Mohon tunggu...
Niknik Chairun
Niknik Chairun Mohon Tunggu... -

a learner...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Saya, Seniman Jalanan, dan Lagu Sunda

22 April 2012   14:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:16 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perjalanan mudik bulanan saya kali ini dalam masih musim penghujan nih…

Sebagai pengguna public transportation, kalau hujan paling repot pas lagi naek ‘Oplet JEGang ‘ alias ojeg…..( hehe) ..wah..belum naik bis, bisa bisa sudah basah kuyup. Mending kalau si akang ojeg nya bawa jas hujan,kalau tidak…ya sudah, hujan hujanan( tapi ga pake acara kejar-kejaran seperti di film India..hihi). Mau berteduh dulu, hmm?….ga deh, lha wong hampir sepanjang jalan hutan jati. Hiyyy..Tapi alhamdulilah kali ini tidak hujan.

Tempat tugas saya memang di sebuah desa yang jauh dari jalan raya utama ,di sebuah kabupaten daerah pantura. Sehingga ya itu tadi ,untuk mencapai jalan utama harus naik ojeg dulu kurang lebih 20 menit. Sayangnya lagi ,untuk sampai ke kotasaya, tidak ada bis antar kota yang langsung, jadi harus 2 kali ganti jurusan ( >_<). Kalau dilihat di peta ( di google earth aja sekalian..hihi), perjalanannya dari utara ke selatan, dengan medan mengitari pegunungan, turun naik, dan banyak tikungan . Makanya mungkin karena hal itu,bis-bis nya pun bukan bis besar. Hanya bis seukuran metromini. Bagi yang tidak biasa dengan kondisi jalan seperti itu, bisa motion sickness tuh..

Sampai di pinggir jalan raya, saya menyetop bis. Sebetulnya untung-untungan juga, kalau lagi mujur dapat tempat duduk, kalau tidak..ya..standing party. Namanya juga nyetop di jalan (Tapi memang tidak ada rambu larangan kok disitu, jadi sah- sah saja kan? Hehe….)

Alhamdulillah masih kosong, malah dapat window seatlagi..(^_^). Meski sebetulnya kurang nyaman (lutut sampai nempel ke jok depan), tapi Alhamdulillah bisa duduk ,dengan niat biar bisa mengistirahatkanmata sejenak (hehe). Jalan lurus nan panjang, kadang bergelombang sedikit, lama-lama memang membuat mata ini ingin terpejam. Sebentar- sebentar bis berhenti untuk menaikan penumpang. Tapisudah tak saya hiraukan lagi, mata ini sudah 5 watt..sambil mendekap erat tas saya ( waspada mode on..).. akhirnya saya merem

Tiba tiba…..NGUIIINGGG….Duk..duk ..duk ( bukan suara beduk lho) ..ternyata suara seseorang yang sedangcheck sound…..terlihat dua orang wanita setengah baya, salah satunya sedang menyetel speaker yang di selempangnya, dan yang seorang lagi sudah memegang mic dah siap menyanyi. Tak lama kemudian berdendanglah lagu khas pantura…( yang terus terang saja sampai sekarang saya masih belum banyak mengerti bahasanya, hanya sedikit sekali kosakata yang saya tahu jeh). Kira-kira dua buah lagu mereka dendangkan. Lalu salah seorang mbak-mbak itu berkeliling dengan membawa bekas bungkus permen untuk tempat recehan. Setelah memasukan uang, saya ngintip dikit.(bukan mau nuker recehan lho…)…lalu mengira ngira, berapa ya yang didapat Mbak-mbak itu ? berapa kali ya mereka harus pentas dari bis ke bis sehari? Jam berapa pulang ke rumahnya ya? Kalau punya anak,bagaimana anak-anaknya ya?

