Apa kabar para sohibku di PKS, lama lagi tidak pernah menyapa kalian saudara-saudaraku. Pagi tadi baru aku mendapat kabar, melalui berita media online, eks pimpinan sucimu Luthfi Hasan Ishaq lagi-lagi mendapat ujian (semoga ini bukan laknat) atas perbuatan nista, korupsi, atau lebih tepat  perbuatan penyuapan yang menyeretnya berada dalam kubangan cacian publik. Semoga hukuman 18 tahun yang diketuai oleh hakim Artidjo, dapat menyadarkan elit-elit besarmu, tidak lagi melakukan perbuatan kasus serupa. Karena akupun sangat perihatin, ketika partai nan suci ini diterjang keburukan. PKS sudah tiga periode pemilihan aku selalu menjatuhkan pilihan untuknya.
Namun terlepas dari itu semua, atas kasus impor daging sapi menderahmu, kini aku perihatin amat atas pilihan politikmu.
PKS tidaklah masalah, kemarin berada dibarisan koalisi merah putih, karena dianggap suara iringan Tuhanlah yang membawanya ke sana. Tetapi disaat Capres yang didukungnya ternyata kalah, kini memutar haluan, juga akhirnya menolak pilkada langsung. Satu jalan dengan barisan partai-partai lainnya, seperti: Golkar, Gerindra, PPP, dan Demokrat.
Wahai para elit PKS ada apa dengan dirimu. Apakah saat ini engkau telah menjadi pecundang. Bukankah kemarin perjuangan panjangmu, mengumpul semua lembaga dakwah kampus, hingga terbentuk Partai Keadilan, engkau berjuang atas nama reformasi. Menumbangkan rezim Soeharto yang tiranik, oligarkik, dan sarat KKN. Tapi kini kenapa mau kembali kezaman itu, dengan corak pilkada via DPRD.
Masihkah dirimu dianggap partai reformis, jika telah mempertontonkan perampasan, hingga pemberangusan hak daulat rakyat. Apakah engkau atas nama gerakan, sudah terkoptasi pula oleh yang namanya kepentingan. Sadarlah! Bahwa PKS, kini yang menjadi besar, dulu tidak pernah punya nama apa-apa, kalau bukan kalangan intelektual kampus yang menjadi penopangmu. Anak-anak kampus yang pernah kalian rekrut, mereka yang punya hati nurani. Adalah diantaranya sangat banyak yang tidak sepakat kalau pilkada langsung ditolak. Suara mereka dengan gampang terbaca untuk calon-calon yang diinginkannya, saat mereka telah berjuang, bercucur keringat di lapangan mencari massa buat kandidat yang dianggap berintegritas untuk dimenangkan.
Ingatlah. PKS adalah partai yang punya kader militan, hingga saksi di TPS-pun mereka rela tidak dibayar untuk berjuang atas nama partai. Bahkan soliditas PKS hingga diakar rumput kini lebih kuat, semua itu tidak bisa dilepaskan dari Pilkada langsung. Artinya, kalau saja pilkada tak langsung kemudian jadi diselenggarakan, maka apa lacur mesin partai akan mati, bahkan kandas di tengah jalan.
Adalah sebuah logika terbalik, di saat Pilkada langsung justru banyak memberi mudharat untuk PKS. Tapi di sisi lain ingin ditinggalkan. Jika itu yang terjadi, kalau bukan bunuh diri, PKS yang sengaja hendak kembali ke Pilkada via DPRD, minimal PKS hendak menggali liang lahatnya sendiri.
Suaramu, para elit, para kader ayo turun ke jalan menyuarakan, sekarang saatnya kalian semua menolak RUU Pilkada, menolak pemilihan kepala daerah melalui perwakilan DPR. Jika kalian tidak mau dianggap pecundang, tidak mau dianggap munafik, dan hendak mengembalikan marwamu sebagai partai reformis. Saatnya para elit PKS digugat, dengarkanlah suara rakyat, hak-hak mereka untuk memilih sendiri kepala daerahnya, janganlah dirampas.
Jika elit di atas tetap berkukuh menolak pilkada langsung, anda benar-benar pecundang, dan ini membuka lembaran sejarah hitam. Bahwa pantas saja Soeharto engkau pernah tasbihkan sebagai pahlawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H