assets.kompas.com/
Mahkamah Agung menantang "titah" putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-XI/2013 yang menyatakan Pasal 268 ayat 3 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) sesungguhnya Inkonstitusional. Pasal 268 ayat 3 KUHAP mengatur Peninjauan kembali dalam perkara pidana hanya dapat dilakukan satu kali namun oleh Mahkamah Konstitusi pasal tersebut dinyatakan Inkonstitusional sehingga peninjauan kembali dalam perkara pidana dapat dilakukan lebih dari satu kali atau berkali-kali.
Mahkamah Agung menerbitkan SEMA No 7 Tahun 2014 yang berisi tentang peninjauan kembali dalam perkara pidana hanya dapat dilakukan satu kali. SEMA ini "mengebiri" putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 yang membolehkan peninjauan kembali dalam perkara pidana dapat dilakukan berulang kali.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tidak mengikat Mahkamah Agung dalam mengeluarkan SEMA No 7 tahun 2014. Hal ini karena SEMA No 7 Tahun 2014 disandarkan pada UU Mahkamah Agung dan UU Kekuasaan Kehakiman. Dalam kedua Undang-undang tersebut terdapat klausula pasal yang membatasi peninjauan kembali hanya dapat dilakukan satu kali. Dan klausula pasal (tentang pembatasan Penijauan Kembali 1 kali) dalam kedua undang-undang tersebut masih berlaku dan belum dicabut atau dinyatakan Inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung juga "berdalih" Peninjauan Kembali Perkara pidana yang tidak dibatasi akan membuat penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Selain itu terdapat permintaan dari Kejaksaan agung yang meminta ketegasan Mahkamah Agung tentang Peninjauan Kembali karena Peninjauan Kembali yang berulang kali oleh terpidana membuat kejaksaan agung "ragu" mengeksekusi mati terpidana. Alasan-alasan inilah yang membuat Mahkamah Agung percaya diri "menantang" Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Peninjauan Kembali dalam perkara Pidana yang dapat dilakukan berulang kali.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 sendiri masih banyak terjadi silang pendapat oleh para ahli. Banyak Ahli Hukum yang berpendapat putusan Mahkamah Konstitusi tersebut melanggar prinsip hukum "Litis Finiri Opertet, perkara harus diakhiri". Dibolehkannya Peninjauan Kembali dalam perkara pidana jauh dari tujuan hukum yaitu kepastian hukum. Namun Mahkamah Konstitusi berpendapat Peninjuan Kembali pidana yang dibatasi 1 kali saja melanggar konstitusi, karena hukum pidana mencari kebenaran materil dan bisa saja kebenaran itu terungkap dikemudian hari, sehingga Peninjauan Kembali tidak boleh dibatasi hanya satu kali karena tidak memenuhi rasa keadilan.
SEMA yang Inkonstitusional
SEMA No 7 Tahun 2014 yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung pada sesungguhnya Inkonstitusional. Hal ini bersandar pada dua alasan. Pertama, Putusan Mahkamah Konstitusi sama kedudukannya dengan undang-undang. Sifat putusan Mahkamah Kostitusi itu "erga omnes" yang berlaku bagi semua pihak bukan hanya pihak yang berperkara. Karena putusan Mahkamah Konstitusi itu sebagai undang-undang dan sifatnya "erga omnes" maka Mahkamah Agung pun harus tunduk dengan putusan tersebut, Termasuk putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan Peninjauan Kembali dalam perkara pidana dapat dilakukan berulang kali. Lengkapnya tulisan ini silahkan di buka melalui link: negarahukum.com
Oleh: Muh. Nursal NS
Praktisi Hukum MKS & Author negarahukum.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H