Mohon tunggu...
riyanto adji
riyanto adji Mohon Tunggu... -

Name Riyanto Sex/Marital Status Male/ Married Place & Date of Birth Tegal, April 09th 1979 Religion Moslem

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Antara Kota Bandung, Banjir dan Perencanaan Kotanya

21 Februari 2015   13:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:47 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14244928671508307309

[caption id="attachment_398433" align="aligncenter" width="624" caption="Sebuah tanggul jebol sepanjang 20 meter di sungai Cironggeng perbatasan Cisaranten Wetan, Kecamatan Arcamanik Kota Bandung pada Jumat (6/2/2015). Rumah warga dan Rusunawa Cingised kebanjiran. (Trinum Jabar/Yudha Maulana)"][/caption]

Sungguh pemandangan yang mengejutkan ketika menyaksikan banjir di jalan jalur utama Kota Bandung, mulai dari Cicaheum hingga Cikadut, yaitu di jalan A.H. Nasution. Hujan yang menyiram kota Bandung mengakibatkan air melimpah memenuhi jalan utama, sehingga pemandangannya seperti berjalan di atas sungai. Banjir ini juga mengakibatkan moda transportasi darat mengalami sedikit kendala, sehingga macet-pun tidak dapat dihindarkan. Hujan yang menyiram Kota Bandung berdampak pada meluapnya volume air, sehingga banjirpun tidak dapat dihindarkan.

Sumber penyebab meluapnya air hujan di jalan A. H. Nasution ini karena kurang memadainya saluran drainase sepanjang jalan sebagai saluran pembuangan limpasan air ketika volume air berlebih. Saluran drainase telah tersedia di bagian sisi/bahu jalan, namun kondisinya tertutup oleh plat beton, apakah kondisi didalam saluran drainase itu normal atau tidak, kita tidak tahu karena kondisinya terendam air.

Permasalahan banjir baru akan ramai dibahas ketika banjir itu terjadi dan menimpa suatu wilayah, kemudian semua pihak saling menuding siapa yang paling bertanggungjawab dalam permasalahan tersebut, hal ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita, contohnya adalah maslah banjir yang selalu menimpa ibu kota Jakarta, hanya ketika banjir melanda Kota Jakarta maka banyak suara sumbang yang saling menyudutkan atau menyalahkan akan terjadinya banjir tersebut, apakah hal ini akan terjadi pula untuk Kota Bandung?

Jika kita perhatikan secara cermat, penyebab utama banjir ini adalah tindakan manusia yang berada di sekitar lokasi banjir itu sendiri. Banyak tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar lokasi banjir yang merugikan diri sendiri seperti; pertama, menutup bagian atas saluran drainase sehingga tidak ada celah untuk air masuk ke dalam saluran drainase ketika terjadi luapan air melimpah. Kedua, membuang sampah dan material lain pada saluran drainase, sehingga ketika terjadi hujan dan volume air berlebih, maka akan mendorong semua material yang tertimbun dalam saluran, akibatnya pada jarak tertentu akan menyumbat dalam saluran sehingga air akan meluap keluar dan bedampak pada terjadinya banjir.

Penyebab ketiga adalah tidak tersedianya sumur resapan, sehingga ketika volume air berlebih pada permukaan tanah, air akan terus mengalir ke tempat yang rendah dan menyebabkan erupsi bagi lahan yang dilaluinya. Jika pada bagian tengah atau bahu jalan dilengkapi sumur resapan, mungkin debit air akan berkurang dan volume air-pun akan sedikit berkurang karena sebagian air masuk kedalam tanah melalui sumur resapan.

Perencanaan Kota

Perencanaan jalan lengkap dengan berbagai elemen pendukungnya merupakan bagian dari perencanaan kota. Ketika merencanakan sebuah jalan utama sebagai penghubung antar kota/provinsi, maka perencanaannya harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung seperti drainase, bahu jalan, rest area atau trotoar. Jika dalam perencanaannya sesuai dengan kondisi ahir dilapangan, maka perencanaan itu sempurna dan hasilnyapun akan memuaskan, namun apabila dalam kenyataannya setelah perencanaan dan pelaksanaannya bagus, terjadi hal hal yang tidak diinginkan seperti penggunaan trotoar sebagai lahan berjualan kaki lima, saluran drainase di tutup bagian atasnya untuk lokasi berjualan kaki lima dan sebagainya. Siapakah yang akan disalahkan dalam hal ini?

Jika Pemerintah Kota Bandung melarang pedagang kaki lima berjualan di sepanjang trotoar atau diatas saluran drainase, maka akan muncul citra yang jelek bagi pemimpin di kota tersebut, namun jika dibiarkan, maka banyak kerugian yang dapat ditimbulkan. Tindakan menyimpang dari peraturan yang ada kadang menjadi boomerang bagi Pemerintah Kota Bandung, karena sering menyudutkan Pemerintah Kota dalam mengatur dan mentertibkan warganya. Ketika larangan dikeluarkan oleh pemerintah, maka berbagai jenis protespun keluar bahkan tidak sedikit ada juga yang bertindak melebihi batas.

Tindakan yang lebih tidak menghargai institusi dari Pemerintah Kota Bandung adalah adanya oknum aparat yang memanfaatkan kondisi, tindakan ini sudah bukan barang langka namun pelakunya sulit untuk di tangkap, karena terkadang para pedagang kaki lima-pun melindungi identitas dari oknum yang kurang bertanggung jawab. Oknum ini banyak meraup keuntungan dari para pedangang kaki lima karena selalu mendapat uang keamanan yang jumlahnya bervariatif.

Tindakan oknum inilah yang lambat laun mengikis pedagang kaki lima untuk disiplin pada peraturan dan menjaga serta memelihara linkungan sekitar lokasi berjualan, akibatnya tidak sedikit tindakan pedagang kaki lima yang merugika semua; seperti, pertama, membuang sampah jualannya langsung ke saluran drainase yang terletak di bawah lokasi jualan. Kedua, memperluas lahan jualan dengan membangun/memplester lahan di sekitar lokasi jualan dan tidak sedikit pula tindakan ini malah merugikan lingkungan sekitar yaitu dengan meutup rapat bagian atas saluran sehingga ketika air melimpah karena hujan air sulit masuk ke saluran. Ketika tindakan ini di kategorikan sebagai tindakan yang menyimpang dan ada tindakan tegas dari Pemerintah Kota, para pedagang dengan ringan berkata “ kan saya sudah bayar uang pangkal kok, jadi saya boleh berbuat sesuka saya untuk kelancaran usaha saya”.

Ketika hujan tiba dan volume air melimpah, maka banjir menggenangi sepanjang jalan utama, maka siapakah yang pantas untuk disalahkan?

Apakah Pemerintah Kota Bandung yang disalahkan karena tidak mampu menyelesaikan masalah kecil seperti banjir atau menyalahkan para pelaku usaha pedagang kaki lima dan usaha sejenisnya yang berjajar sepanjang jalan yang tidak peduli untuk menjaga dan merawat lingkungan sekitar, sehingga terjadi banjir.

Kenyataan inilah yang sering menjadi blunder bagi Pemerintah Kota Bandung, segala tindakan untuk memberi pelayanan yang layak kepada warganya hanya berbuah suara negative yang mengatasnamakan tidak memperdulikan nasib orang kecil.

Kondisi Kota Ideal

Jika melihat kota kota di negara yang sudah maju, maka kita akan berfikir alangkah enaknya jika semua ini tercipta di Kota Bandung. Pedangan kaki lima tidak berdagang di sepanjang jalan raya/utama, sentra bisnis tertumpu pada satu lokasi, mulai dari pertokoan hingga mal besar semua di satu tempat.

Bukan hal yang mustahil jika di Kota Bandung bisa meniru seperti kota kota lain di negara maju, namun ada satu pertanyaan simple tetapi sulit mendapat jawabannya, yaitu ketika suatu lokasi menjadi ramai sehingga roda perekonomian sangat bagus dan lancar, maka pemerintah setempat wajib mampu menyiadakan sarana yang memadai sesuai kebutuhan. Hal utama yang menjadi pertanyaannya adalah siapakah yang menyediakan lahan untuk lokasi tersebut.

Di negara negara lain, jika suatu daerah telah berubah menjadi ramai dan roda perekonomian sangat lancar, maka pemerintahnya langsung merubah daerah tersebut menjadi pusat bagi segala aktifitas terutama perekonomian, segalanya diatur dan ditata oleh pemerintah, setelah proses pembangunan selesai masyarakat dipersilahkan untuk melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan perekonomian dirinya, wilayahnya dan negaranya. Hal ini dapat mudah terealisasi cepat karena tidak terkendala dengan lahan/tanah lokasi yang di bangun, karena negara mempunyai hak penuh untuh mengatur dan merubah wilayah tertentu demi kesejahteraan warganya.

Kota Bandung jika ingin bebas dari pedagang kaki lima, maka bandung harus mampu menyediakan tempat yang menjadi centra bagi pedagang kaki lima, mengingat Kota Bandung adalah Kota Kuliner maka tempat yang harus disediakan harus lebih dari satu, sesuai pusat keramaian yang tersebar seluruh kota Bandung. Pertanyaan dasar yang muncul adalah siapakah yang bertanggung jawab menyediakan lahan, mengingat sebagian besar lahan di Kota Bandung adalah milik pribadi dan apabila akan dibeli oleh pemerintahpun prosesnya tidak gampang melainkan akan semakin berliku yang ahirnya berujung pada mangkraknya sebuah rencana mensejahterakan warganya.

Kebiasaan lama masyarakat terutama di Kota Bandung adalah ketika suatu wilayah berubah menjadi pusat keramaian, maka keuntungan pribadilah yang dikejar oleh si pemilik tanah. Membuka tempat kos sebanyak banyaknya tanpa memperhatikan faktor keamanan, kenyamanan dan lingkungan, menyediakan layanan peralatan dan perlengkapan dagang bagi pedagang kaki lima sehingga PKL menjadi marak dan liar. Hal inilah yang membuat Pemerintah Kota bandung menjadi kewalahan karena masyarakat lebih dulu mengambil star, akibatnya bukan pemerintah yang mengontrol warganya tapi malah warganyalah yang medikte Pemerintah Kotanya.

Manusia Sumber Masalahnya

Jika kita kembalikan pada permasalahan awal yaitu terjadinya banjir di sepanjang jalan utama kota Bandung, maka letak permaslahannya adalah ada pada diri kita sendiri, karena jika para pelaku bisnis sepanjang jalan Cicaheum hingga Cikadut (jl. A. H. Nasution) sejak dulu selalu merawat dan menjaga lingkungan sekitar usaha terutama saluran drainasenya, tidak menutup celah yang menjadi alur air masuk ke saluran dan tidak melakukan perluasan wilayah jualan hingga di bagian bahu jalan, mungkin banjir akan mudah diatasi.

Usaha mengurangi debit air bukan dengan membuat struktur bangunan lebih tinggi, seperti meninggikan jalan dan sebagainya, karena pada dasarnya air akan selalu mengikuti kontur yang ada. Hal inilah yang membuktikan bahwa dengan ditinggikan jalan tidak membuat banjir surut, tapi malah sebaliknya banjir semakin tinggi.

Kondisi yang bagus adalah saling tersedia dan idealnya semua fasiltas yang terletak di sepanjang jalan, dimana tersedia saluran drainase yang memadai dan layak serta memiliki sumur resapan. Selain fasilitas yang memadai, tindakan manusia di sekitar juga harus arif dan bijaksana, yaitu dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak mengalih fungsikan tempat dan memberikan ruang terbuka di bagian bahu jalan setelah trotoar, sehingga ketika valome air melimpah debit air akan terpecah kesamping sehingga mengurangi terjadinya banjir.

Semua ini akan terwujud jika kita sebagai masyarakat sayang pada diri kita sendri dan taat pada diri sendiri, sehingga kita akan berindak hati hati karena dapat merugikan diri sendiri. Pemerintah yang bagus terletak bukan pada pemimpin yang briliant/jenius tapi pemerintah yang bagus terletak pada kesadaran masyarakatnya untuk selalu menjaga potensi yang dimiliki, baik potensi pribadi maupun potensi wilyahnya, sehingga kota yang maju dan mandiri akan mudah terwujud terlebih menjadi kota yang JUARA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun