Bapak bupatiku di Sinjai, kuakui mesti kita tidak pernah ketemu, kau jua tidak mengenalku. Ah... apa peduli pula kau dengan diriku seorang anak petani, sepertiku ini. Kau hanya pernah meluangkan waktu mengunjungi kampungku di Desa Talle, saat engkau kemarin berharap agar orang-orang di sini menjatuhkan pilihan untuk namamu. Semua itu engkau lakukan. Sekiranya agar  dirimu tidak gagal lagi dalam pertarungan menuju kursi Bupati Sinjai. Kutahu dari semua kabar yang tersiar, lawanmu adalah dari calon kuat anak tiri sang Bupati sebelumnya Rudianto Asapa. Tapi toh takdir memang sudah berada digaris tanganmu. Akhirnya engkau terpilh sebagai orang ternama di Kabupaten yang kaya akan sumber daya alam ini.
Aku kecewa, ah.... bukan, aku hanya menyesal di saat orang-orang, di kampung kami, keluarga saya rata-rata memilihmu. Sebab kau tidak juga mampu berbuat apa-apa, seperti bupati-bupati sebelumnya, sepeninggalan mereka tidak ada yang bisa kami saksikan, kalau kabupaten kami adalah kabupaten maju, terpandang, Bupatinya meraih penghargaan di mana-mana. Sama sekali jauh semua dari harapan-harapan itu.
Bupatiku sekarang, Sabirin Yahya, yang sudah tua merenta, aku selalu berdoa semoga engkau sehat selalu, umurmu dipanjangkan oleh Yang Maha Kuasa. Agar kami semua wargamu, dapat menyaksikan segala kapasitasmu pula, bahwa kami percaya pernah memilihmu untuk membangun kabupaten kecil ini.
Bapak Bupatiku! tahukah engkau, meski tidak perlu kita berdebat, mana daerah yang paling luas. Kabupaten Sinjaikah? Atau kabupaten Bantaengkah? Tidak seberapa luas kabupaten Bantaeng, bahkan kalau kita mau menyoroti sumber daya alam yang terdapat di daerahmu, juga daerahku. Bisa dikatakan dua kali lipat perbandingannya dengan daerah Sinjai. Apa sih yang tidak ada di Sinjai wahai Bapak Bupatiku yang malang? Tongkatpun kau tanam di kampung ini, pun akan tumbuh saking suburnya daerahmu.
Bapak Bupatiku. Apa perlu semua kusebutkan satu-persatu kekayaan kampung kita mulai dari ujung barat, timur, selatan, utara, semua punya potensi untuk dikembangkan. Mungkin saja engkau tidak memiliki kemampuan manageria, menata dan mengelola kabupaten sekaya ini. Semoga saja dugaanku ini salah. Kau adalah orang hebat, kader dari binaan partai Demokrat, sampai dirimupun ikut-ikutan menyingkat namamu menjadi SBY. In syaa Allah bukan Susilo Bambang Yudhoyono tapi Sabirin Yahya.
Maaf Bupatiku, yang kukagumi. Jika untuk sementara kau gagal memimpin kabupaten Sinjai. Seolah-olah engkau hendak menjadi sosok SBY. SBY yang mengatur dan memimpin 31 Provinsi bisa dikatakan memiliki beberapa catatan baik. Tapi dirimu mengatur satu kabupaten saja, belum ada tindakanmu yang nyata.
Kembali pada kekayaan kita pak Bupati. Semoga anda sudah membaca semua hasil kekayaan alam kampung kita. Anda tidak hanya tinggal di kantor. Duduk manis, sambil menyeruput kopi. Tapi lupa mengurusi segala sumber daya kabupaten yang pernah engkau janji dengan kemajuan. Hingga hari ini, tindakan nayatamu bisa dikatakan, maaf kalau semua janjimu itu dulu "bulsyiit" bagiku pribadi.
Sinjai, kota kecil ini, semua kekayaan alam dimiliki. Di  Sinjai Selatan ada tanaman Cengkehnya, ada tanaman ladanya, sampai buah rambutan, durian, manggis, langsat semuanya melimpah. Sinjai Borong; ada peternakan sapi perahnya, ada kebun tembakaunya. Sinjai utara ada lautnya, yang memiliki hasil laut juga melimpah. Lalu sinjai Barat, di sanalah sayur-sayuran dan segala bahan dapur adalah sumbernya. Sekarang, kau dimana? apa kerjamu wahai bapak bupati; Sabirin Yahya? Melihat semua kekayaan alam itu. Engkau tidak memiliki tindakaan meningkatkan pendapat asli daerah Sinjai. Terlalu "bodohkah" dirimu untuk menjalin kerja sama dengan para investor, guna memasarkan semua hasil kekayaan alam tersebut.
Aku curiga, jangan-jangan engkau merebut kursi Bupati, tidak ada memang kemauanmu untuk membenahi Sinjai. Kini aku ragu dengan kepemimpinanmu yang tidak pernah menyentuh segala kehidupan masyarakat kita.
Bapak Bupatiku!!!
Jalan-jalanlah ke kampungku, di dusun Batuleppa, Desa Talle. Ada sesuatu ingin kutanyakan kepadamu. Maukah engkau melihat warga di kampung Batuleppa semua warganya pada kaya? Jelas engkau pasti mau, sebab hanya jawaban konyol jika engkau menolaknya. Namun apa lacur mereka dapat menjadi kaya. Ketika pertaniannya tidak pernah engkau peduli. Seingatku dahulu, sejak aku masih Mahasiswa tahun 2004 hingga tahun 2009, hasil pertanian lada kami cukup melimpah. Kini, melimpahnya hasil pertanian lada itu hanya kenangan. Hampir semua dalam jangkauan berhektar-hektar perkebenunan lada ludes habis, mati diserang penyakit busuk akar. Bapak Bupatiku, apa kau peduli dengan masalah petani itu! Omong kosong jika engkau peduli, karena sampai sekarang petani-petani di sana tetap menanam kembali bibit lada, bantuan dan tenaga ahli pertanian yang mestinya turut mengajari petani cara bercocok tanam lada, agar tanaman itu tidak selalu diserang penyakit busuk akar. Sumbangsimu tidak ada sama sekali alias nihil.