Mohon tunggu...
Ilham Aryasona
Ilham Aryasona Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sejarah, Sepakbola, Environment

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi di Persimpangan: Menghindari Pembajakan Demokratis oleh Populis

9 Juni 2024   09:42 Diperbarui: 9 Juni 2024   09:42 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi di Persimpangan: Menghindari Pembajakan Demokratis oleh Populis

Oleh: Ilham Aryasona

Di era modern, demokrasi sering dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang paling ideal, di mana kekuasaan berasal dari rakyat dan dijalankan untuk kepentingan rakyat. 

Namun, sebuah fenomena mengkhawatirkan tengah terjadi di berbagai belahan dunia: pemimpin populis, terpilih melalui jalur demokratis, justru membajak sistem ini dan mengancam esensi demokrasi itu sendiri. Fenomena ini, sebagaimana diuraikan oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam "How Democracies Die", menunjukkan bagaimana proses ini terjadi secara bertahap namun pasti.

Pemimpin populis seringkali memulai karir politik mereka dengan janji reformasi dan memberantas korupsi. Mereka hadir sebagai "penyelamat rakyat" dari cengkeraman elit politik yang korup. 

Narasi ini menggaung kuat di masyarakat yang sudah lama merasa terpinggirkan dan dikhianati oleh pemimpin tradisional. Dalam konteks ini, pemimpin seperti ini berhasil menarik simpati dan dukungan besar melalui pemilu yang sah dan demokratis.

Namun, kemenangan mereka sering kali menjadi awal dari erosi demokrasi. Langkah pertama yang diambil adalah menyerang institusi-institusi demokrasi yang menjadi penyeimbang kekuasaan. 

Peradilan yang independen, media yang bebas, dan lembaga pengawasan lainnya mulai dilemahkan. Ini dilakukan melalui retorika yang merendahkan atau tindakan nyata seperti mengganti pejabat-pejabat kunci dengan orang-orang yang loyal kepada mereka.

Selanjutnya, norma-norma demokrasi yang tidak tertulis tetapi sangat penting juga mulai dikikis. Toleransi terhadap oposisi mulai memudar, dan komitmen terhadap aturan main yang adil semakin diabaikan. Pemimpin populis ini cenderung mengabaikan peraturan yang tidak sesuai dengan agenda mereka, dan menggunakan hukum sebagai alat untuk menekan lawan politik.

Pembatasan hak-hak sipil dan politik menjadi langkah berikutnya. Kebebasan berekspresi mulai terancam, kebebasan berkumpul dibatasi, dan lawan politik diintimidasi. 

Semua ini dilakukan dengan justifikasi hukum yang tampaknya sah. Pemilu tetap dilaksanakan, tetapi integritasnya semakin dipertanyakan. Manipulasi aturan pemilu, perubahan distrik pemilihan, dan tekanan terhadap pemilih serta kandidat oposisi menjadi taktik yang lazim digunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun