Berbicara mengenai hukum di Indonesia sudah tidak ada habisnya untuk saat ini. Hukum yang seharusnya sama rata bagi setiap orang, dengan hak untuk diakui dan mendapatkan jaminan perlindungan hukum  yang sesuai pada UUD NRI 1945 Pasal 27 ayat (1), namun kini telah mengalami penyimpangan dalam penerapannya. Mengapa hukum justru sering kali menjadi alat untuk menekan yang lemah? Pertanyaan ini mungkin sudah sering muncul di benak kita, namun kadang kita hanya akan melupakan dan tidak berbuat apa-apa untuk membantu para korban. Lebih parah lagi jika terdapat sekelompok orang yang bahkan menyalahkan korban atas permasalahan yang terjadi.
    Guru merupakan orang tua kedua kita saat di sekolah, yang bertugas sebagai pendidik dan pengajar bagi siswa. Guru yang seharusnya mendapat apresiasi oleh orang tua kini menjadi sasaran empuk terkait pelaporan atas ulah anak mereka sendiri. Kini siapa yang seharusnya disalahkan? Apakah si anak yang berulah atau malah guru yang hanya melakukan tugasnya? Mungkin itu yang harus dipikirkan oleh para penegak hukum saat ini. Esai ini akan membahas beberapa kasus ketidakadilan hukum yang menimpa guru, serta dampak yang ditimbulkan terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
Kasus Pertama : Ibu Supriyani
    Kasus terbaru yang sedang ramai menjadi perbincangan berada di SD Negeri 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kronologi bermula pada Kamis, 26 April 2024, ketika orang tua murid seorang polisi melaporkan bahwa Ibu Supriyani telah memukul anak mereka berinisial MCD, yang berusia 7 tahun, hingga menyebabkan memar di bagian paha. Laporan ini langsung ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.
     Namun, setelah diselidiki, Ibu Supriyani membantah tuduhan tersebut. Kepala Sekolah, rekan-rekan guru, dan para murid SDN 4 Baito pun memberikan kesaksian yang mendukung Ibu Supriyani, dengan mengatakan bahwa Ibu Supriyani tidak pernah melakukan kekerasan terhadap muridnya. Bahkan, MCD sempat mengaku kepada polisi bahwa memar itu disebabkan oleh kecelakaan saat naik motor bersama ayahnya. Sayangnya, pernyataan itu dibantah oleh sang ayah dan sang anak kembali mengatakan bahwa memar itu akibat dipukul oleh Ibu Supriyani.
     Pihak kepolisian kemudian melakukan mediasi terhadap orang tua murid dan Ibu Supriyani yang menghasilkan keputusan bahwa orang tua murid akan memaafkan jika Ibu Supriyani mengakui kesalahannya dan harus membayar 50 juta rupiah.  Lantas jika begini, apakah pernyataan sang anak benar-benar jujur atau malah terdapat campur tangan dari orang tuanya yang hanya untuk mendapat uang? Pada akhirnya Ibu Supriyani dijebloskan ke penjara karena tidak dapat membayar dan kasus ini masih berlanjut hingga saat ini. Kasus ini menunjukkan bagaimana seorang guru yang berupaya mendidik dan merawat siswa malah terperangkap dalam sistem hukum yang tidak berpihak.
Kasus kedua : Ibu Khusnul Khotimah
    Kasus serupa terjadi pada Ibu Khusnul Khotimah seorang guru SD Plus Darul Ulum Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kasus ini bermula pada awal bulan Januari 2024, ketika orang tua salah satu murid melaporkan Ibu Khusnul karena dianggap lalai dalam mengawasi murid yang sedang bermain. Laporan tersebut kemudian diproses oleh polisi dan dilakukan penyelidikan.
    Insiden ini terjadi ketika para murid sedang bermain gagang sapu pada saat jam kosong tanpa pengawasan guru. Salah satu anak kemudian mengalami cedera serius akibat terkena serpihan kayu, yang menyebabkan pendarahan dan kerusakan saraf retina, hingga mengancam kemungkinan cacat permanen. Kejadian itu membuat orang tua si anak ingin melaporkan kejadian tersebut namun teman dari anaknya yang bersalah masih terlalu kecil, sehingga mereka hanya melaporkan Ibu Khusnul ke polisi karena dianggap lalai.