Mohon tunggu...
Damang Averroes Al-Khawarizmi
Damang Averroes Al-Khawarizmi Mohon Tunggu... lainnya -

Hanya penulis biasa yang membiasakan diri belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kembali Mempertanyakan Konstitusionalitas Perppu Pilkada

11 November 2014   22:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:03 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14156930481799527850

[caption id="attachment_334660" align="alignnone" width="624" caption="Sumber: inilah.com"][/caption]

Terdapat dua situasi yang menyebabkan suhu perpolitikan saat ini belum juga reda. Pertama polemik Pilkada langsung atau tidak langsung yang menyebabkan dimensi hukum ketatanegaraan kita mengalami ujian berkali-kali. Kedua, perseteruan dua "pasukan tempur" sisa-sisa Pilpres antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih yang saling melancarkan "serangan" dalam merebut "benteng-benteng" strategis di parlemen.

Serupa namun tidak sama dua peristiwa maha dahsyat itu, akan menjadi "keniscayaan" kalau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pilkada pun akan menemui "takdirnya" di parlemen. Baca Juga (Polemik Kekosongan Hukum dalam Pembatalan Perppu Pilkada)

Permasalahan yang menjadi kontroversial dari para pengamat, penstudi hingga para pakar hukum ketatanegaraan kemudian: apakah akan terjadi "kekosongan hukum" kalau Perppu benar-benar ditolak nantinya oleh DPR?

Perppu Inkonstutisonal

Untukmenjawab pertanyaan tersebut di atas, seputar akan tejadinya kekosongan hukum andaikata Perppu Pilkada  ditolak oleh DPR, maka "legal reasoning" yang perlu dilakukan adalah mencari dan menelusuri segala perundang-undangan terkait.

Tindakan penelusuran dasar hukum atas "saktinya" Perppu dapat mencabut keberlakuan Undang-Undang penting untuk dilakukan, sebab dalam ruang hukum ketatanegaraan terikat pada "segala tindakan/ perbuatan hukum yang dilakukan oleh pejabat negara harus jelas Undang-Undang yang memberinya kewenangan".

Pada hakikatnya hingga sekarang belum satupun regulasi, utamanya dalam Pasal 22 UUD NRI 1945 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun  2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menyatakan secara tegas kalau kiranya Perppu dapat dikeluarkan oleh Presiden untuk mencabut atau menggantikan Undang-Undang, dengan alasan Undang-Undang tersebut mendapat penolakan oleh publik. Oleh karena itu dalam hemat Penulis, menilai bahwa eksistensi Perppu Pilkada yang mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pilkada pada sesungguhnya tidak konstitusional.

Tentu dengan penilaian tidak konstitusionalnya Perppu Pilkada, pasti akan menimbulkan pertanyaan penting;  Bagaimana selanjutnya nasib Perppu Pilkada yang sudah dikeluarkan tersebut? Jawabannya, dengan memberi toleransi atas cacat ketatanegaraan penerbitan Perppu itu, Perppu Pilkada harus tetap dianggap sah sampai ada pihak berwenang yang akan menentukan "nasibnya". Siapa pihak yang berwenang itu? adalah MK (Mahkamah Konstitusi) dan DPR. MK dapat memutuskan "alas" hukum konstistusional/tidaknya Perppu Pilkada. Sementara kewenangan DPR untuk menentukan "nasib Perppu" juga tegas dinyatakan dalam Pasal 22 ayat 2 UUD NRI 1945 dalam hal untuk menolak atau menerimanya.

Dengan mencermati secara hati-hati, jeli, dan tidak serampangan, walaupun penerbitan Perppu merupakan hak subjektif Presiden,  pada dasarnya terdapat "penyimpangan hukum" ketika Perppu dimaksudkan untuk mencabut atau mengakhiri berlakunya Undang-Undang. Bahkan bisa dikatakan sebagai tindakan "abuse of power" jika memang tidak ada dasar hukum yang tegas menyokongnya. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pilkada dikatakan cacat sejak lahir dan menjadi bukti terjadinya "abuse of power" yang dilakukan oleh Presiden dengan berpedoman pada dua alasan.

Pertama, dalam UUD NRI 1945, UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan putusam MK No: 138/PUU/VII/2009, satupun tidak mengamanatkan ada norma atau ketentuan yang membolehkan Perppu dapat dikeluarkan oleh Presiden dengan maksud untuk menggnatikan UU. Yang nyata-nyata ada hanya jika tejadi "kegentingan memaksa" Presiden dapat mengeluarkan Perppu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun