Yogyakarta memiliki ‘hajatan seni’ tiap tahunnya yang dikenal sebagai ARTJOG. Helatan ini menyajikan karya-karya seniman dari seluruh penjuru dunia dan disesuaikan dengan tema pada tahun tersebut. Karya yang dikumpulkan melalui open call jenisnya begitu beragam sehingga tidak terbatas pada karya seni rupa saja. Bahkan disediakan ruang untuk karya dari seniman muda mulai usia 6-15 tahun yang selanjutnya dikelompokkan sebagai ARTJOG Kids. Pada tahun 2024 ini, ARTJOG mengangkat “Motif: Ramalan” sebagai tema yang menjadi nyawa dari karya yang sudah dikurasi. Jogja National Museum atau JNM Bloc merupakan venue tetap diselenggarakannya ARTJOG menjadi magnet wisatawan yang sedang atau hendak berlibur ke Yogyakarta karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota dan kegiatan wisata.
Tahun ini saya menjalankan tradisi ngartjog yang sudah dilakukan sejak tahun 2022, pada Sabtu, 31 Agustus 2024 tepat satu hari sebelum penutupannya. Menjelang akhir dari rangkaian acara yang digelar selama 64 hari ini, suasananya ramai riuh dipenuhi euforia pengunjung dari berbagai kalangan. Pertama kali menginjakkan kaki di ruang pameran pertama, terdengar berbagai macam suara membawa siapapun yang berada di ruangan itu ke tempat lain. Hanya mendengarkan saja bisa menciptakan imaji tempat lapang, hijau, dan rindang dengan kawanan burung terbang rendah menghiasi langit berwarna biru kekuningan. Sambutan ini diberikan oleh instalasi karya ‘Suara Keheningan’ hasil kolaborasi dari Agus Suwage dan Titarubi yang secara kasat mata menghadirkan suara dari objek-objek berbentuk telinga dengan dikamuflasekan menjadi berbagai benda dipadukan dengan jajaran bulir hingga tanam padi yang terus bertumbuh. Instalasi ini berhasil menjadi hook dan membuat saya menjadi bersemangat untuk mengeksplorasi ARTJOG 2024 lebih jauh lagi.
Karya-karya selanjutnya juga tak kalah mengundang decak kagum hingga tanya. Beragam jenis karya seperti seni rupa, suara, gerak, instalasi interaktif, bahkan karya performance yang melibatkan seniman untuk menyampaikan kepada audiens secara langsung juga ada di lorong setelahnya. Tromama, sekumpulan kolektif seniman ini menyajikan “Banting Tulang” yang meliputi gerak dan aksi melempar bola bekel oleh seniman itu sendiri secara berulang-ulang. Melalui media seni ini, seniman berusaha menyampaikan bahwa, seringkali konsep keberulangan landasannya adalah motivasi, bukan kemampuan pribadi. Akan tetapi mereka tidak sepanjang hari ada di sana, aktivitas itu berlangsung selama enam puluh menit di setiap aktivasinya.
Dari semuanya, ada satu sudut seni kontemporer yang mengaburkan fokus akan instalasi lain dan selanjutnya menjadi satu sudut paling berkesan di ARTJOG 2024 bagi saya. Sudut tersebut dipenuhi kode QR yang berjejer rapi memunculkan tanya bagaimana caranya kami bisa menikmati karya ini. Instalasi “Noir: Under Construction of Surrealism and Consumerism Days” oleh Trio Muharam ini bisa dinikmati setelah pengunjung memindai kode QR dan muncul nomor yang mengarahkan ke salah satu potongan gambar dari adegan film noir. Gambar tersebut nantinya akan dibaca sebagai ‘ramalan’ tersendiri bagi siapapun yang mendapatkannya. Itulah mengapa saya dan banyak pengunjung lain hanya memindai satu untuk mendapatkan satu gambar dan ‘ramalannya’ alih-alih memindai semua untuk melihat satu-satu gambarnya. Namun jika kembali mengingat judul dan deskripsi karya ini, interpretasi karyanya akan sedikit menggeser sudut pandang, mengajak kita semua untuk melihat bahwa fenomena konsumerisme itu nyata dan dekat dengan kita melalui gambar-gambar yang tersimpan di dalam kode QR.
Untuk mengetahui gambar dan interpretasinya, saya harus menunjukkan nomor yang saya dapat kepada gallery sitter yang bertugas di sana. Dibandingkan gallery sitter saya melihatnya lebih seperti ‘peramal’ yang siap memberi tahu apa yang dirasakan sampai ke yang harus dilakukan oleh masing-masing individu. Gambar yang saya dapat saat itu adalah gambar seorang wanita yang sedang mengelap jendela rumahnya dari arah dalam. Menurut penuturan ‘peramal’ tadi, saya yang mendapat gambar tersebut butuh untuk mencurahkan isi kepalanya dan segara menatanya kembali atau bisa juga berarti sedang rindu rumah. Sebagai kenang-kenangan pernah diramal, gambar yang didapat bisa dicetak dan saya bawa pulang sebagai oleh-oleh.
Waktu di dalam bangunan JNM Bloc berlalu begitu cepat hingga tidak terasa saya sudah menghabiskan dua setengah jam mengagumi mahakarya seniman dunia di ARTJOG 2024. Waktu yang cukup singkat jika dibandingkan dengan kunjungan saja di dua ARTJOG sebelumnya karena menurut saya karya seni yang dihadirkan kali ini kurang menunjukkan hubungan yang kuat dengan tema yang diangkat. Saya banyak kesulitan menginterpretasi dan mengaitkan instalasi yang ada dengan “Motif: Ramalan” sedangkan di tahun sebelumnya, tema “Motif: Lamaran” berhasil mengawinkan karya dan temanya dengan sangat amat baik. Begitu juga dengan “ARTJOG MMXXII: arts in common”di tahun 2022. Awalnya saya pikir saya akan sangat menyukai sajian tahun ini mengingat saya sangat menyukai tema ramalan tetapi karena sulit memetakan tema di setiap karyanya, ekspektasi awal saya jadi tidak tercapai. Semoga kedepannya inovasi dan gebrakan ARTJOG akan mengguncang dunia seni lebih hebat lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H