“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin.” (QS Adz Dzariyat [51] : 55)
Islam dan dakwah adalah suatu hal yang sangat berkaitan. Islam tidak akan dikenal dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat tanpa melalui perantara dakwah. Semakin gencar syiar, maka Islam semakin bersinar. Sebaliknya, semakin lemah dan sedikit yang bersyiar, cahaya Islam akan semakin meredup terutama dalam kehidupan masyarakat. Nabi Muhammad SAW pernah memberikan contoh metode dakwah baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Setelah menerima wahyu kerasulan pertama di Gua Hira, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi selama 3 tahun untuk menjaga keselamatan umat Islam dari kekejaman kaum kafir. Karena pada saat itu, kaum kafir Quraisy tidak segan untuk mengusir, membunuh, bahkan memerangi untuk membela kebathilannya sendiri. Sampai turunlah wahyu dari Allah SWT yang memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk melakukan dakwah secara terang-terangan dimulai dari para kerabat dan sanak saudara terdekat.
Di era Society 5.0 seperti ini, seorang dai (mubaligh) yang berperan sebagai pelaku dakwah harus mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Terutama ketika melihat kehidupan masyarakat modern yang selalu mengalami perubahan-perubahan dengan cepat akibat permasalahan kompleks yang dialaminya. Perubahan-perubahan ini dapat dikaitkan dengan teknologi digital seperti internet yang saat ini dengan mudah merambah ke seluruh lapisan masyarakat terutama akibat dampak dari pandemi Covid-19. Pandemi mengharuskan masyarakat untuk memiliki akses internet karena internet mampu menjanjikan kemudahan dalam melakukan suatu hal walaupun dari jarak jauh tanpa mengharuskan interaksi secara langsung. Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2020, menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 171,11 juta jiwa dan meningkat hingga mencapai 196,7 juta jiwa pada tahun 2020. Hal ini berarti sebesar 64,8% dari keseluruhan total masyarakat termasuk pelajar dan pekerja yang diharuskan oleh perusahaanya untuk Work of Home (WFH).
Dalam menghadapi fenomena tersebut, sudah banyak ulama dan dai yang memanfaatkan media internet sebagai sarana dakwah yang lebih efisien misalkan Ustadz Abdul Somat yang memanfaatkan YouTube untuk mengunggah video dakwah, selain meminimalisir kerumunan di tengah pandemi Covid 19, melalui platform digital seperti YouTube, video dapat dijangkau oleh audiensi yang jauh lebih luas. Selain itu, live streaming Instagram juga sudah kerap digunakan sebagai media dakwah oleh kyai-kyai pondok pesantren misalkan PPTA Alkamal Blitar, Jawa Timur. Metode dakwah seperti ini sudah awam diketahui oleh masyarakat dan didukung oleh berbagai pihak.
Namun, segala kemudahan yang didapat di zaman digital ternyata juga memberikan dampak lain yang bertentangan yaitu munculnya masalah-masalah baru mengenai spekulasi masyarakat terhadap ajaran Islam. Masyarakat Indonesia sudah terikat dan sulit dalam mengartikulasikan gagasan dan aspirasi yang dimiliki ketika di masa Orde Baru kemerdekaan. Hingga ketika suasana politik mulai mencair di masa demokrasi, masyarakat termasuk penganut agama Islam bebas untuk berpendapat sehingga dapat dengan mudah memicu tumbuhnya berbagai otoriter keagaamaan baru yang sedikit demi sedikit menggeser otoritas tradisional seperti majlis taklim yang biasa dilakukan di masjid, mushola maupun di pondok pesantren. Sehingga, kearifan lokalpun beransur-ansur juga turut tersisihkan, karena masyarakat modern merasa sudah cukup belajar agama melalui internet yang dianggap jauh lebih mudah. Masalah lainpun turut timbul dengan berbagai alat yang dapat memberikan fasilitas yang memudahkan masyarakt untuk mengikuti pengajian dari rumah, banyak oknum yang turut meramaikan dakwah melalui ranah digital dengan menyebarkan pandangan-pandangan radikalisme yang menimbulkan kelompok pro terhadap kekerasan. Banyak pula yang mendapatkan pemahaman agama yang melenceng. Dua permasalahan tersebut muncul karena kehidupan masyarakat modern lebih cenderung serba instan, menerima informasi tanpa memperhatikan, dan menelaah dalil yang menyertainya serta tanpa memikirkan nasab keguruan orang yang menyampaikan informasi hingga sampai pada Nabi Muhammad SAW. Dengan kelompok-kelompok radikalisme yang muncul, sudah banyak barita dan kontroversi yang tersebar di media masa sehingga menimbulkan keresahan masyarakat.
Dengan menghadapi berbagai problematika yang muncul, menjadi seorang pemuda islami modern dituntut untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan, menciptakan inovasi baru agar dakwah Islam tidak terhalang oleh kemajuan digital sekaligus menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan yang muncul seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi di era modern seperti ini. Dengan sedikit demi sedikit tergesernya otoritas keagamaan tradisional yang sekaligus menjadi kearifan lokal Negara Indonesia, pemuda islami modern dapat turut berperan dalam menggencarkan kembali majlis taklim yang dapat kembali dilaksanakan di masjid atau di mushola dengan mempertimbangkan tinggi rendahnya kasus pandemi Covid-19 di suatu daerah, tentunya dengan memperhatikan protokol kesehatan. Karena pada kenyataannya saat ini sudah banyak kegiatan masyarakat yang sudah kembali berjalan dengan normal. Sehingga, tidak menutup kemungkinan majlis taklim ini dapat dilaksanakan kembali. Penggencaran ini dapat dimulai misalkan dengan membentuk remaja mushola dan melakukan musyawarah dengan masyarakat setempat. Apabila pelaksanaan secara offline-pun tidak memungkinkan, para pemuda juga dapat memperkenalkan kegiatan dakwah atau pengajian online yang dilakukan dengan lingkungan setempat melalui platform digital misalnya YouTube tanpa kehilangan kearifan lokalnya. Pemuda islami modern tentunya juga sudah memiliki kreativitas bagaimana cara untuk menarik audiensi dari luar lingkungan masyarakat setempat untuk turut mendengarkan dakwah online yang telah dijadwalkan. Dalam upaya lain mengenai otoritas keagamaan tradisional pondok pesantren, pemuda islami modern juga dapat menggencarkan dan mendukung program “Gerakan Nasional Ayo Mondok” oleh RMI-NU dengan cara menyebarkan informasi kepada sanak saudara dan masyarakat sekitar baik secara offline maupun melalui media social mengenai pentingnya pembekalan agama sejak dini di pondok pesantren.
Sedangkan, dalam menghadapi problematika munculnya oknum-oknum yang menyebarkan pemahaman radikalisme melalui dakwah online, sebagai pemuda islami modern dapat berinisiatif membuat konten kreatif misalkan mengenai pentingnya dalil yang menyertai hukum yang berlaku dalam islam dan pentingnya nasab keguruan. Konten yang dibuat dapat berupa video kreatif, infografis, bulletin maupun artikel-artikel yang dapat di-upload di media sosial tentunya dengan sumber hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode dakwah dengan ceramah juga dapat dilakukan dengan sistem penyampaian yang mudah dipahami oleh seluruh audiensi, dengan menganggap audiensi adalah General Lay Public atau orang awam yang tidak memiliki latar belakang keahlian di bidang agama, dengan upaya meminimalisir munculnya kesalahfahaman yang diterima oleh pada audiensi. Dengan berbagai usaha dan motivasi untuk berkembang, pemuda islami modern diharapkan mampu menciptakan sebuah revolusi perubahan yang lebih baik tanpa menghilangkan budaya-budaya kearifan lokal yang dimiliki Negara Indonesia terutama dalam bersyiar dan ber-jihad di jalan Allah SWT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H