Mohon tunggu...
Fransiska Cicin Batara
Fransiska Cicin Batara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tri Hita Karana dan Pengimplementasiannya dalam Kehidupan Sehari-hari

24 Juni 2024   15:10 Diperbarui: 27 Juni 2024   20:57 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NAMA :FRANSISKA CICIN BATARA

NIM :2313021002

NOMOR ABSEN :21

ROMBEL :33

Tri Hita Karana (THK) merupakan salah satu bentuk ajaran kearifakan lokal masyarakat Bali yang pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember 1966 dalam Konferensi Daerah I (pertama) Badan Perjuangan Umat Hindu Bali yang diselenggarakan di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan sebagai wujud kesadaran umat Hindu terhadap kewajibannya (dharmanya) untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Sejak saat itu, istilah THK digunakan secara luas sebagai falsafah hidup masyarakat Bali dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.

Konsep Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta yang terbentuk dari tiga kata yakni "Tri" berarti tiga, "Hita" artinya kesejahteraan atau kebahagiaan, dan "Karana" adalah sebab atau penyebab. Jadi, Tri Hita Karana memiliki arti "tiga penyebab kebahagiaan".Pada dasarnya hakikat ajaran Tri Hita Karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan dunia ini. Ketiga hubungan ini meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan hubungan dengan Tuhan. Setiap hubungan ini memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekitarnya. Prinsipnya pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Keseimbangan dan kebahagiaan akan dicapai apabila manusia mengupayakan dan menghindari segala tindakan buruk bagi kehidupan lingkungannya.

Adapun tiga penyebab kebahagiaan yang dijabarkan dalam konsep Tri Hita antara lain:

  • Parhayangan;Nama "Parahyangan" berasal dari Bahasa Sunda yang berarti "tempat tinggal para hyang(dewa)". Parahyangan secara spesifik adalah daerah sekitar pegunungan di selatan Jawa Barat dimana orang Sunda terdahulu mempercayai gunung-gunung sebagai tempat bersemayamnya para dewa.Parhayangan adalah hubungan harmonis dengan Tuhan.Disini Parhyangan lebih menegaskan bahwa manusia diharapkan senantiasa menghaturkan sujud bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Sang Pencipta Alam Semesta beserta isinya.
  • Pawongan;Nama Pawongan berasal dari kata Wong yang berarti orang. Dalam konsep Tri Hita Karana, Pawongan adalah hubungan antara manusia dengan sesama manusia. Jadi, diharapkan terciptanya hubungan yang harmonis antara satu manusia dengan manusia lainnya. Pawongan menekankan hubungan yang harmonis antarsesama manusia yang dapat diwujudkan dalam hubungan dalam keluarga, hubungan dalam persahabatan, maupun hubungan dalam pekerjaan.
  • Palemahan;Nama Palemahan berasal dari kata Lemah yang berarti tanah, juga berarti bhuwana atau alam. Konsep Tri Hita Karana mengajarkan bahwa, Palemahan adalah hubungan antara manusia dengan lingkungan. Lingkungan merupakan tempat hidupnya manusia, lingkungan juga merupakan sumber tumbuhnya segala kebutuhan hidup manusia.yaitu hubungan harmonis dengan alam lingkungan. Palemahan menekankan hubungan antara manusia dengan alam, mencangkup tumbuh-tumbuhan, binatang, dan lainnya.

Pada zaman praaksara, masyarakat Bali telah memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme, di mana mereka menghormati alam dan roh-roh leluhur. Konsep keharmonisan antara manusia, alam, dan kekuatan spiritual telah menjadi bagian integral dari kehidupan mereka.Pada masa Hindu-Budha di Bali (abad ke-8 hingga abad ke-15), konsep Tri Hita Karana semakin berkembang dan terintegrasi dengan ajaran agama Hindu.Konsep ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti arsitektur, seni, dan ritual keagamaan.Pada abad ke-20, konsep Tri Hita Karana mengalami revitalisasi dan diangkat kembali sebagai kearifan lokal yang penting bagi masyarakat Bali. Konsep ini kemudian dikonstruksi secara konseptual dan historis, serta diaplikasikan dalam berbagai bidang, seperti pembangunan, pariwisata, dan pendidikan. Saat ini, Tri Hita Karana telah menjadi identitas budaya Bali yang dikenal secara luas, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia internasional. Konsep ini dianggap sebagai salah satu kearifan lokal yang dapat memberikan kontribusi penting bagi pembangunan yang berkelanjutan dan harmonis.

Makna ungkapan dan hubungannya dengan konsep kebahagiaan dan kesejahteraan dalam Tri Hita Karana,serta langkah-langkah nyata yang akan dilakukan: a. Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa hidup di dunia material dan kepemilikan materi/uang memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Namun, secara religius, hal tersebut bukanlah puncak pencapaian atau tujuan akhir dalam kehidupan Konsep Tri Hita Karana dalam budaya Bali menekankan tiga unsur keharmonisan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan), hubungan manusia dengan sesama (Pawongan), dan hubungan manusia dengan alam (Palemahan). Dalam konsep ini, kebahagiaan dan kesejahteraan sejati tidak hanya diperoleh dari kepemilikan materi,tetapi juga dari keseimbangan dan keharmonisan antara ketiga unsur tersebut.Kepemilikan materi/uang memang penting untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun tidak boleh menjadi tujuan utama. Kebahagiaan dan kesejahteraan yang sejati dapat diperoleh ketika manusia mampu menyeimbangkan aspek spiritual, sosial, dan lingkungan dalam kehidupannya. Dengan kata lain, kebahagiaan dan kesejahteraan yang sejati dalam Tri Hita Karana tidak hanya bersifat material, tetapi juga spiritual dan sosial.

Adapun contoh pengimplementasian penyebab kebahagiaan dalam konsep tri hita karana adalah:

  • Parhayangan;Sudah diketahui bahwa parhayngan itu adalah konsep hubungan antara manusia dengan sang pencipta atau manusia dengan Tuhannya dengan, maka penerapannya dapat dilaksanakan dengan Dewa Yadnya. Misalnya dengan membersihkan pura-pura, taat sembahyang dan melaksanakan ajaran-ajaran agama serta mengamalkan dharma.
  • Pawongan;Sudah diketahu pawongan adalah hubungan antara manusia dengan sesama manusia. Contoh penerapan pawongan dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menjaga dan menjalin hubungan yang baik dengan bersikap tenggang rasa, saling menghargai,dan saling tolong-menolong dengan sesama manusia tanpa membeda-bedakan.
  • Palemahan;Sudah diketahu bahwa palemahan merupakan hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Contoh penerapan palemahan ini dalam kehidupan sehari-hari adalah menjaga kebersihan lingkungan dan tidak mengeksploitasi isi alam, serta menjaga kelestariaannya.Dengan menerapkan prinsip-prinsip Tri Hita Karana, kita dapat memperoleh hal-hal positif dalam kehidupan, seperti:ketenangan dan kebahagiaan batin, kedamaian dan keharmonisan dalam hubungan sosial Kelestarian alam yang mendukung kehidupan yang sederhana Keberkahan dan kemudahan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.Analisis dan bukti bahwa Tri Hita Karana memiliki dimensi yang universal dalam aagama di Indonesia Sebagai kearifan lokal Bali memang memiliki dimensi universal yang dapat ditemukan dalam berbagai agama di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa konsep tersebut bukan hanya milik masyarakat Bali, tetapi juga memiliki kesamaan dengan ajaran-ajaran universal dalam agama.
  • Dalam agama Hindu, konsep Tri Hita Karana dapat ditemukan dalam ajaran Tri Murti, yaitu Brahma (Tuhan sebagai pencipta), Wisnu (Tuhan sebagai pemelihara), dan Siwa (Tuhan sebagai pelebur). Ini selaras dengan tiga unsur Tri Hita Karana, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam.
  • Dalam agama Buddha, ajaran tentang Tri Ratna (tiga permata) yang terdiri dari Buddha, Dharma, dan Sangha juga memiliki kesamaan dengan konsep Tri Hita Karana. Buddha mewakili hubungan dengan Tuhan, Dharma mewakili hubungan dengan sesama, dan Sangha mewakili hubungan dengan alam.
  • Dalam agama Islam, konsep Habluminallah (hubungan dengan Allah), Habluminannas (hubungan dengan sesama manusia), dan
    Habluminal'alam (hubungan dengan alam) juga memiliki kesamaan dengan Tri Hita Karana.
  •  Dalam agama Kristen, ajaran tentang cinta kasih kepada Tuhan, sesama, dan alam ciptaan Tuhan juga sejalan dengan konsep Tri Hita Karana. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Tri Hita Karana memiliki dimensi universal yang dapat ditemukan dalam berbagai ajaran agama di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa konsep tersebut bukan hanya milik masyarakat Bali, tetapi juga memiliki kesamaan dengan pemikiran dan praktik universal dalam kehidupan beragama.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun