Bagaimanapun Cinta kita telah masuk jauh Ke dalam hikayat orang berbudaya Namun kita menampiknya
Kau penulis aku pembacanya Berhari-hari kita bolak-balik surat kabar Kita tetap jadi pembingung Yang tak tau mengarahkan pikiran
Aku masih sendiri Menyelesaikan tugu ingatan Di kota kita yang riuh dan bising Dan tak yakin mengartikannya dengan Tafsir-tafsir fiktif Aku pulang selepas magrib Dan listrik sepanjang jalan mengajariku Mengenal huruf balok pada neonbox lusuh
Sejak kapan kau kenal cinta Sejak tape recorder bekas Rutin kuputarkan lagu qasidah
Aku membenci kegagapan Membohongi dengan parody yang masuk akal
Ah barangkali jika sudah pulas Kita akan bergumam ; “ cinta layak disebut budaya “ Karena semua orang fasih mendefinisikan Maka setiap berita Koran pagi Tak pernah layak dikonsumsi anak-anak
Tapi becak yang kau tumpangi ke tempat kerja Mengingatkan aku pada nostalgia Tentang kepungan asap knalpotnya yang boros Dan kita harus mabuk, sayang
Sambil belajar mengarang kembali hikayat panjang Walau itu pura-pura
2006. Kampoeng Moelija. Banda Aceh [caption id="attachment_101867" align="aligncenter" width="300" caption="telah masuk ke dalam mulut orang berbudaya.(LENSAKIRI.KKB)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H