Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2017, setiap individu di Indonesia rata-rata menghasilkan sampah sebanyak dua kilogram dalam sehari. Angka ini menunjukkan volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia sangatlah signifikan. Dengan mempertimbangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 yang mencapai 276 juta jiwa, maka dapat dihitung bahwa secara total, negara kita menghasilkan sampah sebanyak 552 ribu ton setiap harinya. Jumlah yang sangat besar ini tentunya menjadi beban yang cukup berat bagi lingkungan dan masyarakat. Selain menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti bau tidak sedap dan pemandangan yang tidak sedap dipandang, timbunan sampah juga menjadi salah satu penyebab utama munculnya berbagai masalah kesehatan yang serius. Mulai dari penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan, hingga penyakit menular lainnya yang dapat mengancam kesehatan masyarakat secara luas. Data menunjukkan bahwa masalah sampah di Indonesia semakin serius dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, total timbunan sampah mencapai 44,3 juta ton dan terus meningkat hingga mencapai 67,8 juta ton pada tahun 2020. Peningkatan yang sangat signifikan ini tidak terlepas dari pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat. Sayangnya, peningkatan jumlah penduduk ini tidak diimbangi dengan peningkatan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah secara bertanggung jawab. Akibatnya, masalah sampah menjadi semakin kompleks dan sulit untuk diatasi.
Sampah juga masih menjadi permasalahan yang kompleks di Kabupaten Sidoarjo dan belum menemukan solusi yang optimal. Meskipun telah ada upaya-upaya pengelolaan sampah, seperti pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPST), namun permasalahan ini terus berulang. Salah satu akar masalah utama adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah dengan baik. Banyak warga Sidoarjo masih memiliki kebiasaan membuang sampah sembarangan, baik di sungai, saluran air, maupun di pinggir jalan. Kondisi ini semakin diperparah dengan kurangnya fasilitas pembuangan sampah yang memadai dan mudah diakses di beberapa wilayah. Akibatnya, tumpukan sampah berserakan di mana-mana, tidak hanya merusak keindahan lingkungan, tetapi juga berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan lingkungan. Contoh kasus yang sering terjadi adalah di Desa Bakung Temenggungan, Kecamatan Balongbendo. Meskipun sudah dilengkapi dengan TPST, masih banyak warga yang memilih untuk membuang sampah di sembarang tempat. Perilaku ini menunjukkan bahwa keberadaan fasilitas pengelolaan sampah saja tidak cukup untuk mengatasi masalah sampah. Perlu adanya upaya yang lebih intensif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Suasana tegang mewarnai depan Pendopo Delta Wibawa, Sidoarjo, saat ratusan pekerja kebersihan yang tergabung dalam Gerakan Pekerja Kebersihan Seluruh Indonesia (Gapeksi) Sidoarjo menggelar aksi unjuk rasa. Dengan wajah penuh keprihatinan, mereka menyuarakan penolakan keras terhadap kenaikan tarif angkutan sampah yang dianggap memberatkan. Sebagai bentuk protes simbolis, para pekerja membuang tumpukan sampah di depan pendopo, menyoroti permasalahan yang mereka hadapi. Fokus utama tuntutan para pekerja adalah tarif layanan pengangkutan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Griyo Mulyo Jabon. Mereka berpendapat bahwa kenaikan tarif tersebut sangat signifikan dan telah membebani keuangan mereka. Banyak di antara mereka yang merupakan pekerja lepas dengan penghasilan yang tidak tetap, sehingga kenaikan tarif ini semakin memperparah kondisi ekonomi keluarga. Menanggapi aksi tersebut, Kepala TPA Griyo Mulyo Jabon, Hajid Arif Hidayat, memberikan penjelasan. Menurutnya, penetapan tarif angkutan sampah telah melalui proses perhitungan yang cermat dan melibatkan tim ahli. Bahkan, pemerintah daerah telah memberikan subsidi yang cukup besar untuk meringankan beban masyarakat. Di balik aksi unjuk rasa ini, tersimpan berbagai permasalahan kompleks yang perlu dicari solusinya. Selain masalah tarif, para pekerja juga mengeluhkan kondisi kerja yang kurang memadai, seperti kurangnya peralatan keselamatan kerja dan fasilitas pendukung lainnya. Hal ini semakin memperparah kondisi mereka yang sudah terbebani dengan tuntutan pekerjaan yang berat. Permasalahan sampah di Sidoarjo memang menjadi tantangan tersendiri. Peningkatan jumlah penduduk dan produksi sampah yang tidak seimbang dengan kapasitas pengelolaan sampah menjadi faktor utama. Oleh karena itu, diperlukan solusi komprehensif yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat.
"Permasalahan pembuangan sampah sembarangan, terutama di sungai, memang menjadi masalah yang berulang di wilayah kita. Meskipun Dinas PU telah rutin melakukan pengangkutan sampah, namun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan masih sangat rendah," ujar Gus Muhdlor. "Kondisi ini menunjukkan bahwa kita perlu bekerja sama untuk menemukan solusi yang efektif dan berkelanjutan." Sebagai langkah konkret, Gus Muhdlor mengusulkan pembangunan sekat sungai di setiap batas desa. Sekat ini berfungsi sebagai penghalang sampah sehingga asal-usul sampah dapat dilacak dengan mudah. "Dengan adanya sekat ini, kita dapat mengidentifikasi desa mana yang paling banyak berkontribusi terhadap pencemaran sungai dan kemudian mengambil tindakan yang diperlukan," jelasnya. Selain itu, Gus Muhdlor juga menekankan pentingnya koordinasi antar-camat dalam menangani masalah sampah. "Saya meminta kepada seluruh camat untuk proaktif dalam mengkoordinasikan upaya pembersihan sungai di wilayah masing-masing. Dengan bekerja sama, kita dapat mencapai hasil yang lebih optimal," tegasnya. Lebih lanjut, Gus Muhdlor mengapresiasi desa-desa yang telah memiliki peraturan desa (Perdes) terkait pengelolaan sampah. "Ini merupakan langkah yang sangat baik dan perlu dicontoh oleh desa-desa lainnya. Saya berharap semua desa dapat menyadari bahwa masalah sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat," ujarnya. Gus Muhdlor juga menegaskan kembali pentingnya pembangunan Tempat Pembuangan Sementara Terpadu (TPST) di setiap desa. "Dengan adanya TPST, masyarakat akan memiliki tempat yang lebih layak untuk membuang sampah dan tidak lagi membuang sampah sembarangan ke sungai," jelasnya. Untuk mewujudkan upaya ini, Gus Muhdlor mengajak seluruh desa untuk berkomitmen bersama dalam menjaga kebersihan lingkungan. "Saya berharap setiap desa dapat menyusun Perdes yang mengatur tata cara pengelolaan sampah secara rinci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H