"Akad akad" dalam perbankan syariah merujuk pada berbagai jenis perjanjian atau kontrak yang digunakan dalam transaksi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Dalam konteks perbankan syariah, akad menjadi sangat penting karena ia menentukan syarat dan ketentuan yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam transaksi.
Selain itu, keragaman akad dalam perbankan syariah tidak hanya mencerminkan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah tetapi juga menunjukkan lanskap produk keuangan yang berkembang yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Misalnya, bank dapat menggunakan kombinasi kontrak seperti Kafalah, Qard, dan Ijarah dalam penawaran mereka, meningkatkan fleksibilitas sambil mempertahankan kepatuhan terhadap hukum Islam . Interaksi dinamis di antara berbagai jenis akad ini memungkinkan solusi keuangan inovatif seperti kartu syariah, yang mengintegrasikan beberapa kerangka kerja kontrak untuk melayani beragam preferensi pelanggan secara efektif. Namun, sangat penting untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat sepenuhnya memahami perjanjian ini, karena salah tafsir dapat menyebabkan perselisihan atau bahkan pembatalan kontrak, menekankan perlunya kejelasan dan transparansi dalam setiap transaksi.
Berikut adalah Jenis Akad-Akad dalam Perbankan Syariah.
 1. Wadiah (Penyimpanan)
 Wadiah mengacu pada kontrak penyimpanan di mana satu pihak mempercayakan properti mereka kepada pihak lain untuk diamankan. Kustodian bertanggung jawab atas penyimpanan dan tidak boleh menggunakan properti yang dipercayakan tanpa izin.
Ketentuan Hukum: Kontrak harus transparan, dan kustodian bertanggung jawab atas kerugian apa pun karena kelalaian.
Studi Kasus: Seorang nasabah menyetor uang tunai di rekening Wadiah di bank Syariah, yang berjanji untuk melindungi uang tersebut. Bank tidak dapat menggunakan dana untuk investasi tanpa persetujuan pelanggan.
 2. Mudharabah (Bagi Hasil)
Mudharabah adalah kemitraan di mana satu pihak menyediakan modal (rab al-mal) dan yang lainnya memberikan keahlian dan manajemen (mudharib). Keuntungan dibagi sesuai dengan rasio yang telah disepakati sebelumnya, sementara kerugian ditanggung semata-mata oleh penyedia modal.
Ketentuan Hukum: Ketentuan pembagian keuntungan harus didefinisikan dengan jelas, dan kedua belah pihak harus mematuhi ketentuan yang disepakati.
Studi Kasus: Bank Syariah berinvestasi dalam bisnis start-up menggunakan Mudharabah. Bank menyediakan modal, dan pengusaha mengelola bisnis. Mereka setuju untuk berbagi keuntungan 60% ke bank dan 40% kepada pengusaha.