Lamunan saya jadi berkembang….Duh…Mbak, berat sekali ya perjuangan Mbak-mbak tuk sekedar mempertahankan dapur tetap mengepul. Tapi Mbak….saya kok jadi tidak rela, kalau ternyata setelah ini mbak menyetorkan pendapatan mbak ke suami Mbak yang hanya ongkang ongkang kaki di rumah menunggu mbak yang tanpa memperdulikan keletihan Mbak, lalu menyuruh mbak untuk melayani dia, ini itu dengan menghardik Mbak pula…..Huh![Waduh…kok saya sampe membayangkan seperti itu ya…..]Atau justru mungkin ketika Mbak pulang, mbak mendapati Suami mbak yg terharu dan merasa bersalah karena melibatkan Mbak untuk ikut mencari nafkah yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya karena mungkin keadaan yang memaksa. Atau kah justru ketika pulang ke rumah, mbak hanya mendapati anak-anak mbak, tanpa hadirnya suami disisi, yang harus Mbak cukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, dan hanya Mbak lah tulang punggung mereka. Saya meyakini Mbak mbak ini melakukan pekerjaan ini bukanlah pilihan yang mudah dan belum tentu juga diinginkan, tapi mungkin karena keadaan lah….yang penting halal.

Lamunan saya terhenti seiring mereka turun dari bis. Dan saya hanya bisa melamun rupanya… L[ Semoga Mbak selalu di beri kekuatan oleh Allah dalammencari rezeki yang halal ya Mbak...aamiin,.batin saya]

Tidak lama kemudian, saya harus berhenti untuk ganti kendaraan yang menuju kearah hometown saya. Ternyata harus menunggu agak lama juga nih. Bis nya belum ada. Untung cuaca agak teduh, jadi tidak terlalu kepanasan standing di pinggir jalan. Sambil celingak celinguk mencari bis yang lewat, dengan reflek mata ini menatap ke setiap mobil pribadi yang lewat, bukan tatapn iri sih…hanya terlintas saja…[ngiri dikit kali ya...hehe] enak kali ya kalau pake mobil sendiri…Hmm.. pikiran yang wajar kan dalam posisi seperti saya?..hehe, tapi ada ga ya? Orang yang sedang dalam mobil pribadi ber AC, terus lewat depan saya, melihat saya yang sedang kepanasan dipinggir jalan nunggu bis, terus berpikir tentang saya….enak ya orang itu? Hihihi.

Yah, itu lah manusia, sesebetulnya diantara kita hanya saling menyangka saja. Padahal belum tentu yang disangka kan itu enak bagi yang menjalaninya. Rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau dari rumput kita, begitu kata pepatahnya. Harusnya sih, beruntunglah kita masih mempunyai rumput, dibandingkan yang tidak punya rumput…dengan begitu kita akan selalu bersyukur [ bukan begitu  sodara sodara? Hee.. ] ups..

Akhirnya bis yang ditunggu datang juga. Ternyata I wasn’t the only one! Euleuh - euleuh orang orang yang tadi duduk di pinggir pinggir toko itu teh, rupanyo menunggu bis yang samo . Yaah…dengan sedikit struggle, cepet cepetan, akhirnya dapat tempat duduk aisle seat, dekat pintu belakang…hehe [catatan: resiko masuk angin tinggi, dan resiko banyak kesenggol orang yang turun naik ! hehe] , hanya berdoa dalam hati, mudahan aman aman saja….

Tidak lama setelah bis berjalan, naiklah seorang pria bertopi dan membawa gitar. Sudah bisa ditebak…jrengg….[prolog dulu] lalu ..jreng..tringg…jreng..tring.......jreng tringg….Kali ini karena sudah keluar dari daerah pantura dan mulai memasuki daerah priangan timur.lagunya lagu Sunda,

“ ..mapay jalan satapak, ngajugjug kahiji lembur…..” Wah…si akang ini suaranya lumayan nih…tapi….Degg !! Duh..lagunya !

Yup. Lagu ini jadi mengingatkan deh…. Bukan tentang pengalaman pribadi sih, tapi lagu ini mengingatkan kepada sahabat saya yang entah bagaimana kabarnya sekarang ini, karena sudah kehilangan kontak. Jadi ingat dulu kata teman saya, punya sahabat lawan jenis itu jarang yang bisa bertahan lama, kalau tidak karena salah seorang akhirnya jatuh cinta, pasti karena pihak lain (pasangannya) yang biasanya menjadi problem. [Hmm…mungkin juga sih]. Kami memang bersahabat, teman bertukar pikiran, teman sharing tapi tidak berbagi cinta [ ciee…]. Tapi kalau akhirnya dia lebih memilih memutuskan kontak dengan saya selamanya, demi menjaga persaaan pasangannya, ya sudah. Walau agak sedikit disesalkan [karena saya pikir saya juga tau batasan batasan sebagai teman] kalau ini yang terbaik, go ahead. [Wadoh….jadi curhat..] >_<

Isi lagu ini menceritakan seorang pria yang rela berjalan menembus hujan badai menyusuri jalan setapak ke sebuah desa yang jauh demi menemui pujaan hatinya, si mawar putih, ( judul lagu ini Mawar bodas) tapi sayang rupanya sang pujaan hati sudah ada yang punya. Kisah lagu ini agak mirip dengan kisah dia dulu,seingat saya itulah salah satu kisah yang pernah dia sharing ke saya dulu ketika mendengar lagu ini, sebelum akhirnya dia menemukan pasangannya yang sekarang. [friend, dimana pun kamu berada, semoga kalian berbahagia…]

But most of all….sebetulnya setiap kali saya mendengarkan lagu Sunda, ada perasaan lain yang selalu mengharu biru. Bukan karena lagu lagu Sunda yang lirik liriknya mellow saja, meskipun lagu Sunda yang ceria pun, ada perasaan lain yang selalu terkenang…

Ya, lagu Sunda selalu mengingatkan saya kepada almarhum ayah saya. Salut… beliau bukan orang Sunda, tapi beliau suka dengan kesenian Sunda, termasuk lagu Sunda.

Teringat kembali sewaktu saya masih kecil, pagi hari selepas Shubuh, ayah menjadi ‘operator’ didepan tape recorder kami. Setelah memperdengarkan ceramah KH.Zaenudin MZ dari radio, dan di lanjut dengar mendengar berita, ayah memutar lagu lagu sunda sebagai pengantar aktifitas kami di pagi hari. Sebetulnya bukan hanya lagu sunda saja yang beliau putar, lagu melayu, lagu Banjar ( daerah asal beliau) , lagu pop, sampai dangdut melayu. Ayah saya memang hanya penikmat musik. Kami jadi terbiasa mendengarkan semua jenis lagu dari berbagai daerah. Tapi setelah besar baru saya pahami, sebetulnya ayah saya sudah menanamkan rasa toleransi antar budaya. Terbukti tidak adanya merasa superior dalam keluarga kami, bahwa budaya tempat asal ayah lah yang lebih baik atau budaya tempat asal ibu lah yang lebih baik. Dengan ‘hanya’ mendengarkan lagu lagu dari daerah lain, meskipun belum mengerti artinya, maka secara tidak langsung akan terbentuk rasa menghargai kebudayaan lain. Tidak meng’ underestimate’ budaya lain hanya karena tidak suka. Yang saya jadikan pelajaran adalah, ketika dulu beliau berproses bisa menerima budaya dan adat kebiasaan lain, beliau ‘mendengar’ kan dulu. Dari mendengarkan ini, adalah proses menghargai. Adapun perbedaan justru dibuat sebagai yang hal yang memperkaya pengetahuan bukan untuk mencari kelemahan.

Ah…banyak sekali kenanganbersama ayah,miss uPa…. tidak terasa mata jadi berkaca kaca, sampai akhirnya lamunan saya terkejutkan oleh suara si akang itu yang bilang salam dan terima kasih sebagai penutup pentasnya kali ini. Saya masih merogoh rogoh saku depan tas ransel saya [ mencari uang receh…hehe] , ketika si akang sudah menyodorkan bungkus bekas permen untuk tempat uang…

duh maaf ya, hanya ketemu receh nih, dikit lagi…dalam hati saya sambil nyengir. Walaupun begitu ,si akang dengan sopan bilang terima kasih. Ketika melihatnya turun dari bis….saya jadi ingin pesen…..eh kang kalo bisa uangnya ga usah di beliin rokok yaa…hehe.

Empat puluh menit sisa perjalanan, mata saya dimanjakan dengan pemandangan pemandangan indah khas daerah pegunungan dan persawahan…Subhanallah….Saya jadi teringat tentang kejadian hari kiamat yang diceritakan dalam firmanNya; gunung gunung seperti berterbangan dan dihancurkan dengan mudah oleh Allah…..MasyaAllah… saya jadi tidak bisa membayangkan…yang saya lihat begitu indah ini bisa hancur sedetik saja dengan kuasa Allah.....[Ya Allah..jadikanlah kami hambaMu yang senantiasa pandai bersyukur..aamiin]

Tidak terasa, saya harus siap siap turun nih. Akhirnya saya berdiri mendekati pintu….lalu berteriak…

“ Kiirriiiii Mangg….!! “

Hup…….

Alhamdulillah…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun