Artikel ini dibuat sebagai tugas UAS mata kuliah "Manajemen Pemasaran Syariah" dengan dosen pengampu Dr. H. Syaeful Bahri, S.Ag, MM.Â
Berbicara mengenai jual beli, tentu tidak asing dengan "Marketer" atau biasa disebut dengan pemasar. Seorang marketer pasti akan memasarkan produk mereka supaya banyak orang yang membeli dengan tujuan utama untuk mendapat keuntungan. Umumnya, pemasaran dicap sebagai pengeruk keuntungan, sehingga marketer menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan dampak negatif yang timbul. Akibatnya, merugikan para konsumen bahkan sebenarnya merugikan marketer itu sendiri.Â
Lantas, bagaimana agar tidak terjadi hal seperti itu? Pada dasarnya, bagi umat Islam sendiri, Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan dan menyontohkan kepada kita bagaimana sistem pemasaran yang Islami. Sebelum membahas mengenai sistem pemasaran yang Islami, penting juga untuk terlebih dahulu membenahi dan menanamkan kepada diri kita sebagai seorang "Marketer" dengan sifat-sifat yang Islami agar dapat memaksimalkan apa yang dikerjakan dengan baik dan sesuai dengan syariat Islam.
Dalam Islam, karakter seseorang yang melekat pada perilakunya disebut dengan akhlak. Seorang marketer dalam Islam selalu identik pada tiga pilar utama, yaitu karakter, akhlak, dan Islam. Jika ketiga pilar tersebut selalu menempel pada seseorang, maka dapat sesuai dengan kepribadian yang diinginkan Islam.Â
Sulaiman dan Zakaria (2010:21-23) mengidentifikasi berpikir cara Al-qur'an yang harus dilakukan oleh para marketer adalah:
- Inquisitive thinking (berpikir karena ingin tahu) melandasi marketer supaya kritis dan berpikir tentang wujud yang diciptakan dan keesaan Allah sebagaimana firmannya dalam QS. Yunus/10:24.
- Objective thinking (berpikir secara objektif) dapat membantu meminimalkan asymmetrik information dalam menanggapi masalah atau berita. Berlandaskan dalam QS. Albaqarah 2:111.Â
- Positive thinking (berpikir positif), al-qur’an mengajarkan kita untuk tidak mudah berputus asa dan selalu berharap kepada Allah SWT., selalu berpikir positif dan optimis.
- Intuitive thinking (berpikir berdasarkan insting) yaitu kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektual.
- Rational thinking (berpikir secara rasional), al-qur'an juga telah memberikan pelajaran tentang pola berpikir secara rasional yaitu adanya hukum kausalita atau sebab akibat. Misalnya dirunkannya QS. Ar Ra’ad.
- Conceptual thinking (berpikir dengan konsep) diharapkan pelaku bisnis akan mampu memadukan berbagai konsep untuk dijadikan temuan baru yang nantinya dapat memunculkan produk dan jasa yang lebih baru.
- Analogical thinking (berpikir secara analogi), misalnya konsep halal dan haram yang mampu dipegang secara kuat oleh marketer sehingga marketer mampu menjalankan program pemasaran secara sustainable tanpa harus melanggar aturan agama.
- Perceptual thinking (berpikir dengan persepsi), cara berpikir ini pelaku pemasaran akan sangat bermanfaat khususnya menyikapi lingkungan dan alam semesta sehingga mampu gagasan yang positif.
Adapun sifat marketer berdasarkan al-qur'an dan sunnah, adalah sebagai berikut:
- Pemasaran dapat dikatakan beretika ketika memenuhi dua unsur utama yaitu bersikap lemah lembut dan sopan santun. Terdapat dalam QS. Ali Imran:159 dan QS. Al-Hijjr:88.
- Berdasarkan sunnah, Nabi Muhammad SAW memberikan contoh yang baik sebagai pelaku usaha yakni bertransaksi secara adil, jujur, menjauhi praktik bisnis yang dilarang Islam seperti riba, gharar, ikhtikar, dan sebagainya.
Selain sifat-sifat di atas, baik seorang marketer, produsen maupun konsumen, Â harus memiliki etika bisnis sesuai Islam, yakni:
- Etika produsen muslim; (1)Memperhatikan halal dan haram; (2)Tidak mementingkan keuntungan semata; (3)Diharamkan sesuatu yang merusak akidah dan akhlak.
- Sedangkan perilaku konsumen muslim merupakan suatu aktivitas manusia yang berkaitan dengan aktivitas membeli dan menggunakan produk barang dan jasa, dengan memperhatikan kaidah ajaran islam dan berguna bagi kemaslahatan umat.
Sangat disayangkan sekali jika masih ada orang yang hanya mengejar dunia sehingga melupakan akhirat. Jadilah pebisnis yang bisa menyeimbangkan urusan dunia dan akhirat karena keduanya sangat dekat.
Adapun etika pemasaran dalam Islam, berpedoman pada prinsip dan nilai dasar ekonomi Islam yaitu:Â
- Tauhid, adalah kepercayaan murni terhadap keesaan Tuhan sebagai sumber utama.
- Keseimbangan (Equlibrium), dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tidak terkecuali kepada pihak yang tidak disukai.
- Kehendak Bebas (Free will), konsep Islam memahami bahwa institusi ekonomi seperti pasar dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi namun tetap dalam pasar yang sehat dengan meninggalkan segala larangan-Nya.
- Tanggung Jawab (Responsibility), secara mendasar akan mengubah perhitungan ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya harus mengacu pada keadilan, dalam menghitung margin, keuntungan nilai upah harus dikaitkan dengan upah minimum yang secara sosial dapat diterima oleh masyarakat.
- Kebajikan (Ihsan), kebajikan yang dimaksud adalah melaksanakan perbuatan baik yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain.
Agar lebih rinci, panduan yang diajarkan Rasulullah dalam etika bisnis, antara lain;Â
(1)Prinsip kejujuran; (2)Tidak melakukan sumpah palsu; (3)Ramah tamah; (4)Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain; (5)Tidak boleh ikhtikar; (6)Membayar upah sebelum kering keringat karyawan; (7)Tidak monopoli; (8)Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial; (9)Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya; (10)Memberi tanggung jawab bila penguatan belum mampu membayar; (11)Bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba.
Seperti yang dijelaskan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa antara sifat, etika pemasar dan strategi pemasaran yang dilakukan harus balance satu sama lain serta sesuai dengan syariat Islam. Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita menerapkan sifat, etika dan pemasaran yang Islami. Islam tidak membatasi manusia untuk bermuamalah, namun yang ditekankan adalah jangan hanya mengejar keuntungan dunia semata.Â