Sejak hari senin kemarin, di beranda fb berseliweran status teman-teman sesama BMI yang mengupdate status tentang kematian tragis yang dialami oleh dua wanita warga negara Indonesia. Komen-komen pun bertebaran ditiap status tentang pembunuhan tersebut. Ada yang mencela, menghujat, mencaci serta seolah-olah "nyukurin" pada kedua korban. Mungkin karena keduanya digosipkan bekerja sebagai PSK, tapi saya sendiri tidak tahu dengan pasti apa pekerjaan mereka sebenarnya di Hong Kong. Tapi, ada pula yang mendoakan, ada yang dengan berani menasihati para pencaci, toh memang tidak ada siapapun menginginkan kematian yang tergolong mengerikan tersebut. Walau, tanpa dipungkiri pula, keduanya (mungkin) memang bersalah.
Dan, tadi pagi si bos bercerita pada saya tentang kejadian pembunuhan tersebut. Ternyata si bos baru saja membaca beritanya di koran lokal berbahasa kantonis. Nasihat dan petuah pun keluar lepas dari bibir seksi si bos. Intinya memang harus "siu samti" (berhati-hati), apalagi ini adalah negeri orang. Iya, benar kata si bos. Sebenarnya bukan hanya di negeri beton ini saja dapat terjadi kejadian pembunuhan seperti itu, mungkin di Indonesia juga ada. Ah, semoga tidak ada.
[caption id="attachment_333060" align="aligncenter" width="480" caption="berita pembunuhan WNI dimuat koran lokal (foto/cuzzy)"][/caption]
Tragis!!! Ya, memang. Pembunuhan yang cukup menarik simpati para BMI Hong Kong. Dan selama kurang lebih empat tahun berada ditengah hiruk pikuk negeri beton ini, baru kali ini saya mendapat berita pembunuhan sadis menimpa WNI. Betapa tidak, kedua perempuan WNI tersebut ditemukan sudah dalam keadaan tak bernyawa dan dalam kondisi yang sangat mengenaskan di apartemen mewah di daerah Wan Chai. Dan diketahui bahwa pemilik apartemen tersebut adalah seorang pria yang bernama Rurik Jutting, 29 tahun berasal dari Inggris. Rurik juga menurut info adalah seorang lulusan dari Universitas Cambridge dan juga mantan karyawan Bank of America Merrill Lynch di daerah Wan Chai District.
Korban pertama bernama Sumarti Ningsih, 25 tahun, berasal dari Cilacap ( kota kelahiran saya juga nih). Jasad korban ditemukan dalam keadaan tak berpakaian, ditekuk dalam koper, kaki menjulur keluar dan kepala yang nyaris terpisah dari badannya. Saya tak dapat membayangkan apa yang telah terjadi pada korban. Entahlah, saya merasa ngeri sendiri. Mungkin sang korban juga tak mengharap kejadian demikian.
Sementara korban kedua bernama Seneng Mujiasih, berusia 30 tahun, berasal dari Muna, Sulawesi. Korban ditemukan dalam keadaan tak mengenakan pakaian juga, tergolek dilantai dan dalam keadaan luka parah. Didapati luka akibat gorokan pada leher dan pantat korban.
Kenapa saya menyebut mereka WNI, bukan BMI? Karena mereka berdua tidak memiliki visa kerja. Sumarti Ningsih datang ke Hong Kong dengan menggunakan visa turis (dia pernah bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga di Hong Kong). Dan Seneng Mujiasih (Jesse Lorena) telah berada di Hong Kong selama 6 tahun. Seneng bekerja sebagai PRT selama 3 tahun, kemudian dia overstay selama 3 tahun berikutnya.
Tak ada sesiapa yang melaporkan kejadian sadis ini, melainkan si pembunuh tersebut. Dia menelpon polisi dan meminta untuk memeriksa apartemennya. Mungkin perasaan bersalah atau ada sesuatu lain hingga membuat si pembunuh menelpon polisi.
Seperti apapun kejadiannya, semoga menjadi pelajaran dan dapat diambil hikmahnya. Berharap di perantauan ini, semua BMI (khususnya BMI HKG) terhindar dari hal-hal yang buruk. Dan, berusaha tetap menjaga nama baik diri pribadi, keluarga, bangsa dan juga agama.
Dan, semoga juga tidak ada hujatan ataupun makian pada yang telah tiada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H