. Suatu dzat yang didambakan sepanjang huru-hara sejarah manusia.
Tuhan jenis ini menjadi sumber kekuatan dan harapan serta sumber kebaikan, inspirasi, motivasi, petunjuk untuk membangun sebuah tatanan terbaik memilih hidup yang baik di dunia yang penuh dengan gejolak, ketidakmenentuan dan kekacauan.
Sedangkan tuhan jenis kedua diawali dengan 't' kecil. tuhan jenis kedua ini merupakan tuhan perumpamaan, sengaja dibuat untuk melangsungkan ritual keagaamaan.Â
Tuhan perumpamaan, seperti jenis kedua ini biasanya tidak bisa menghasilkan manfaat ataupun mudharat. Hal tersebut sudah terjadi pada zaman nabi Ibrahim, yang dengan sengaja menghancurkan patung-patung (berhala) yang diperumpamakan dengan tuhan. Namun apa yang terjadi? tuhan tersebut (patung-patung) tidak membalas tindakan Nabi Ibrahim.Â
Dari poin diatas dapat disimpulkan bahwa tuhan jenis kedua hanyalah sebatas simbol keagamaan, bukan tuhan yang menjadi sumber kekuatan, harapan serta sumber kebaikan, inspirasi ataupun motivasi.Â