[caption id="attachment_389508" align="aligncenter" width="512" caption="Bundaran (roundabout) di depan Hotel Indonesia Jakarta /foto goodmorningjakarta.wordpress.com"][/caption]
Inilah gambaran lalu lintas pada bundaran atau roundabout di Jakarta yang kita kenal sebagai Bundaran HI. Dan masih banyak lagi jalur lalu lintas  berbentuk bundaran dibeberapa tempat di Indonesia termasuk di daerah-daerah.
Kalau kita perhatikan, bundaran lalu lintas ini masih jauh dari sempurna jika kita bandingkan dengan negara lain yang mencoba menerapkan sistim roundabout ini. Pada bundaran lalu lintas seperti kita saksikan di bundaran HI ini masih semua dijadikan satu, antara pengendara kendaraan beroda empat  dan beroda dua (motor), tidak jadi soal apakah motor itu motor yang klasifikasi cc nya kecil atau besar. Dan kalau kita tilik lagi segi efisiensi atau kegunaannya maka jelas situasi lalu lintas pada bundaran HI seperti kita saksikan sehari-hari tidak menciptakan harapan bahwa lalu lintas di Jakarta yang padat akan terselesaikan dari kurun waktu ke waktu. Tidak jadi soal siapa yang menjadi pemimpin daerahnya.
Pemerindah daerah dengan instansi terkait sudah saatnya mencoba memisahkan jalur pengguna lalu lintas antara kendaraan beroda empat dan dua. Dan sudah saatnya ditinjau kembali jumlah izin kepemilikan kendaraan baik itu roda empat atau dua untuk mengindahkan kemacetan lalu lintas. Juga berani menata secara berimbang jumlah penduduk dan kepemilikan kendaraan. Tidak logis bukan kalau jumlah penduduk Jakarta misalnya hanya 5.000 jiwa tetapi jumlah kendaraan yang tercatat melebihi angka 15.000 kendaraan baik roda empat dan dua. Pantas saja kendala lalu lintas tidak ada habis-habisnya. Bukan berarti setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kendaraan pribadi, bukan! Namun Pemkot harus menetapkan kebijaksanaan terkait balans antara jumlah penduduk plus urban penduduk dengan alat transportasi baik itu umum atau pribadi. Inilah kunci yang utama. Daripada kita harus membuang budget bangun jalan tol atau layang sana sini, tetapi tidak ada formula bagaimana mengatur lalu lintas yang tepat.
Nah, apakah kita mau mengubah bundaran (roundabout) dengan tujuan menekan kemacetan dan kepadatan pengguna lalu lintas?
Berbagi soal penggunaan lalu lintas roundabout (bundaran) ini saya ingin mengajak para pembaca ikut memikirkan bagaimana kita memulai menata disiplin lalu lintas demi keamanan pengguna jalan khususnya dan kita penduduk umumnya dan rakyat Indonesia secara global.
[caption id="attachment_389511" align="aligncenter" width="480" caption="foto dok DellaAnna2015"]
Pada foto no. 1 ini saya perlihatkan roundabout yang dibuat untuk digunakan bagi seluruh jenis kendaraan umum dan pribadi termasuk pejalan kaki yang masuk hitungan pengguna lalu lintas.
Bus penumpang umum, kendaraan biasa, taxi, sepeda motor besar, sepeda motor khusus, pengemudi sepeda dan zebra penyebrangan untuk pejalan kaki.
- Pengemudi sepeda motor kecil dengan klasifikasi khusus diwajibkan berada dalam jalur yang sama dengan pengemudi sepeda.
- Pengemudi sepeda motor besar atau yang kita kenal dengan bahasa kerennya MG Â atau Motor Gede atau Motor Besar diwajibkan menggunakan jalur bersama dengan bus atau taxi atau kendaraan personal roda empat lainnya.
- Kendaraan personal, taxi, bus dan motor besar harus berhenti dalam bundaran (roundabout) untuk memberi kesempatan pengguna roundabout lainnya seperti sepeda dan sepeda motor klasifikasi khusus yang akan lewat.
- Dan seluruh pengendara baik itu bus, taxi, kendaraan personal, motor besar, sepeda, dan sepeda motor klasifikasi khusus diwajibkan memberikan izin bagi pejalan kaki yang sudah ada pada alur zebra penyebrangan.
Seluruh pemakai jalan dalam arus lalu lintas diwajibkan berhenti atau memperlambat laju kendaraannya bila terdengar sirene dan kerlap kerlip lampu emergenzy dari yang berikut seperti ini; Ambulans, mobil Pemadam kebakaran dan Polisi.
Demikian kronologis disiplin pengguna masing-masing jenis kendaraan yang berjalan dengan sangat efisien. Dapat dibaca pada keterangan dalam  foto yang saya buat.