Sub Bab I Agama Pencerahan dan Kesejahteraan
Pada sub bab ini penulis menerangkan bahwa konsep beragama dalam realita kehidupan pada era modern ini terdapat beberapa fungsi yaitu sebagai pedoman hidup, petunjuk hidup, dan memberikan pencerahan. Ketika seseorang yang beragama akan menebar kebaikan dan menjauhi segala hal yang dapat menyebabkan konflik. Apabila terjadi sebuah konflik atau penyimpangan, kebijakan yang dapat diambil adalah dengan menerima dan menyikapinya yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an tentang amar ma'ruf nahi mungkar.
Pemahaman dalam beragama mengajarkan yaitu kedamaian antar sesama umat yang beragama. Dan sesuatu yang berfaedah terhadap duniawi serta mencerahkan dari keyakinan sebelumnya yang cenderung sesat dan menuruti hawa nafsu. Penyelesaian problematic seperti kefanatikan dan penanganan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan politik, Masyarakat, serta perekonomian. Menggunakan analisis yuridis normatif dan yuridis empiris yang mengkaji tentang Agama Pencerahan dan Kesejahteraan berikut ulasan yang penulis sampaikan :
Analisis Yuridis Normatif
Kasus keberagaman yang dilakukan oleh salah satunya pada tahun 2008 hingga 2010 masa gencarnya untuk mencari pengikut seperti kampanye dan pemilu. Sikap agresifitas ini menuntut adanya pengembangan yang dilakukan oleh sekelompok agama tertentu. Jika salah satu pihak menyentuh suatu hal yang bersifat rentan akan keyakinan, maka mengalami tensi tinggi dalam menjalankan pemilihan saat pemilu. Dalam kasus ini jika dikaji secara yuridis normatif bahwa tidak melibatkan adanya unsur agama dalam pemilihan umum sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016 menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang Undang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “kepercayaan”.
Analisis Yuridis Empiris
Mengkaji sebuah kasus secara yuridis empiris, yang bertentangan dengan konflik antar agama pada oknum pemeluk agama itu sendiri seperti konflik Ahmadiyah yang terjadi akibat dari adanya penyimpangan dari ajaran Ahmadiyah dengan pemahaman komponen ajaran pokok-pokok Islam secara umum. Kasus semacam ini dapat diselesaikan dengan dihadirkan lembaga MUI serta pengusutan secara tuntas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H