Mohon tunggu...
Aqbil Izzan
Aqbil Izzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa terpelajar

Selanjutnya

Tutup

Financial

Dampak Kenaikan PPN Menjadi 12% Terhadap Terputaran Ekonomi 2025 Antara Pengusaha dan Masyarakat

30 Desember 2024   15:45 Diperbarui: 30 Desember 2024   16:16 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenaikan PPN menjadi 12% (sumber://cnbcindonesia.net/)

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang direncanakan berlaku pada tahun 2025 menjadi topik hangat yang memancing beragam opini dari berbagai pihak. Kebijakan ini, sebagaimana dijelaskan oleh pemerintah, bertujuan memperkuat penerimaan negara dalam rangka pembiayaan pembangunan. Namun di sisi lain, kebijakan ini juga menuai kritik, terutama terkait potensi dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan berkelanjutannya bisnis bagi pengusaha.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu sumber utama pendapatan negara. Dalam APBN tahun 2023, PPN menyumbang lebih dari 40% dari total penerimaan pajak, menunjukkan hal yang vital dalam menopang anggaran negara. Dengan kenaikan 12%, pemerintah berharap meningkatkan pendapatan negara untuk membiayai berbagai program pembangunan, termasuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.Namun, dibalik manfaat tersebut, konsekuensi ekonominya tidak dapat diabaikan. PPN adalah konsumsi pajak yang secara langsung mempengaruhi harga barang dan jasa. Kenaikan tarif ini berpotensi meningkatkan harga barang kebutuhan pokok, yang pada akhirnya menekan daya beli masyarakat, terutama kelompok yang berpendapat rendah.

Pakar Ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Irwan Setiawan, dalam wawancaranya yang dimuat di Kompas, berpendapat bahwa kenaikan PPN 12% berpotensi menekan daya beli masyarakat, terutama di kelompok menengah ke bawah. Menurutnya, kondisi tersebut dapat mengurangi konsumsi domestik.

Berdasarkan sudut pandang pengusaha, kenaikan PPN dapat menimbulkan tantangan baru. Dalam kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi, pengusaha menghadapi beban operasional yang meningkat. Dengan tarif PPN yang lebih tinggi, harga barang dan jasa yang mereka tawarkan kemungkinan besar harus naik untuk menutupi kenaikan biaya. Menurut Direktur Center of Economic and Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, seperti yang dimuat CNBC Indonesia, yang menekankan bahwa kenaikan PPN dapat memperlambat pemulihan ekonomi. Daya beli masyarakat menurun karena tekanan harga barang, sementara UMKM menghadapi kesulitan menyesuaikan margin keuntungan. Namun, kenaikan harga ini tidak selalu dapat diterima oleh pasar. Jika daya beli masyarakat menurun, konsumsi bisa tertekan, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan. Industri kecil dan menengah (IKM) yang memiliki kapasitas terbatas untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan kebijakan pajak mungkin menjadi pihak yang paling rentan.

Menurut data Kementerian Perindustrian, IKM berkontribusi sebesar 60,5% terhadap PDB Indonesia. Penurunan kinerja sektor ini akibat kenaikan PPN dapat mempengaruhi putaran perekonomian secara keseluruhan.

Apabila melihat dari sisi masyarakat, kenaikan PPN menjadi 12% mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga berpendapat rendah, sebagian besar dialokasikan untuk kebutuhan pokok, seperti makanan, transportasi, dan pendidikan. Dengan kenaikan PPN, harga kebutuhan pokok diperkirakan naik. Hal ini dapat memicu inflasi, yang semakin menekan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kelompok masyarakat berpendapat kemungkinan rendah dan menengah besar akan merasakan dampaknya paling besar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan, inflasi pada November 2024 dibandingkan dengan awal tahun (Januari 2024) menunjukkan kenaikan sebesar 1,12%.

Produk makanan dan minuman, misalnya, beberapa ekonom dan pengamat industri memperkirakan akan mengalami kenaikan harga sekira 3-5% tergantung struktur biaya produksi. Daya beli masyarakat yang melemah akibat kenaikan ini juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Beberapa pengamat menyebut bahwa pengendalian harga serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) dapat menjadi salah satu solusi sementara untuk mengatasi dampak ini. Kondisi ini berisiko memicu penurunan kualitas hidup dan meningkatkan angka kemiskinan. Jika tidak diimbangi dengan kebijakan kompensasi yang efektif, kenaikan PPN dapat memperlebar kesenjangan sosial dan perekonomian di Indonesia.

Pakar ekonomi telah memperingatkan bahwa kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah adalah yang paling rentan terhadap kenaikan ini. Dengan pengeluaran yang lebih besar pada kebutuhan dasar, kenaikan PPN secara langsung memengaruhi keseimbangan anggaran rumah tangga mereka. Sementara itu, UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional juga diprediksi menghadapi tantangan besar. Sehingga pemerintah dinilai perlu menyediakan kebijakan insentif atau subsidi untuk melindungi sektor ini agar tetap produktif.

Untuk mengurangi dampak negatif kenaikan PPN, pemerintah perlu menerapkan langkah-langkah mitigasi yang tepat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Pemerintah perlu meningkatkan program bantuan sosial untuk melindungi masyarakat rendah dari tekanan ekonomi. Subsidi langsung atau program bantuan pangan dapat menjadi solusi untuk menjaga daya beli kelompok rentan.
  • Untuk membantu pengusaha kecil dan menengah, insentif pajak atau pengurangan biaya operasional dapat diberikan. Misalnya, pembiayaan pajak tertentu bagi usaha kecil selama masa transisi kebijakan PPN yang lebih tinggi;
  • Masyarakat perlu diberikan pemahaman mengenai manfaat kenaikan PPN bagi pembangunan negara. Transparansi alokasi penerimaan pajak juga penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah;
  • Pemerintah harus memastikan kenaikan PPN tidak memicu inflasi yang berlebihan. Hal ini bisa dilakukan melalui pengawasan ketat terhadap harga barang dan jasa, terutama termasuk kebutuhan pokok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun