melahap buku pintar ini itu di ruang tunggu akan menjadikan kamu aneh seketika percayalah, di panggung-panggung hiburan orang-orang mempertanyakan kegalauan dengan memainkan gitar. mengiringi sedih dengan suara yang dibagus-baguskan. agar engkau menunduk dan menitikkan airmata yang tak perlu. segala sesuatu menjadi serius manakala di pagi hari tersaji lagu-lagu yang menyayat hati. ini negeri pilu dengan sejuta sembilu. ratap dan semacamnya telah menjadi agama baru. datang penganjur dari segala penjuru untuk meluruskan perasaanmu yang berantakan. [caption id="attachment_136296" align="alignnone" width="300" caption="kaum galau"][/caption] engkau yang terlihat murung berusaha bijaksana di tengah tekanan kerja dan perut lapar. bijaksana paling kontemporer adalah apatis. selebihnya, pura-pura bodoh. maka sekali waktu mestilah mengimami kami dengan kata bijak dari filsuf kebanggaan. tentang makna indah dan berantakan. tentang riuh dan damai. tentang pantat dan bawah pinggang. dulu ketika puisi masih bikin geli kau jarang mandi. berupaya terlihat asli. tapi setelah kening mengkerut, pikiran carut marut, kau semakin berat. padat. dan semakin dewasa saja dengan sejumlah hakikat-hakikat hidup yang kau pungut setelah prahara kentut. ah puisi telah lama mati semenjak urbanisasi kita kambinghitamkan. tinggal televisi saja yang membesarkan hatimu. dengan sajian-sajian untuk orang-orang kurang waras. revolusi pun pulas di kolong jembatan. menikmati arus penuh sampah dan bangkai ideologi. kau tak perlu peduli. semprotkan pewangi jika hendak berangkat. bawa serta galau agar selamat. maka, aku yakin kau akan tersesat. 14 Oktober 2011. Bivak Emperom. Banda Aceh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H