Mohon tunggu...
Citra Farand Mahardika
Citra Farand Mahardika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Jakarta

Saat ini saya sedang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Dramaturgi dari Erving Goffman

19 Oktober 2022   12:59 Diperbarui: 19 Oktober 2022   13:08 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Goffman lahir pada tanggal di Alberta pada tanggal 11 Juni tahun 1922. Goffman mendapat gelar s1 di universitas Toronto dan mendapat gelar doctor nya di Universitas Chicago. 

Goffman juga mempunyai kedekatan dengan tokoh Antropologi, maka dari itu Goffman dikenal sebagai etnometodologi, Karya terbesar Goffman adalah bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life, pada tahun 1959, di buku ini dijelaskan konsep besar pemikirannya mengenai drmaturgi, Goffman wafat pada tahun 1982 di masa kejayaannya.

Goffman menyoroti masalah yang berhubungan dengan interaksi antara orang-orang yang juga melibatkan symbol sesuai dengan konsep pemikiran interaksionalisme simbolik, dalam hal ini Goffman meyakini hal yang sama. Interaksionalisme simbolik Goffman selalu mengacu pada konsep roll distane, manajemen, secondary adjustment. 

Dimana ketiganya bertumpu pada konsep dan peranan the self dan the order. Goffman juga menyoroti hubungan interaksi tatap muka yang kemudian menjadi dasar pendekatan mikro sosiologi dalam menganalisis gejala gejala sosiologi di masyarakat, lalu apasih pemikiran Goffman mengenai Dramaturgi?

Pemikiran Goffman salah satunya tentang stigma, dimana stigma juga menjadi salah satu pemikiran yang brilliant, namun sekarang kita akan membahas konsep pemikiran Dramaturgi dari Goffman. Pada tahun 1945 ada tokoh yang bernama Keneth Bruke, ia adalah seorang teoritis dari Amerika yang memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode untuk memahami bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosialnya. 

Menurut Burke tujuan dramatisme memberikan pemahaman logis dalam memahami motif manusia melakukan apa yang dilakukan, karena itulah Burke meyakini hidup adalah drama. Dari sinilah Goffman mengembangkan mengembangkan konsep dramatisme ini dan menyempurnakan dalam bukunya yaitu The Presentation of Self in Everyday Life. Istilah dramaturgi sangat berkaitan dengan drama atau theater (pertunjukan diatas panggung). 

Dalam Dramaturgi ada dua konsep besar yaitu; front stage (panggung depan), dan back stage (panggung belakang). Dalam front stage berfungsi untuk menyajikan pertunjukan dan stage ini dibagi menjadi dua bagian yaitu setting dan personal. Jadi di panggung depan seseorang akan menampilkan sesuatu yang berbeda. Kemudian panggung belakang berfungsi bagi individu untuk menyiapkan perannya sebelum ke panggung depan, di panggung inilah individu akan terlihat karakter aslinya. 

Contohnya ketika individu sedang melakukan pdkt, ia akan menunjukan sifat positifnya, seperti sholat lima waktu dll, sifat tersebut lah yang dimainkan individu di panggung depannya agar mendapat citra positif, di panggung belakang bisa jadi individu sangat bertolak belakang dengan apa yang ditunjukkan. Pencitraan disini bisa bersifat positif dan negatif tergantung oleh apa yang ingin ditunjukan individu tersebut.

Setiap yang kita lakukan di Dramaturgi ini pasti ada tindakan sosial, adanya motif dan tujuan. Oleh karena itu pada hakikatnya setiap individu ini pasti melakukan dramaturgi baik itu di sekolah, kampus, tongkrongan, dll. Dan setiap motif individu pasti berbeda satu dengan yang lain, namun dalam mencoba mengikuti gaya seseorang dalam membangun citra bisa saja tidak mirip dan apresiasi dari orang tidak sesuai apa yang kita harapkan. 

Oleh karena itu dalam proses melakukan dramaturgi Goffman menyebutkan ada suatu hal yang harus kita siapkan seperti manner, perlengkapan, personal prone, ekspresif harus sesuai dan sesuai momentumnya agar dalam proses melakukan dramaturgi dapat sesuai dengan motif yang kita inginkan.

Momentum disini seperti situasi yang harus kita perhatikan sebelum memulai dramaturgi, contohnya ketika kita ingin menciptakan citra humoris, individu tidak bisa melakukan dramaturgi ketika orang lain sedang dalam keadaan berduka, tetapi individu dapat merubah citra humoris tersebut menjadi citra peduli terhadap individu lainnya, karena momentum nya sangat pas untuk melakukan dramaturgi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun