Bermula dari hengkangnya Ahok dari partai Gerindra yang mengusungnya menjadi Wakil Gubernur DKI mendampingi Jokowi waktu itu, membuat seorang Ahok menjadi sosok yang non partai. Dan karena “warisan” dari Jokowi, akhirnya Ahok naik menjadi Gubernur.
Dengan segala kontroversi dari tindakan2 dan ucapan2nya, yang blak2an , dan tanpa kompromi, membuat dirinya “dimusuhi” oleh para legislator di Kebon Sirih sana. Beruntung akhirnya dia masih mendapat dukungan dari partai terbesar di DKI setelah dia memilih seorang kader dari partai tersebut menjadi Wakilnya.
Boleh jadi segala ucapan dan tindakannya membuat para “wakil rakyat” di DPRD DKI sana membencinya, tapi apakah masyarakat ibukota yang sangat melek informasi ini juga membencinya atau tidak menyukainya ? Ya…..ada saja bagian2 dari masyarakat di DKI yang sangat hegemoni ini menyatakan ketidak sukaan mereka terhadap Gubernur mereka, tapi tentu ada juga sebagian lain yang justru terkesima dan memuji tindakan2 sang gubernur yang menurut mereka ‘Gak ada duanya’.
Menurut mereka, sebelum ini belum pernah ada gubernur yang begitu berani melawan para legislator di dprd sana, begitu berani menantang ormas2 yang menentangnya, termasuk terhadap yang paling memicu kontroversi, yaitu FPI.
Belum pernah ada Gubernur yang begitu berani merombak struktur PNS di lingkup DKI, mengganti Kadis2 yang dianggap tidak atau tidak bisa bekerja. Melelang (dengan sangat transparan) posisi2 Camat, Lurah, dan posisi2 penting di pemda dki. Melaporkan ke KPK mereka2 yang terdapat indikasi korupsi. Menciptakan sistim2 yang pada prinsipnya untuk menyelamatkan anggaran pemda agar tidak jadi jarahan para koruptor. Dan banyak lagi yang dilakukan yang akhirnya membuat dia semakin dibenci oleh mereka yang selama ini menikmati nikmatnya uang DKI.
Singkat cerita, para fans Ahok ini, dengan cara mereka sendiri2 melalui media2 sosial yang ada, mengutarakan pujian dan harapan2 mereka agar Ahok bisa terus memimpin DKI, termasuk untuk periode kedua.
Disinilah persoalannya;
Ahok kan non partai.
Bukankah untuk dicalonkan jadi Gubernur (lagi) harus ada partai yang mau mengusungnya ? Bahkan dengan syarat minimal memiliki 22 kursi di badan legislatif, baik secara sendiri2 ataupun dengan berkoalisi. Lalu adakah partai2 nanti mau mengusung si Ahok, sedangkan sekarang saja mereka boleh dibilang memusuhinya ?
Tapi entar dulu, bukankah UU membolehkan pencalonan perorangan ? Dengan syarat dukungan (yang dibuktikan dengan
KTP) minimal 6,5 - 10% dari jumlah penduduk (yang terakhir dirubah oleh Mahkamah Konstitusi menjadi 6,5% - 10% jumlah Daftar Pemilih Tetap) ? Dan itu berarti +/- 600.000 ktp.