Berdagang menjadi salah satu mata pencaharian yang berlaku di tengah masyarakat, tak terkecuali bagi masyarakat kecil. Motif untuk berdagang pun beragam, dimulai dari meneruskan usaha orangtua, tekad mengubah keadan ekonomi, menyambung hidup, dsbnya.Â
Dalam pelajaran ekonomi, untuk melakukan perdagangan, dikenal adanya rumus keuntungan = penjualan -- beban. Namun, apakah beban yang mengenai pedagang kecil hanya berupa beban utilitas (listrik,air,dsbnya), beban pembelian bahan baku, dsbnya atau terdapat beban tak terbayangkan yang menimpa mereka?
Tak jarang niat pedagang kecil ini yang awalnya ingin menyambung kehidupan, dibuat pusing dengan banyaknya beban yang tak pernah mereka duga sebelumnya. Pada beberapa kesempatan, penulis acapkali berbincang dengan pedagang kecil dan menemukan benang merah bahwa mereka mengalami pemerasan oleh berbagai pihak, seperti oknum berwenang terkait, ormas, dan preman. Namun, pada kali ini penulis membatasi permasalahan pada pemerasan yang dialami pedagang kecil oleh oknum berwenang.
Agus (bukan nama asli) yang merupakan pedagang kopi asal Cianjur yang berjualan kopi di depan sekolah menuturkan bahwa oknum berwenang ini dalam satu hari razia terdiri atas tiga grup yang berbeda.Â
Artinya, dalam satu hari, Agus harus menyediakan tiga jatah untuk masing-masing grup. Biasanya oknum berwenang ini meminta rokok dua bungkus, artinya dalam satu hari tersebut, Agus harus menyediakan enam bungkus rokok. Bagi Agus, pemerasan ini dirasa sangat berat. "saya berjualan seperti ini mengambil keuntungan yang sedikit, sebulan kadang Cuma 2 juta, itu juga kalo rame, kalo lagi sepi, yah paling satu juta", tutur Agus.
Senada dengan Agus, Gugun (bukan nama asli) yang merupakan pedagang kopi asal Garut yang berjualan dekat terminal merasa keberatan dengan pemerasan oleh oknum berwenang ini.Â
Bagi Gugun, niat merantau adalah untuk mengubah keadaan hidupnya. Namun, beban tak terduga yang dirasakan Gugun membuat keuntungan yang diperolehnya sangat sedikit.
 Pemerasan yang dilakukan oknum berwenang kepada Gugun berupa uang tunai. "yah, biasanya mereka datang minta jatah sebulan sekali, tapi mereka datang tiga grup yang berbeda, jadinya tiap grup harus dapat jatah uang tunai yang sudah ditentukan mereka" tutur Gugun.
Bagi mereka, pemerasan yang dilakukan oleh oknum berwenang sangatlah meresahkan. Namun, mereka harus tetap melakukannya agar dapat melanjutkan usahanya untuk berdagang. Mereka terjebak dalam lingkaran setan dan tidak memiliki kekuatan untuk mengubahnya.Â
Pada akhirnya, mereka hanya dapat pasrah dengan keadaan yang menimpa mereka. Sudah saatnya pedagang kecil ini diberikan tempat berjualan yang murah dan ramai pengunjung agar asa mereka menyambung hidup terjaga dan budaya pemerasan ini perlahan menghilang. Penguatan masyarakat kelas bawah pun harus diberdayakan agar semua orang memiliki kekuatan yang sama dalam menyuarakan kesusahannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H