Mohon tunggu...
Jasman Rizal
Jasman Rizal Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penolakan Wacana "Full Day School"

10 Agustus 2016   13:13 Diperbarui: 10 Agustus 2016   13:23 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya dan mungkin rata-rata orang tua yg lain, merasakan bahwa hari anak-anak kita untuk bermain hilang. Dari pagi sampai sore di sekolah, kapan hari main buat mereka. Kapan mereka bersosialisasi dengan lingkungan mereka. Nyampe di rumah udah jam 6 sore, karena kecapean tidur, bangun tidur bikin PR, kadang diajak makan gak mau krn alasan belajar. Dengan sistem sperti itu, kita menciptakan generasi yang individualis, genarasi yang anti sosial. Pintar disekolah namun bodoh secara sosial dan mental.

Lihatlah kita-kita, toh dulu kita belajar sampe jam 13 siang. Habis itu banyak kegiatan bermain. Kita jadi anak2 ceria, masa kecil kita penuh cerita.

Di Finlandia, negara2 eropa, australia, New Zealand, mereka cukup 5 jam saja si sekolah, namun ternyata anak-anaknya pintar-pintar. Belum lagi soal pendidikan. Guru-guru dipaksa harus memenuhi target, kalau tidak, dana sertifikasi tak keluar. Maka anak-anaklah yang jadi korban target sang guru. Kualitas tak penting, yang penting target tercapai. Belum lagi soal dana BOS, bikin kepala sekolah tidak fokus, karena kepala sekolah telah jadi pimpro, sibuk dengan proyek..

Dulu, sepulang sekolah kita bisa mandi-mandi ke sungai, bermain ceria dengan teman, terpupuklah rasa setia kawan, solidaritas dan lain-lain, lalu ke MDA, maghrib rame-rame ke mesjid habis itu ngaji. Kalo ada kegiatan dikampung seperti pesta, orang meninggal kita juga ikut. Pemahaman kita tentang local wisdom sangat tinggi.

Sekarang, dengan sistem pendidikan yang katanya hebat, anak-anak tak tersentuh peradaban budaya kita. Memang diajarkan tentang muatan lokal, namun tak menyentuh ke sanubari mereka. Jadilah anak-anak kita generasi  individualis, egosentris, berfikir liberal, anti sosial. Bayangkan 20 30 tahun lagi, mereka inilah calon pemimpin Indonesia...

 banyak anak-anak muda pintar dan kreative, namun sangat bodoh dalam integritas sosial dan budaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun