Mohon tunggu...
Gita Friska Elfariani
Gita Friska Elfariani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa / Universitas Negeri Surabaya

Hobi menulis, menggambar, menonton film dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masalah Depresi Berujung Bunuh Diri pada Remaja Tak Bisa Dicuekin Begitu Saja

16 Desember 2022   15:50 Diperbarui: 16 Desember 2022   16:06 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konon katanya, masa remaja adalah masa yang paling indah. Akan tetapi, pada kenyataannya masa tersebut tidak sepenuhnya indah karena remaja harus menghadapi berbagai problematika atau masalah. Salah satu permasalahan yang sedang ramai dan marak terjadi di kalangan remaja yaitu depresi. Tidak sedikit remaja yang mengaku depresi dan ingin menyerah dengan hidupnya. Mereka merasakan depresi karena tuntutan pendidikan, masalah keluarga, cinta, maupun hal lainnya. Beberapa remaja di media sosial kerap membagikan curahan hati atau curhat bahwa mereka sedang merasa tidak berharga, kehilangan minat untuk hidup dan sebagainya. Beberapa diantara mereka yang depresi memilih menyakiti diri sendiri dengan menggores pergelangan tangan maupun membenturkan kepala ke dinding. Baru-baru ini, bahkan terdapat remaja depresi yang berujung dengan bunuh diri. Sosok tersebut ialah seorang remaja laki-laki dari Cikarang Pusat, Bekasi yang mengakhiri hidupnya karena depresi dengan cara gantung diri pada 8 Mei 2022. Kasus tersebut tentu menjadi sorotan bahwa masalah depresi di kalangan remaja tidak dapat dibiarkan begitu saja. Depresi dapat mengarahkan remaja pada tindakan yang ekstrim seperti percobaan bunuh diri.

Definisi, Kriteria dan Penyebab Depresi di Kalangan Remaja

Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan beberapa gejala. Dikutip dari Beck dalam Febrianti (2021), depresi dideskripsikan sebagai suatu kondisi psikologi yang memiliki beberapa tanda seperti gangguan pada suasana hati atau mood, gangguan kognitif, gangguan pada dorongan atau motivasi serta gangguan fisik. WHO menyatakan bahwa tingkat terparah suatu depresi ialah melakukan bunuh diri. Terdapat sembilan kriteria depresi menurut DSM-V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth Edition) antara lain: (1) muncul perasaan depresi selama hampir setiap waktu, (2) setiap harinya mengalami penurunan minat pada hal yang disukai, (3) perubahan berat badan yang cukup drastis, (4) perubahan pola tidur, (5) aktivitas sehari-hari yang berubah, (6) energi menghilang dan merasa lelah, (7) terbesit perasaan bersalah dan tidak berharga, (8) konsentrasi menurun, dan (9) memikirkan kematian secara terus menerus serta terdapat keinginan bunuh diri, melakukan usaha bunuh diri dan menyusun rencana bunuh diri. Seorang remaja dapat dikategorikan sebagai pengidap depresi apabila memenuhi lima dari sembilan kriteria tersebut dan telah menunjukkan gejala selama dua minggu.

Penyebab depresi pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor keturunan atau genetik, biologis, faktor lingkungan hingga faktor psikologis. Faktor lainnya dapat berasal dari pengalaman hidup, contohnya pengalaman yang kurang menyenangkan atau menyakitkan baik itu secara fisik maupun psikis. Faktor dari luar diri juga dapat menyebabkan depresi pada remaja, seperti hubungan orang tua yang buruk, keluarga yang tidak harmonis, kondisi ekonomi yang buruk dan sebagainya. Beberapa penelitian menyebutkan pula bahwa faktor penting dan mendominasi depresi remaja ialah faktor keluarga. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan, problematika remaja berupa depresi ini juga dapat disebabkan oleh permasalahan lainnya. Beberapa permasalahan remaja yang dapat memicu depresi antara lain, prestasi belajar yang menurun, mendapat tindakan bullying dari teman seperti disakiti secara fisik, dijauhi maupun dicemooh, terlalu dibatasi oleh orang tua, mengalami kehilangan atau putus hubungan dengan orang terkasih seperti pacar ataupun teman serta mengalami kekerasan dalam keluarga.

Resiko Bunuh Diri Pada Remaja yang Mengalami Depresi

Depresi pada remaja dapat menimbulkan beberapa hal seperti perubahan mood, pola tidur, nafsu makan dan berat badan. Akan tetapi, pada beberapa kasus yang parah seorang remaja dapat mengambil tindakan bunuh diri sebagai jalan keluar dari depresi yang dialaminya. Bunuh diri merupakan tindakan mengakhiri hidup dengan tangan sendiri dan secara sengaja bahkan terencana. Bunuh diri dapat dilakukan oleh siapa saja tak terkecuali remaja. 

Remaja yang mengalami depresi beresiko tinggi memiliki ide bunuh diri, merencanakan bunuh diri dan melakukan bunuh diri. Seperti kasus yang telah dibahas di awal, remaja mampu melakukan gantung diri akibat depresi ini. Pada kasus lain, terdapat pula remaja yang berusaha loncat dari lantai atas sebuah rumah susun karena mengalami depresi. Masih dengan alasan yang sama yaitu depresi, seorang remaja di Jakarta Pusat melompat hingga tenggelam di sungai pada tahun 2021. Rentetan peristiwa dan kasus bunuh diri ini menyiratkan bahwa remaja dengan gejala depresi beresiko melakukan bunuh diri pada titik tertentu.

Penanganan Depresi Pada Remaja Dengan Konseling

Depresi pada remaja tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ada kemungkinan kalau depresi dapat berkembang menjadi ide bunuh diri. Oleh karena itu, diperlukan penanganan salah satunya dengan konseling. Layanan konseling merupakan layanan yang memfasilitasi remaja dalam mencari jalan keluar terkait permasalahannya serta mengatasi permasalahan tersebut melalui beberapa teknik. Konseling dipandu oleh konselor dan umumnya dilakukan dalam beberapa sesi. Konseling membantu remaja untuk mandiri dan secara optimal menghadapi permasalahan dalam tumbuh kembangnya, seperti depresi ini. Terdapat beberapa tujuan dalam pelaksanaan konseling, yaitu (1) memberikan dukungan psikologis pada remaja yang mengalami depresi, (2) mencegah permasalahan depresi yang dialami remaja berkembang atau menjadi lebih parah, dan (3) membantu remaja mengatasi depresi yang dialaminya.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan konselor dalam menangani remaja depresi. Pada pelaksanaannya, konselor harus mengawali konseling dengan terbuka dan ramah serta berupaya membangun hubungan terapeutik dengan remaja tersebut. Konselor juga tidak boleh menjudge atau menilai, mencemooh dan menertawakan seorang remaja yang mengalami depresi. Selain itu, konselor juga hendaknya memberikan kebebasan pada remaja untuk menentukan keputusannya dan tidak berupaya memaksakan pendapatnya pada remaja tersebut atau klien. Remaja adalah sosok yang berjiwa bebas dan kurang suka dibatasi, apabila konselor bersikap keras dan membatasi keputusan mereka maka remaja tidak akan membuka diri pada konselor. Selain perilaku dan sikap konselor yang harus dijaga, pada pelaksanaan konseling juga ada baiknya dibangun suasana yang hangat dan nyaman bagi agar remaja tidak merasa canggung atau uncomfortable ketika melakukan konseling. 

Konseling pada remaja depresi tidak terbatas dengan konselor atau guru BK di sekolah, namun juga dapat dilakukan oleh konselor sebaya. Remaja akan lebih mengerti remaja lainnya, maka dari itu keberadaan konselor sebaya dirasa penting dalam mengatasi problematika depresi pada remaja. Selain konseling individu maupun kelompok, remaja yang depresi juga dapat ditangani dengan konseling bersama orang tua atau keluarga. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan faktor penting sebagai pemicu depresi, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun