[caption caption="Sumber: Hasil Capture dari koran-sindo.com"][/caption]Entahlah, apa yang terjadi di negeri ini sudah seringkali kita melihat kejadian “plagiat” oleh orang ternama tetapi kita lebih banyak mendiamkannya. Untunglah dari kejadian plagiat di harian kompas, oleh pelakunya Anggito Abimanyu dengan gentel mengakui kesalahannya, dan mundur dari jabatannya sebagai dosen di salah satu PTN terbesar di negeri ini.
Lagi dan lagi, terdapat lagi kejadian plagiat yang serupa, diduga dilakukan oleh salah satu anggota komisioner Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Dr. H. Abustan, S.H, M.H, tetapi satu pun media tidak ada yang berani memberitakannya. Dengan melalui pencarian google, tampaknya hanya situs negarahukum.com: “Opini Harian Fajar Kok Bisa Plagiat,”yang memberitakan kejadian ini.
Pada Opini Harian Fajar bertanggal 16 April 2016 yang ditulis oleh H. Abustan dengan judul “Mencermati Sentralisme UU Pilkada” memang tidak secara keseluruhan identik dengan isi tulisan dari Andi Syafri (dosen UIN Jakarta) bertanggal 7 April 2016 yang berjudul “Pilkada serentak Tanpa Otonomi,” di harian Seputar Indonesia (SIndo). Akan tetapi beberapa pragraf dari opini yang ditulis oleh Komisioner BPSK ini, banyak yang sama dengan opini Andi Syafrani, kalimat yang tidak mencantumkan sumber aslinya. Berikut beberapa pragraf dari tulisan tersebut yang memiliki kesamaan:
KESAMAAN PERTAMA
OPINI ANDI SYAFRANI
Sejatinya, pilkada langsung adalah manifestasi konkret dan pintu awal pelaksanaan otda. Dengan dukungan dan legitimasi rakyat secara langsung, kepala daerah bertanggung jawab penuh terhadap rakyat daerahnya untuk mengembangkan dan mengelola pemerintahan daerah untuk kemakmuran rakyatnya.
OPINI H. ABUSTAN
Sebab sejatinya, Pilkada langsung adalah manifestasi konkret dan pintu awal pelaksanaan otonomi daerah. Dengan dukungan dan legitimasi rakyat secara langsung, kepala daerah bertanggung jawab penuh terhadap rakyat daerahnya, untuk mengembangkan dan mengelola pemerintahan daerah untuk kemakmuran rakyatnya.
KESAMAAN KEDUA
OPINI ANDI SYAFRANI
Reward and punishment terhadap kepala daerah juga dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan. Jika dianggap berhasil dan sukses, kepala daerah tersebut akan dipilih lagi untuk periode berikutnya. Sebaliknya, jika gagal, akan ditinggalkan dan akan dipilih lawannya yang dianggap lebih berpotensi memimpin dan membangun daerah.