Keberadaan daya magis di zaman modern membuat kita memuntahkan barang atau pemikiran irrasional. Namun, pada kali ini saya akan membahas tentang sudut pandang magis dalam aspek pelestarian budaya Jawa. Daya magis sering kali diistilahkan sebagai daya isoteri keris pusaka. Penempatan aura mistis dan kemungkinan hal yang terjadi di masyarakat dulu, mungkin terbilang hal yang sangat mustahil untuk diilmiahkan. Sedangkan tulisan saya kali ini menepatkan sebuah fenomena budaya yang bagi sebagaian masyarakat dikategorikan dalam ranah mistis dan irrasional harus dijelaskan lewat teori-teori budaya yang ilmiah. Daya magis keris memang sulit dibuktikan dengan kasat mata namun yang dapat dibuktikan ialah reaksi masyarakat mulai dari takut, ngeri, khawatir, penasaran bahkan antipati. Reaksi-reaksi inilah yang nampak nyata dari daya magis keris.
Tidak diketahui pasti dari mana timbulnya rasa takut yang dapat mengarah ke hati. Namun, r
asa takut itulah yang terkadang membuat orang enggan mendekatinya. Daya magis inilah yang menimbulkan mitos-mitos sejarah yang berkembang di masyarakat seperti dari cerita-cerita pewayangan, kethoprak (babat tanah jawa) dan ludhruk (kisah khas jawa timur),Â
dan tontonan televisi yang tidak luput dari daya magis yang dimiliki keris tertulis di sejarah bagaimana peran daya magis keris terhadap tokoh-tokoh revolusioner, dalam peran nya Pangeran Diponegoro yang sering disebut sebagai sang pangeran dari Tegal Rejo ini selalu membawa keris  yang ditempatkan di samping pinggulnya.Â
Bila keris pusaka yang dinamai 'keris kyai carang mayit' ini mengeluarkan bau amis maka pasukan Pangeran Diponegoro akan lebih unggul.Â
Namun, jika keris ini mengeluarkan bau melati maka pasukan Pangeran Diponegoro akan lebih banyak korban yang berjatuhan dipihak pasukan Jawa. Tokoh-tokoh pahlawan kemerdekaan tidak juga ketinggalan dengan kerisnya salah satu tokoh revolusioner di Surabaya yang membakar hangus arek-arek suroboyo dengan orasi dan pidatonya, dia adalah Bung Tomo dengan gayanya yang membawa keris yang dinamai 'manyengkelit' di mantel nya.Â
Namun, dalam konteks keris yang dibawa Bung Tomo ini bukan untuk menakuti Belanda, sebagai artefak yang membuat pembawanya lebih kelihatan berani dan sangar dan lebih berwibawa. Dalam hitam putih itu terlihat jelas potret Bung Tomo dengan keris yang diselipkan di bagian pinggang nya.
Keris merupakan warisan budaya Nusantara dan Melayu. Sehingga keris bukan hanya identik pada budaya Jawa saja. Keris lazim saja digunakan oleh masyarakat Bugis, Riau dan Bali sebagai pelengkap pakaian adat mereka, lebih jauh juga keris ditemukan dalam kebudayan negara sekitar Asia Tenggara salah satunya Malaysia, Brunei, Filiphina Selatan, Singapura dan Thailand.
Keris umumnya digunakan sebagai senjata bersilat, lambang kedaulatan orang Melayu. Keris paling masyhur adalah keris Taming Sari yang merupakan senjata Hangtua, seorang pahlawan melayu yang terkenal di UNESCO.
Senjata ini dibagai menjadi dua bagian pertama yaitu, deder atau biasa disebut pegangan. Kedua, Warangka atau sarung, keris sering dikaitkan dengan kuasa mistik oleh Orang Jawa pada zaman dulu. Seiring berpindahnya kekuasaan kerajaan ke Jawa Timur seiring berkembangnya zaman, keris mengalami perubahan yang sangat segnifikan pada zaman kerajaan seperti kerajaan, Kahuripan, Jenggala, Daha dan Singosari.Â
Keris-keris yang dihasilkan jauh lebih berkualitas dibanding pada masa Mataram Kuno