Indonesia dan Kondisi Pertaniannya
Walaupun menyandang predikat sebagai negara agraris, ternyata Indonesia belum mampu berdiri secara tegak dan mandiri dalam bidang pertanian, pertanyaan dasar yang akan muncul dengan permaslahan ini adalah kenapa hal ini terjadi. Permasalahan pertanian di Indonesia sangat beragam dan banyak, mulai dari masalah jenis varietas benih yang akan ditanam, masalah pengolahan sawah, masalah hama, masalah kepemilikan lahan, masalah irigasi hingga masalah pasca panen.
Permasalahan lama yang selalu terjadi di Indonesia adalah masalah ketersediaan air ketika musim kemarau melanda, ahir ahir ini beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah mengalami kekeringan akibat kemarau. Daerah yang mengalami kekeringan sebagian besar adalah daerah yang terletak pada daerah dataran rendah, sedangkan untuk daerah seperti pegunungan tidak mengalami kekeringan karena dekat dengan sumber mata air, sebagai contoh adalah di daerah kabupaten Sumedang Jawa Barat.
Kondisi Irigasi Pertanian Indonesia
Kekeringan yang melanda di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah tidak bisa di akibatkan karena kemarau, tetapi jika kita cermati lebih detail, hal ini disebabkan karena sistem irigasi yang digunakan dan karakter petani dalam menggunakan air irigasi. Pertanian di Jawa barat dan Jawa Tengah rata rata menggunakan sistem irigasi permukaan dengan menggunakan sungai sebagai sumber utama dalam irigasi. Sistem ini adalah sistem yang diterapkan pemerintah kolonial belanda ketika menjajah Indonesia, dimana sistem ini digunakan dalam mengairi perkebunan tebu dan tembakau.
Sistem irigasi permukaan ini sangat merugikan, dimana ketika musim hujan tiba fasilitas infrastruktur yang ada akan rusak karena debit air di sungai sangat besar sehingga memerlukan perbaikan dan perawatan infrastruktur jaringan irigasi dengan biaya lumayan besar. Selain itu, kekurangan dari sistem irigasi permukaan ini adalah air irigasi akan terbuang sia sia karena mengikuti gaya gravitasi bumi yaitu air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah mengikuti kontur sungai.
Ketika musim penghujan datang, lahan sawah di sekitar daerah aliran sungai (bahu sungai) akan mengalami kerusakan parah karena tergerus erosi akibat debit air yang melimpah dan ketika musim kemarau, lahan sawah yang terletak lumayan jauh (radius 2 km) akan mengalami kesulitan mendapat air, hal ini disebabkan karena volume air di musim kemarau sedikit, dan air sendiri mengalami evaporasi serta terserap kedalam tanah, sehingga debit sangat rendah dan berdampak pada capaian air yang sulit menjangkau daerah lebih jauh dari sungai. Kondisi ini masih dapat kita lihat sampai saat ini, dan daerah yang sangat di untungkan dengan sistem irigasi sesuai gaya gravitasi bumi adalah daerah kaki bukit, daerah ini akan selalu di untungkan sebab daerah perbukitan mampu menghasilkan sumber mata air yang banyak karena memiliki cadangan air cukup banyak dari pepohonan.
Jika kita perhatikan secara detail, air dipermukaan tidak pernah habis, hal ini terbukti ketika kemarau masih ada air yang mengalir di sungai walaupun debitnya sangat kecil. Ketika musim penghujan volume air melimpah karena air yang mengalir di permukaan berasal dari 2 sumber yaitu air dari dalam tanah dan air hujan sedangkan ketika kemarau, air yang mengalir di permukaan sebagaian besar berasal dari air dalam tanah.
Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengelolaan sumber daya air sangat perlu dilakukan supaya pemenuhan kebutuhan air irigasi bagi lahan pertanian dapat tercukupi sepanjang tahun. Langkah real yang harus dilakukan adalah membuat sistem irigasi jenis lain yang dapat digunakan tanpa di pengaruhi oleh musim dan meminimalisir kerusakan serta kerugian pada infrastruktur irigasi.
Salah satu cara yang dapat digunakan dalam mengelola sumber daya air untuk kebutuhan irigasi adalah dengan sistem genangan atau embung, sistem genangan/embung dapat kita jumpai di daerah bagian selatan Jawa Barat , seperti Garut, Sumedang, Cianjur, Bogor. Pada umumnya sistem ini di gunakan masyarakat hanya untuk pengembangbiakan ikan tawar seperti nila, mujaer dan ikan mas, rata rata embung/genangan ini milik pribadi dan terletak di sekitar tempat tinggal penduduk. Metode yang digunakan masyarakat sekitar dalam membuat genangan/embung hanya pemenuhan kebutuhan air untuk ikan ternaknya, artinya volume air dalam genangan/embung memiliki batas tertentu dan jika batas itu telah terpenuhi, maka airpun akan di buang ke saluran pembuang.
Beberapa kelemahan yang ditemukan dalam sistem genangan/embung di daerah selatan Jawa Barat adalah pertama, lokasi terletak di dalam lahan pribadi, kedua; genangan/embung tidak membentuk rantai jaringan hingga daerah yang lebih rendah, sehingga volume air tidak bisa dipertahankan bahkan cenderung hilang karena limpasannya akan diteruskan ke sungai. Akibat yang dapat dirasakan langsung adalah ketika kemarau, air tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kebutuhan bercocok tanam karena hanya dapat dimanfaatkan oleh lahan yang dekat dengan sungai.
Sebenarnya, sistem genangan/embung ini akan sangat menguntungkan jika pengelolaannya menggunakan metode yang baik dan benar, sehingga kekeringan-pun dapat diminimalisir. Seperti yang dilakukan petani di Negara Tiongkok, dimana sistem irigasi yang mereka gunakan adalah sistem genangan/embung. Sistem genangan/embung yang digunakan membentuk seperti rantai multi level, sehingga air akan dapat dimanfaatkan hingga lahan pertanian paling rendah, dimulai dari daerah kaki bukit, dimana petani membuat tempat genangan/embung untuk menampung air yang berasal dari mata air alami kemudian setelah tertampung, air akan di alirkan ke lahan sawah di bawahnya dengan luas lahan di sesuaikan oleh kontur tanah, rata rata dengan jangkauan radius 5 km ke segala penjuru arah dibawah genangan pertama.
Setelah diperoleh jangkauan maksimal dalam mengairi lahan pertanian, maka di buatlah genangan/embung untuk level berikutnya, sistem kerjanya sama dengan level sebelumnya yaitu untuk mengairi lahan pertanian pada radius tertentu sesuai volume dan debit air ahir, kemudian dibuat lagi genangan/embung lalu di alirkan ke lahan pertanian dibawahnya hingga sampai lahan pertanian paling rendah.
Sistem genangan/embung banyak digunakan di Tiongkok karena kondisi geografis Negara Tiongkok sebagian besar adalah daratan luas penuh perbukitan curam dan memiliki sungai sungai yang besar serta curam, sehingga jika menggunakan sistem irigasi permukaan dengan sumber utama sungai, maka akan sangat sulit.
Hal serupa-pun dapat dilakukan di Indonesia, terutama untuk daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sistem irigasi genangan harus membentuk jaringan multi level, sehingga dapat menjaga stabilitas air meskipun volume dan debitnya semakin mengecil. Selain itu, tempat genangan/embung dapat digunakan untuk pengembangbiakan ikan tawar, sehingga kebiasaan warga tidak hilang yaitu beternak ikan.
Kendala Yang Akan Terjadi
Jika sistem genangan/embung ini di terapkan di Indonesia, khususnya daerah selatan Jawa Barat, tentu akan banyak mengalami kendala, pertama, masalah lahan, karena dalam membangun sebuah genangan/embung diperlukan lahan yang harus di hibahkan untuk kepentingan bersama. Hal ini akan sangat sulit terealisasi karena kondisi lahan pertanian milik individu.
Kedua, masalah ketertiban yang terstruktur dan teratur, maksudnya adalah ketika mengairi lahan pertanian, harus tertib dan teratur sesuai lokasi lahan pertanian, sehingga lahan yang terletak di bagian atas akan terlebih dahulu diairi, setelah merata dilanjutkan ke lahan yang berada dibawahnya. Kebiasaan petani, dalam memperoleh air irigasi tidak memperhatikan faktor geografis, melainkan menginginkan lahannya lebih dulu terairi, kebiasaan ini dapat merugikan semua pihak karena ahirnya penyebaran air tidak merata.
Ketiga, perawatan dan pemeliharaan infrastruktur, maksudnya perawatan dan pemeliharaan dari genangan/embung serta jaringan infrastruktur distribusi air irigasi karena jika perawatan dan pemeliharaan tidak diperhatikan serta dilakukan, maka kerusakan bangunan akan mudah terjadi.
Ketiga kendala yang kemungkinan terjadi ini dapat dihilangkan jika petani sepakat untuk mejaga dan merawat demi kelancaran bercocok tanam sepanjang tahun, sehingga falsafah gotong royong dapat diwujudkan dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan gotong royong kebersamaan akan mudah dirasakan karena dilaksanakan bersama dan hasilnya dapat dirasakan bersama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H