Orang paling berkuasa
dalam pesta demokrasi 2014 adalah para pemilih yang cerdas, tepat, dan berhati nurani.
Jangan Mudah Tertipu
Menuju Pileg dan Pilpres 2014, para caleg dan balon Capres sibuk mengadakan survei untuk memastikan bahwa mereka terpilih dalam pesta demokrasi tersebut. Pasti ada dari hasil survei tersebut yang menggambarkan realitas dukungan real. Tapi bisa jadi ada juga yang fiktif. Satu hal yang penting, para pemilih (voters) jangan tertipu dan dibodohi.
Sudah menjadi fakta umum di negara demokrasi manapun bahwa keterwakilan dalam panggung politis melalui partai politik menjadi sarana untuk meraih cita-cita dan kepentingan partikular, yaitu kepentingan masing-masing kelompok entah relevan bagi orang banyak atau tidak. Dengan demikian, para pemilih –jika bukan pendukung fanatik (asal dukung)— dapat diasumsikan mempunyai kekuasaan besar untuk menentukan siapa-siapa dan partai apa saja yang layak duduk di panggung politis (Legistlatif, Yudikatif, Eksekutif).
Perlunya Voters yang Cerdas
Kualitas orang-orang yang kita (voters) pilih menentukan arah kehidupan bersama (baca: kehidupan politis) kita. Mengapa? Karena dalam sistem politik demokratis, kebijakan politis ditentukan dalam berbagai mekanisme “suara terbanyak”.
Dalam tulisan saya sebelumnya dalam kompasiana yang berjudul “Nasib Rakyat Tidak Layak Di Voting, Belajar Dari Nasib Sokrates”, saya menguraikan sisi buruk mekanisme voting sebagai metode penentuan kebijakan politis. Sisi buruk ini lahir bukan karena system atau mekanisme voting pada dirinya yang buruk tetapi karena rendahnya kualitas orang yang terlibat dalam mekanisme itu. Kualitas itu biasanya ditentukan oleh seberapa besar perhatian para penentu kebijakan terhadap nasib rakyat bukan kepentingan partai, keluarga, golongan, atau kelompok primordial.
Uraian saya dalam tulisan saya sebelumnya demikian,
***
Kasus Indonesia
Di Indonesia, hidup rakyat ditentukan lewat voting. Itulah makanya mengapa partai politik perlu menang. Karena harus punya anggota, kalau bisa sebanyak mungkin meskipun dengan cara yang tidak halal. Menurut Anda apa ukuran fundamental dalam kebijakan-kebijakan negara? Dalam putusan-putusan hukum? Uang? Jumlah suara terbanyak? Ataukah Kebenaran? Ataukah kepedulian, empati, dan ketepatan?
Sisi Lemah Demokrasi sebagai Sistem Politis
Di sinilah letaknya persoalan dengan demokrasi. Demokrasi berasal dari kata Yunani demokratia. Demos berartirakyat. Kratio berarti pemerintahan. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang mengakui hak segenap anggota masyarakat untuk mempengaruhi keputusan politik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Demokrasi mempunyai beberapa bentuk seperti demokrasi perwakilan dan demokrasi langsung yang efektif dalam lingkup kecil. Demokrasi langsung adalah sebuah bentuk pemerintahan yang mana wewenang untuk membuat keputusan politis melibatkan seluruh warga negara, bertindak di bawah prosedur mayoritas. Sedangkan demokrasi perwakilan adalah sebuah bentuk pemerintahan yang mana hak yang sama bagi seluruh warga negara direpresentasikan oleh wakil-wakil yang dipilih dan bertanggung jawab kepada rakyat.
Lembaga-lembaga hakiki dalam demokrasi perwakilan adalah lembaga-lembaga yang menjamin pemilihan pemimpin secara teratur dengan kebebasan memilih, kebebasan untuk beroposisi, kebebasan berbicara dan pers, pemeliharaan hak kemerdekaan sipil dan minoritas.
Menghadang Tirani Mayoritas
Menurut Franz Magnis Suseno, legitimasi yang tepat bagi demokrasi adalah kedalautan rakyat, yaitu bahwa berdasarkan kesamaan semua anggota masyarakat, sebagai manusia, wewenang untuk memerintah rakyat harus berdasarkan penugasan dan persetujuan para warga masyarakat sendiri. Meskipun demikian kekuasaan yang disetujui rakyat itu mesti tetap dalam kontrol rakyat melalui lembaga perwakilan. Dan terhadap kekhawatiran bahwa demokrasi dapat jatuh dalam diktator mayoritas, pembatasan didasarkan atas dasar pengakuan akan hak-hak yang sama bagi setiap warga masyarakat dalam negara.
Kelemahan demokrasi adalah fakta bahwa ada kemungkinan kita jatuh dalam diktator mayoritas melalui mekanisme voting.
Kita dapat belajar dari ketidaksukaan Plato terhadap demokrasi, yaitu bahwa demokrasi itu melahirkan anarkhi. Platon mengungkapkan itu terkait peristiwa pengadilan terhadap Sokrates, gurunya, yang mana Sokrates dihukum karena mayoritas warga polis --dengan perbedaan beberapa suara-- menganggapnya berkhianat kepada polis (kota). Apakah Sokrates seorang pengkhianat? Bukan..!
Prof. Magnis Suseno telah melihat celah itu (diktator mayoritas), dan mengajukan solusi bahwa kita mesti mendahulukan pengakuan hak-hak yang sama setiap warga masyarakat, rakyat.
Di Indonesia, praktisnya, kita menjalankan sistem demokratis tetapi tidak sungguh mengerti hal-hal yang substansial, yaitu kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Kita menentukan kebenaran lewat voting. Kita bahkan tidak bisa membedakan antara solusi dengan metode (voting) menghasilkan solusi.
***
Ajakan
Oleh karena itu para pemilih (voters) pilihlah orang-orang yang memiliki rekam jejak yang baik, intergritas yang tinggi, dan rela berkorban. Jika orang-orang ini terpilih, apapun mekanisme penentuan kebijakan politis, termasuk melalui voting, mereka akan memilih yang terbaik bagi bangsa Indonesia tercinta, bukan terbaik bagi kepentingan mereka sendiri.
Selamat menyongsong Pesta Demokrasi 2014. Jadilah Pemilih yang Cerdas dan bermartabat.
Ulasan mengenai demokrasi diambil dari tulisan saya “KONSEP NURCHOLISH MADJID TENTANG DEMOKRASI INDONESIA,” yang telah dimuat di Kompasiana pada tanggal….
“Demokrasi” dalam Ensiklopedi Indonesia, Edisi Khusus CES-HAM Jilid 2, Jakarta: P.T. Ichtiar Baru-Van Hoeve, (tanpa tahun). Model perwakilan ini kiranya yangpaling banyak dipraktekkan dalam sistem kenegaran modern. Ciri demokrasi ini adalah adanya wakil-wakil yang merepresentasikan kepentingan rakyat.
“Democracy” in The New Encyclopaedia Britannica, 15 th Edition Volume 4, Chicago: The University of Chicago, 1990
Ibid.
“Demokrasi”, Ensiklopedi, Op.cit.
Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral dasar kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm. 289-294
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H