Mohon tunggu...
Della Anna
Della Anna Mohon Tunggu... Blogger,Photographer,Kolumnis -

Indonesia tanah air beta. Domisili Belanda. Blogger,Photographer, Kolumnis. Berbagi dalam bentuk tulisan dan foto.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Terkuak Sejarah ''Soekarno Tidak Pernah Dibuang ke Boven Digul,'' Pembodohan Nasional atau Taktik Politikkah?

26 Agustus 2013   21:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:46 15213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak menyangka bahwa hasil berburu buku-buku tua di bursa buku ternyata menggiring saya kepada situasi yang sangat membingungkan. Bingung bukan karena saya lahir setelah masa Perang Dunia ke II, tetapi bingung karena apa yang saya pelajari pada bangku sekolah di Indonesia sejak sekolah dasar sampai universitas tentang Sejarah Indonesia, ternyata kini terbalik kepala di bawah dan kaki di atas. Dalam arti keraguan saya akan ke absahan susunan sejarah nasional itu mulai tumbuh.

Saya pernah menulis di Kompasiana ini tentang ''Pembodohan Nasional G30 S PKI 1965'' oleh rezim Orde baru, ketika itu tulisan ini meledak dan berjalan hampir ribuan  bahkan puluhan ribu blog atau mungkin ratusan baik itu pribadi, Facebook dan juga portal berita Indonesia. Propaganda rezim Orde Baru tentang kejahatan antek-antek komunis di negeri ini mendapat cap ''sejarah kelam/hitam'' Indonesia ketika masa peralihan Orde Lama ke Orde Baru. Namun sayang, propaganda ini akhirnya menghembuskan aroma keraguan bagi kita generasi muda Indonesia setelah kritikan bermunculan ke atas meja yang di arahkan kepada rezim Orde Baru. Bahwa apakah benar terbunuhnya ke tujuh  orang para Jenderal itu dilakukan oleh PKI? Apakah hal itu bukan rekayasa politik dengan ikut campurnya Amerika Serikat di belakang layar?Ketika itu Soekarno memang sudah mengadakan kontak dengan Kremlin. Di sinilah kekhawatiran AS untuk Asia. PKI ketika itu dianggap sebagai Ormas yang membahayakan kelangsungan pemerintahan Republik Indonesia.

Banyak setelah itu opini keraguan ini muncul pada media online. Sampai saat ini SejarahIndonesia tentang hitam kelam tragedi G30S PKI 1965 tetap berlaku, hanya saja tidak lagi merupakan keharusan bahwa setiap sekolah harus menonton tayangan film G30S PKI/1965 yang dibuat oleh Arifin C.Noer. Sebuah propaganda yang akhirnya mencoreng Sejarah Nasional sendiri.

Kembali kepada buku tua yang saya buru pada pasar bursa buku-buku tua di Belanda ini.

foto.dok.pribadi DellaAnna2013

Dengan tidak sengaja saya menemukan sebuah buku yang ditulis oleh I.F.M Salim yang ternyata adik kandung dari  almarhum politikus Indonesia yang sangat terkenal Haji Agoes Salim.

Buku ini di tulis dalam bahasa Belanda oleh I.F.M Salim tahun 1973, dicetak oleh Percetakan Contact- Amsterdam. Tebal buku 436 lembar halaman dengan perincian 424 isi kisah sejarah dan sisanya daftar literatur.

Buku ini mendapat reaksi dari Prof. Schermerhorn sebagai mantan Perdana Menteri Kabinet pertama Belanda yang dibentuk oleh Ratu Wilhelmina setelah PD ke II baru saja selesai, dan mendapat dukungan dari Prins Bernhard Fonds.

Dengan judul yang sangat menarik perhatian "Vijftien jaar Boven-Digoel Concentratiekamp in Nieuw-Guinea." Dan dengan pelengkap judul yang lain ‘’Bakermat van de Indonesische onafhankelijkheid.’’

Dengan memakai cover buku yang sangat kuat karena terbuat dari kanvas dan dengan memakai warna merah putih selayak warna bendera Indonesia - Dwi Warna. Dengan memakai gambar rumah Gadang Minangkabau berwarna putih. Menurut penulis I.F.M Salim beliau memang sengaja memilih warna dan gambar ini untuk cover buku.

1377524972160366919
1377524972160366919
Pada isi buku tercantum foto dokumenter antara lain Ayahnda I.F.M Salim, Haji Agoes Salim, penulis sendiri I.F.M Salim dan Sjahzam adik dari Soetan Sjahrir

Resensi buku;

Buku ini menurut opini saya adalah saksi sejarah Indonesia yang sangat penting, karena isinya adalah historis  dokumen yang ditulis oleh seseorang yang dibuang dan menjalani masa pengasingan sebagai tahanan politik di Tanah Merah dan Tanah Tinggi area Boven Digul, dimana ketika itu masih berada di bawah kekuasaan kolonial.

Penulis dokumenter yang sangat penting ini adalah I.F.M Salim sendiri, yang pada masa pembuangan itu mengalami tekanan yang sangat tidak adil dari kedua belah pihak yang berkuasa, yaitu dari regim Indonesia dan dari regim kolonial. I.F.M Salim setelah masa pengasingan menuju negeri Belanda melalui Australia.

Setelah Indonesia merdeka, maka pada tahun 1973 beliau menulis dokumenter bersejarah ini yang membuka tabir sejarah nasional tentang apa yang sebenarnya yang terjadi pada penjara pengasingan untuk tahanan politik di Tanah Merah, Tanah Tinggi Boven Digul.

Secara detail ditulis bahwa mantan Presiden Soekarno tidak pernah dibuang dan menempati masa pengasingan di Boven Digul. Untuk Soekarno saat itu rezim kolonial lebih memilih ''mild vorm'' atau cara ringan lain dengan menempatkan beliau di Flores. Dengan asumsi beliau akan mendukung dan memberi suara untuk kepentingan kolonialisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun