''Kalau tau begini, ngapain kawin ama nih orang. Percuma!"
Mengutip umpatan seorang istri asal Filipina yang menikah dengan pria Belanda usia 70 tahun. Pria ini seorang pensiunan dan penerima AOW (Algemene Ouderdomswet) setiap bulan dari pemerintah. Istri asal Filipina berusia 42 tahun dan mereka baru menikah 2 tahun yang lalu.
Secara kebetulan saya membaca status ini pada facebook.
Diskusi kekecewaan pada media sosial tentang masalah perkawinan campuran. Ternyata perkawinan campuran masih menyimpan problematik besar sekitar hak dan kewajiban sebagai warga negara pada negeri yang baru.
Bukan karena para istri atau partner ini minim pengetahuan atau kurang informasi di samping faktor bahasa. Namun, penyebab utama yang paling esensial adalah kelirunya pemahaman.
Para wanita ini berharap, dengan pernikahan mereka, maka mereka bisa membantu finansial keluarga besar di kampung halaman. Sementara dalam realitas kehidupan pernikahan barunya, terjadi justru bertentangan dengan harapannya. Tak mengherankan acap terjadi pertengkaran internal rumah tangga yang berakhir dengan perceraian. Sang istri yang kecewa akhirnya angkat kaki lari pulang ke negeri asalnya.
Kembali dari inti kekecewaan istri Filipina, wanita ini kecewa oleh karena tidak mendapat uang dari instansi pajak. Kisah dapat uang setiap bulan beliau dengar dari facebook, bertemu dengan suami Belanda juga lewat site dating Facebook. Suaminya tidak membimbing untuk mencerahkan atau suami sama sekali tidak paham peraturan, atau suami memang sengaja tidak berbagi soal- soal finansial terkait kewajiban membantu keluarga besar sang istri.
Istri tidak bekerja, dapat uang bulanan dari pemerintah melalui instansi pajak
Kalau baca begini maka pemikiran kita otomatis seperti ini, ''Wah enak ya, kawin dan tinggal di Belanda, gak kerja dapat duit tiap bulan dari pemerintah.''
Wait, jangan cepat berpikir ke arah demikian. Pemikiran ini sangat menyesatkan. Belanda bukan kolam susu atau tanah surga.
Di mata saya, selama saya tinggal di Belanda, maka Belanda tidak pernah memberi gratis bantuan keuangan. Pemerintah Belanda itu sangat piawai, cerdik, dan licin menata keuangannya.
Apa yang Belanda beri melalui pelbagai instansi sosial untuk membantu para warga adalah hasil dari ''pemutaran uang warga sendiri.'' Dalam arti, yang kita terima gratis yaitu uang yang berasal dari dompet kita sendiri. Nah, jelas kan.
Luas negara belum lagi sebesar Jawa Barat, Indonesia. Dan penduduknya belum lagi mendekati angka 20 juta jiwa. Tetapi, Belanda mampu mengolah keuangan negara agar para istri yang tunakarya, pengangguran, pendidikan, kesehatan dan lain-lain sektor sosial bisa tercakup mendapat perhatian pemerintah dalam soal bantuan keuangan, bahkan bisa beri gratis makanan, tempat berlindung sementara kepada para pencari suaka sampai proses mereka selesai. Itu soal kebutuhan hidup warganya. Belum lagi soal-soal infrastruktur pemerintahan dan ikut serta kebijakan multi nasional dan internasional dalam lingkup EU dan dunia.
Untuk jelasnya, setiap orang yang memiliki pendapatan atau penghasilan (income), baik itu sebagai karyawan, pengusaha, pensiunan, penerima bantuan sosial AOW (AlgemeneOuderdomswet), wajib membayar pajak. Kewajiban ini ''much,'' dalam arti siapa yang menolak membayar pajak, menghindar, atau memanipulasi kewajiban dengan cara melawan hukum akan berurusan dengan yang berwajib.
Peraturan pajak menetapkan dengan teliti setiap tahun fiskal, berapa besar kecilnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak setiap tahun fiskal. Siapa yang berhak menerima potongan pajak, dan siapa wajib pajak yang bebas dari kewajiban membayar pajak.
Tidak ada satu orang pun warga negara wajib pajak yang bisa melarikan diri untuk menyembunyikan harta keuangannya dengan selamat. Tidak The King atau The Queen, dan tidak juga perdana menteri dan mereka pejabat pemerintah, apalagi rakyat biasa.
Kerja sama antara instansi pajak dengan bank dan tempat perusahaan atau tempat usahawan dan karyawan sangat ketat. Tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Laporan keuangan dari perusahaan akan terkait dengan perincian rekening dari bank dan instansi pajak. Setiap akhir tahun, bank, tempat pensiun, perusahaan akan memberikan ''surat laporan tahunan (jaaropgave)'' kepada wajib pajak tentang saldo tahunan yang dihitung sejak 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Surat ini wajib diperlihatkan kepada instansi pajak.
Instansi pajak ibarat ''anjing pelacak'' yang mampu mencium aroma harta yang tertimbun secara ilegal.
Bukan hanya wajib pajak, tetapi juga hak mendapatkan potongan pajak dari pemerintah
Nah, pertanyaan kita, ''Ini gimana sih? Kok sudah wajib bayar pajak masih juga ada hak?''
Anda tidak salah baca, hak. Satu kali lagi saya tulis ''hak'' untuk mendapatkan potongan pajak, yang kalau dalam bahasa Belanda disebut Algemene Heffingskorting (potongan pajak umum).
Ternyata, pemerintah Belanda melalui instansi Pajaknya banyak memberikan apa yang disebut ''korting.'' Dari korting untuk potongan Pajak Umum (algemene heffingskorting), korting untuk karyawan (arbeidskorting), sampai korting untuk anak-anak (kinderkorting), bonus dari tempat kerja (werkbonus) dan lain-lain bentukan korting.
Yang kalau kita amati satu-satu, maka kesimpulan kasar bagi mereka yang tidak cermat mengetahui liku-liku pajak akan memberikan kesimpulan sebagai, ''Wow, negeri kolam susu, tanah surga yang hebat. Apa saja dapat korting, gratis.'' Benarkah demikian?
Di atas, saya sudah uraikan bahwa apa yang diterima warga secara gratis itu sebenarnya berasal dari dompet mereka sendiri.
Pemerintah akan mengatur sedemikian rupa agar pajak yang sudah dibayar oleh wajib pajak, kelak akan kembali lagi kepadanya melalui jalan lain, yaitu istrinya yang tidak bekerja, atau istrinya yang bekerja tetapi jumlah jam kerja belum mencapai standar ketentuan kena wajib pajak. Brilian!
Dalam hal ini, pemerintah mau memperlihatkan bahwa warga juga memiliki ''hak.''
Untuk pemikiran saya, echt slim (really smart) kalau pemerintah Belanda bermain dalam taktik fiskal untuk menciptakan image, seakan-akan pemerintah berbaik hati memberikan uang bulanan kepada seorang istri yang tidak bekerja.
Di lain pihak, saya menilai taktik fiskal ini sangat piawai untuk memberikan kepercayaan kepada wajib pajak, bahwa ''Nah, inilah uang kalian sendiri. Kami mengembalikannya, tetapi kini kepada pihak lain di dalam keluarga, yaitu istri sendiri yang tidak bekerja atau bekerja tetapi jumlah jam kerja masih terlalu jauh dari standar ketentuan wajib pajak.'' Unbelievable!
Siapa saja yang mendapat ''hak'' menerima korting atau potongan pajak?
Jawabannya adalah, mereka (para istri atau partner) yang lahir sampai tanggal 31 Desember 1962. Bila mereka tidak bekerja (hanya sebagai ibu rumah tangga), atau bekerja dengan total jam kerja yang masih di bawah ketentuan standar wajib pajak, maka pemerintah melalui instansi pajak memberikan uang setiap bulan selama setahun. Uang ini disebut sebagai algemene heffingskorting (potongan pajak umum). Asal dari potongan pajak umum ini adalah dari uang pajak yang telah dibayar oleh suaminya selaku wajib pajak.
Ada pertanyaan lagi, gimana sih kalau lahir tanggal 1 Januari 1963 dan seterusnya?
Jawabannya, mereka yang lahir tanggal 1 Januari 1963 sampai 31 Desember 1972, juga akan menerima potongan pajak umum (algemene heffingskorting). Hanya saja bagi mereka berlaku ketentuan khusus. Selain mereka menerima dalam jumlah yang tidak sama dengan mereka yang lahir sampai 31 desember 1962, juga jumlah yang mereka terima total setiap tahun akan berkurang terus. Dengan kata lain pemerintah melakukan pengurangan secara perlahan sampai akhirnya potongan pajak umum ini terhenti pada tahun 2024. Mereka tidak akan menerima potongan pajak umum lagi.
Besar kecil jumlah potongan pajak umum (algemene heffingskorting) tergantung dari besar kecil jumlah pajak yang dibayar oleh wajib pajak.
Nah, pertanyaan lagi, gimana dengan istri Filipina di atas yang berusia 42 tahun. Apakah beliau mempunyai hak?
Jawabannya, istri Filipina itu tidak mempunyai hak untuk mendapatkan potongan pajak umum (algemene heffingskorting) dari pajak yang telah dibayar oleh suaminya selaku wajib pajak.
Mengapa? Oleh karena istri Filipina itu kelahiran tahun 1975. Para istri atau partner yang lahir pada tanggal 1 Januari 1973 dan seterusnya, tidak berhak mendapatkan potongan pajak umum dari pemerintah.
Sumbangsih tulisan saya, apakah pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian keuangan dapat memperhatikan kesejahteraan sosial para ibu rumah tangga yang tidak bekerja, dengan mengembalikan minimal sekian persen dari pajak penghasilan yang telah dibayar oleh suaminya selaku wajib pajak? (da241117nl)
Tulisan ini juga untuk mencerahkan pemahaman bagi wanita Indonesia yang akan menikah dengan pria Belanda.
Referensi  | 1 |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H