Mohon tunggu...
Irpan Supu
Irpan Supu Mohon Tunggu... Administrasi - penulis yang malas

kebahagiaan itu ada di rumah, ketika dirumah kau tak bahagia, itu tanda kau pribadi yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi Obesitas Jokowi

13 Agustus 2019   09:48 Diperbarui: 13 Agustus 2019   09:57 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terlepas dari peran Budi Gunawan (kepala BIN) yang mampu meluluhkan hati Prabowo- dua pertemuan Prabowo baik dengan Jokowi (13 /7/2019) maupun dengan Megawati (24/7/2019)  memantik spekulasi politik yang liar pasca putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 27 juni 2019 yang menolak seluruh gugatan pasangan calon presiden wakil presiden nomor urut 1 prabowo subianto /sandiaga uno.

Spekulasi liar itu terkait rumors Gerindra masuk dalam pemerintahan jokowi, entah diajak jokowi atau penawaran diri Prabowo dalam format tawaran gagasan sebagaimana diungkapkan oleh beberapa elit PDI perjuangan dan Gerindra. Yang pasti Bagi PDI perjuangan Masuknya Gerindra Bukan masalah karena itu berarti semua masuk dalam satu kapal besar yang dinahkodai Jokowi sebagai presiden yang pada ujungnya bermuara pada kendali PDI Perjuangan sebagai rumah tempat Jokowi berproses. 

Namun sayang Justru Kekhawatiran Masuknya Gerindra justru datang dari Elit Nasdem terkhusus Surya Paloh sebagai ketua Umum Partai Nasdem. hal ini juga terlihat dari gestur seluruh elit Nasdem dalam merespon pertemuan pertemuan Prabowo baik dengan Jokowi lalu dengan Megawati. sebab bagi Nasdem Perjuangan memenangkan jokowi begitu "berdarah darah" bahkan dengan berbagai sumber daya termasuk kekuatan media yang dimilikinya lalu tiba tiba rival politiknya diajak masuk dalam barisan koalisi, selain aneh secara logika politik juga akan mengurangi partopolio kekuasaan yang akan didapat.

seandainya Gerindra masuk dalam Koalisi Pemerintahan Jokowi maka kekuatan penyeimbang diparlemen Hanya pada PKS PAN dan partai Demokrat yang hanya yanris 30 persen dari total kursi parlemen, sementara kekuatan pemerintahan Jokowi sekitar 70 persen. dan jika ini terjadi kita akan melihat kembali peristiwa pemerintahan SBY pada periode 2009-2014 dimasa kala itu hanya PDI Perjuangan Gerindra dan hanura saja yang diluar pemerintahan, Namun SBY tak mampu Mengendalikan manuver politik partai patai dalam pemerintahannya sendiri.

kala itu belum genap setahun pasca SBY dilantik ia lalu diobok obok oleh skandal Bank Century yang didalangi oleh internal koalisinya yang dimotori oleh partai Golkar dan PKS. SBY Nampak dan berdaya dan bahkan beberapa kali harus turun gunung untuk mengklarifikasi langsung opini yang berkembang di publik. Pansus angket Centru baru berakhir pasca berakhirnya pemerintahan SBY tahun 2014.

Memang sebagian pengamat akan berkata bahwa manajemen dan karakter kepemimpinan Jokowi Berbeda dengan SBY, namun realitasnya Koalisi yang gemuk (obesitas) membuat siapapun nahkoda pemerintahannya akan sulit untuk bergerak, bukan karena faktor eksternal namun karena kondisi internal dalam koalisinya sendiri. Apalagi Golkar dan Gerindra sebagai pemenang kedua dan ketiga dengan suara mayoritas di parlemen memegang kartu truf dalam positioning setiap kebijakan pemerintahan Jokowi yang memerlukan  persetujuan parlemen. Suara PDI Perjuangan yang hanya 20 persen dari total kursi parlemen tak cukup untuk membantu Jokowi jika tanpa dukungan dari Gerndra dan Golkar, sementara Surya paloh sebagai Ketua Nasdem tentu juga membawa misi khusus dalam menyongsong pemilu 2024, apalagi melihat rencana paket undang undang politik tahun 2024 yang hendak dibahas sedini mungkin sejak tahun 2020.

Pada periode kedua ini para menteri dari partai politik tidak sekedar merealisasikan janji Jokowi tapi juga mengoptimalkan sosialisasi dan pengenalan partai politiknya masing masing melalui program program kementrian/lembaganya, sehingga program kementrian/lembaga tidak saja dipandang sebagai program Jokowi tapi juga program partai politik asal menteri yang bersangkutan karena bagi mereka Jokowi telah berakhir tahun 2024, disinilah buah simalakama bagi PDI Perjuangan, inilah mungkin yang membuat Megawati berterus terang dan buka bukaan tentang jumlah kursi yang harus dimiliki PDI Perjuangan saat membuka kongres PDI Perjuangan  kamis 8 agustus 2019 lalu.

akhirnya kita berharap pemerintahan Jokowi periode kedua ini haruslah tetap ramping dengan koalisi ideal sebagaimana tubuh joko 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun