Mohon tunggu...
Idrus Bin Harun
Idrus Bin Harun Mohon Tunggu... lainnya -

Jama'ah Komunitas Kanot Bu.numpang di Bivak Emperom Banda Aceh\r\n\r\n\r\n\r\nhttp://www.idrusbinharun.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jika asmara sudah tak berlogika, Wajib cari kambing hitam

11 April 2011   19:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:54 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1302549940695507691

Engkau tinggalkan aku catatan harian

Dua puisi basi dan rekaman asmara buram

Mengapa selalu saja sepi kau buktikan dengan cara aneh

Kadang dengan menunduk dan tengkurap

Tau tidak?

30 hari sebelumnya,saat kau ajak aku menikmati secawan kopi dan senja imitasi,

Perasaanku tak sepenuhnya riang, ku artikannya sepura-pura mungkin untuk menghormati asmara kita yang ku prediksikan tak akan bertahan lama dan dalam waktu dekat karam di muara. Maka, jangan sekali-kali menyuruhku membuka catatan harian apabila aku sedang menginginkan dekap.

Engkau mesti paham dan sekolah lagi kalau tak mengerti perasaanku.

Kini setelah lama terhuyung dalam waktu senggang. Aku menulis sendiri cuaca di wajahmu, berkabut atau cerah, persetan. Aku hanya ingin mendeskripsikan. Bentuk-bentuk kepicikan dan tolol tidaknya mencintaimu dalam setengah musim.

Tentu saja kamu tidak tau

Asmara butuh kebohongan, untuk memastikan kita selalu bahagia berada dalam sepi. Meskipun sendiri, aku tak lagi mabuk puisi elegi.

Sebenarnya cinta tidak rumit, tapi kita terlalu bebal untuk memarodikan asmara. Makanya hari-hari ini kudapati rautmu pucat dan berkeriput.

Apakah termasuk golongan orang cerdaskah kita?

Bila setelah lama sekolah tapi masih saja linglung membuat batas yang jelas antara asmara dan cinta, antara mencinta dan dicinta. Meskipun rumit,  tak salah jika kawinkan saja kedua-duanya, agar dapat kita nikmati sambil tertawa-tawa.

Hari-hariku boleh saja gelap, dan lebih suka menyendiri menghabiskan waktu dengan puisi, tapi tidak serta merta aku menjadi penyair seketika. Diksi-diksi dan gaya ungkap telah kulaknat serta tunggu saja kucampakkan ke mukamu. Sebagai konsekwensi kita telah sepakat untuk tidak saling khianat.

Dari atas jembatan yang pernah begitu akrab, hujan tiba-tiba berhenti sendiri. Aku sudah mampu mengungkapkan kembali isi hati walau berupa sisa-sisa hati remuk dan jiwa karam. Jangan bersedih untuk itu. Gempa di sore itu memangkas obrolan yang sebenarnya tak lagi penting untuk dibicarakan pada orang sekitar.

Malam ini, setelah kubuang sial dari beranda rumah, aku dapat tidur senyenyak keinginanku sambil menertawai diri. Dari seberang mimpi yang amat jauh dari jangkauan, aku menyibukkan diri dengan tembang-tembang the panas dalam*.  Dengan sadar dan tanpa paksaan aku menggerutu: “dasar cowok sialan”.

29 september  2010. . kupi rumoh aceh bersama PW (menarik atas inspirasimu)

*band asal bandung yang nyeleneh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun