Buku ini ditulis oleh penulis dengan kosakata yang sederhana sehingga dapat dengan mudah dicerna dan dipahami isi dari buku tersebut. Hanya saja, terkadang di beberapa bagian dalam buku ini terdapat beberapa pilhan kata dan gaya bahasa yang memiliki ciri khas tersendiri dalam penulisannya sebab di dalamnya cukup banyak terdapat beberapa ungkapan majas yang ditulis pada setiap bab dalam buku ini sehingga hal demikian dapat memberikan kesan yang menarik kepada para pembacanya.Â
Dalam buku ini juga banyak sekali pesan tersirat maupun tersurat yang dapat mengembangkan pola pikir kita sehingga setelah kita membacanya, secara tidak langsung akan memperoleh berbagai pandangan serta wawasan tambahan untuk kita.Â
Dalam setiap pembahasan buku ini lebih banyak menekankan aspek keagamaan namun bukan berarti melupakan aspek positif lainnya, tetapi juga banyak sekali ditemui dalam buku ini terkait berbagai macam nilai-nilai kehidupan sosial yang mengajarkan kita arti dari pengabdian, tolong-menolong, kekeluargaan, kesetiaan, kepedulian, rasa memiliki, disiplin, empati, keadilan, toleransi, kerjasama, dan demokrasi.
Seperti halnya cerita dalam buku ini, Â penulis merangkai kisah berkesan ini melalui gambaran seorang tokoh bernama Bahar yang mana diceritakan bahwa Bahar merupakan seorang anak berperangai buruk, seolah-olah dalam hatinya tidak ada secercah kebaikan sedikit pun.Â
Pendidikan yang ia tempuh semasa sekolah berakhir kurang memuaskan, ia tidak lulus sekolah, memiliki tabiat buruk namun pada akhirnya ia mampu berubah menjadi sosok yang di hormati oleh orang-orang sekitarnya di masa hidupnya, sehingga sosok Bahar ini sesuai dengan interpretasinya dalam kisah buku  ini bernama Bahar Safar, bahar yang berarti laut. Bahar memiliki kemurahan hati yang sangat kuat sehingga diibaratkan seperti lautan yang tak dapat diukur oleh kita.Â
Safar yang memiliki arti perjalanan dan perjalanan dalam kisah ini menggambarkan bagaimana kisah hidupnya di dalam buku ini tidak melulu berjalan dengan semestinya sesuai harapan namun juga banyak sekali ditemui berbagai rintangan yang harus dihapai.
Kisah dalam buku ini akan mengisahkan tiga orang murid yang seringkali berbuat onar di sekolah agama atau pondok pesantren, dimana suatu ketika pondok pesantren sedang kedatangan tokoh yang penting.Â
Ketiga murid badung tersebut yang bernama Hasan, baso, dan Kaharuddin melakukan tindakan jail dimana ketiganya berencana untuk mengganti gula dengan garam agar minuman teh yang diberikan  kepada tamu penting bukan terasa manis melainkan asin, namun tanpa disangka tamu penting yang merupakan tokoh yang akan mencalonkan diri sebagai presiden itu tidak memberikan reaksi yang diharapkan dan justru mengatakan bahwa teh yang dihidangkan kepadanya itu nikmat.Â
Hal itu tentu saja membuat ketiga murid jail tersebut merasa berada di posisi yang aman karena tindakan mereka tidak diketahui oleh siapapun namun pemilik pesantren yaitu Buya atau Kyai mengetahui tindakan usil yang dilakukan oleh ketiga murid tersebut.Â
Banyak perilaku onar yang diperbuat oleh ketiga murid tersebut karena ketignya memang merasa tidak betah di pondok pesantren tempat mereka menuntut ilmu itu, alasan mereka seringkali berbuat onar adalah tidak lain dan tidak bukan dengn tujuan agar bisa dikeluarkan dari sekolah agama atau pesantren tersebut.Â
Namun Buya atau Kyai tidaklah memiliki sufat yang mudah putus asa dengan mengambil keputusan untuk segera mengeluarkan ketiga anak didiknya itu justru ia berpikir bahwa ada cara khusus untuk mendidik ketiga anak murid jailnya itu agar mereka bisa merubah perangainya menjadi lebih baik.