Rissa menarik napas panjang saat mobilnya berhenti di depan rumah Nenek. Sudah bertahun-tahun sejak terakhir kali ia menginjakkan kaki di halaman rumah masa kecilnya dulu. Rumah itu tampak sejuk, namun memiliki halaman yang tampak sepi. Di sana, di dalam rumah itu, Nenek selalu menunggu kembali kedatangan Rissa yang dijanjikan dengan sabar.
"Kenapa aku lama banget nggak ke sini, ya?" pikir Rissa dalam hati. Ada rasa cemas dan canggung. Ia merasa bersalah sudah berjanji untuk menemui Nenek dari jauh hari, tapi selalu tertunda- tunda.
Rissa melangkah ke pintu, dan sebelum sempat mengetuk, pintu itu terbuka perlahan. Di baliknya, Nenek berdiri dengan senyum lembut yang tak pernah berubah meski usianya semakin tua. Matanya yang penuh kasih langsung menghadap Rissa, membuatnya merasa seolah baru saja kembali ke pelukan yang penuh kehangatan.
"Nek," ucap Rissa pelan, hampir terharu melihat Nenek yang masih begitu tegar.
"Cucu cantikku, kamu datang akhirnya.." kata nenek, suaranya lembut namun penuh kehangatan. "Nenek sudah lama menunggu."
Rissa merasa bersalah. Terakhir kali ia datang ke sini, rasanya seperti dunia telah berubah begitu cepat, dia terlalu sibuk dengan kehidupannya sendiri. Namun kini, di depan Nenek yang semakin menua, ia merasa perlu untuk memperbaiki jarak yang sudah terlalu lama terbentuk antara mereka.
Setelah berpelukan, mereka duduk bersama di ruang tamu, tempat yang selalu dihiasi dengan foto-foto keluarga di dinding. Nenek menyiapkan segelas teh manis, sama seperti dulu saat Rissa kecil. Rissa memandang sekeliling, dan tiba-tiba saja, kenangan masa kecilnya mulai membanjiri pikirannya.
Ia ingat bagaimana dulu ia sering bermain di halaman rumah Nenek, berlari-lari mengejar kupu-kupu, atau membantu Nenek menyiram tanaman bunga yang selalu mekar di musim semi. Di sudut ruang tamu, ada kursi rotan tua yang dulu menjadi tempat Nenek duduk sambil bercerita tentang masa kecilnya.
"Rissa, kamu ingat nggak waktu kecil dulu, kita sering duduk di sini?" tanya Nenek, seakan tahu apa yang sedang dipikirkan Rissa.
Rissa menatap kursi rotan itu, lalu mengangguk. "Iya, Nek. Aku selalu duduk di sebelah Nenek, sambil diceritain cerita-cerita lucu Nenek."
Nenek tersenyum, matanya berbinar. "Waktu itu nenek cerita apa ya? Nenek lupa."