Pada saat ini, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tengah menghadapi masalah serius. Munculnya paham-paham radikalisme dan terorisme menjadi ancaman bagi bangsa ini. Ancaman ini diwujudkan dalam bentuk tindakan kekerasan, tawuran, dan sebagainya yang merusak mengancam keselamatan masyarakat. Ancaman ini bila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan dampak yang besar bagi bangsa Indonesia yaitu pudarnya  persatuan dan kesatuan.Â
Berdasarkan Laporan Institute for Economics and Peace (IEP) bertajuk Global Terrorism Index (GTI) 2023, Indonesia menempati urutan ketiga negara yang paling terdampak terorisme di kawasan Asia Pasifik. Indonesia tercatat memperoleh skor sebesar 5,502 poin. Data dari Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan bahwa 33 juta penduduk terpapar radikalisme di Indonesia pada tahun 2020-2021. Dari kedua data tersebut dapat dilihat bahwa paham-paham radikalisme dan terorisme sudah menyebar di Indonesia, bahkan membuat Indonesia masuk peringkat 3 sebagai negara paling terdampak terorisme di Asia Pasifik. Lantas kenapa hal ini bisa terjadi ?
Setidaknya terdapat 2 penyebab mengapa paham-paham radikalisme dan terorisme bisa menyebar di Indonesia. Pertama yaitu kualitas SDM yang rendah. Kualitas SDM rendah yang dimaksud adalah kurangnya pengetahuan akan paham-paham radikalisme dan terorisme. Orang-orang yang memiliki pengetahuan kurang tentu tidak tahu paham-paham radikalisme dan terorisme itu seperti. Ketidaktahuan inilah yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikalisme dan terorisme untuk menyebarkan pahamnya.
Kualitas SDM yang rendah juga ditunjukkan dengan mudahnya terjadi konflik karena diadu domba oleh kelompok-kelompok radikalisme dan terorisme. Kelompok-kelompok radikalisme dan terorisme dapat membuat suatu berita/isu yang dapat menghasut orang-orang untuk membenci suatu kelompok hingga terjadi konflik. Contoh beberapa tahun yang lalu terdapat berita hoax tentang Jokowi yang merupakan anggota PKI. Berita tersebut dapat menimbulkan konflik antara rakyat dan pemerintah karena PKI merupakan organisasi terlarang di Indonesia.
Kedua adalah paham ekstremisme yaitu paham atau keyakinan yang sangat kuat terhadap sesuatu melebihi batas kewajaran dan dapat melanggar hukum (diambil dari  www.dw.com). Paham ekstremisme dapat menimbulkan kebencian terhadap suatu kelompok atau keyakinan. Hal itu disebabkan karena penganut paham ekstremisme menganggap keyakinannya yang paling baik dan benar sehingga keyakinan lainnya harus dilawan. Cara melawannya dapat melalui kekerasan yang menimbulkan korban jiwa.
Pemerintah sudah berusaha untuk melawan paham-paham radikalisme dan terorisme. Hal-hal itu dibuktikan dengan diciptakannya  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pemerintah sudah membubarkan dan melarang organisasi-organisasi radikalisme dan terorisme seperti HTI pada 19 Juli 2017 dan FPI pada 30 Desember 2020. Pemerintah juga membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Datasemen Khusus 88 (Densus 88) untuk menangani kasus terorisme di Indonesia. Hasilnya pun cukup baik yakni pada tahun 2023 Polri menangkap 142 orang tersangka teroris.Â
Menurut saya upaya yang dilakukan kurang karena kurangnya tindakan preventif yang bersifat edukatif. Tindakan tersebut contohnya sosialisasi atau kampanye gerakan anti radikalisme dan terorisme. Hal itu dinilai penting karena banyak penduduk Indonesia yang kurang memiliki pengetahuan radikalisme dan terorisme. Harapannya bila setiap penduduk memiliki pengetahuan radikalisme dan terorisme maka mereka tidak akan terpapar paham  radikalisme dan terorisme.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H