Di tengah upaya untuk menghadirkan pendidikan yang inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), SDN Banyuajuh 2 di Kabupaten Bangkalan menjadi salah satu contoh  nyata penerapan strategi ini. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, sekolah ini tetap berkomitmen menyediakan pendidikan yang ramah bagi anak ABK dengan mengintegrasikan mereka dalam lingkungan belajar yang sama dengan anak-anak reguler.
      Dalam wawancara dengan salah satu guru kelas VB di SDN Banyuajuh 2, beberapa tantangan utama dalam mengajar ABK terungkap. Salah satunya adalah kesulitan anak-anak ABK dalam mengendalikan emosi dan mempertahankan perhatian. Guru menyatakan bahwa ABK sering merasa bosan saat diberi tugas menulis dan mewarnai, yang mengakibatkan mereka kehilangan motivasi. Selain itu, masalah dalam mengatur emosi membuat guru harus lebih sadar dalam menangani perilaku mereka dalam kelas.
      Menyadari tantangan tersebut, guru di SDN Banyuajuh 2 menerapkan metode pembelajaran berkelompok tanpa membeda-bedakan siswa ABK dan siswa reguler. Dalam kelompok, ABK dapat belajar bersama teman-teman sekelas mereka, mendengarkan diskusi, dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Pendekatan ini memberikan manfaat tidak hanya secara akademis, tetapi juga membantu ABK mengembangkan kemampuan sosial mereka. Interaksi sosial yang terjadi selama diskusi kelompok membantu siswa ABK berpartisipasi lebih baikdengan lingkungan kelas dan meningkatkan kepercayaan diri mereka. Guru juga melibatkan siswa reguler untuk mendukung teman ABK mereka. Pendekatan ini bertujuan menciptakan lingkungan kelas yang inklusif, di mana siswa reguler dapat memberikan arahan dan dorongan kepada ABK. Dukungan emosional dan sosial dari teman-teman sekelas ini sangat membantu ABK untuk merasa diterima dan lebih mudah mengikuti pelajaran.
Untuk mendukung pemahaman siswa ABK, guru sering mengguanakan media visual dan pendekatan multisensori. Siswa ABKm terutama yang memiliki IQ rendah, lebih mudah menangkap pelajaran melalui gambar atau alat bantu visual daripada hanya mendengarkan penjelasan lisan. Penggunaan alat visual ini memungkinkan siswa memahmi konsep yang diajarkan dengan lebih baik. Guru juga mengakui bahwa siswa ABK memiliki gaya belajar yang beragam, beberapa lebih responsif terhadap materi visual, sementara yang lain lebih mudah memhami pelajaran melalui pendengaran.Â
Keterbatasan Pelatihan Khusus untuk Guru
      Meskipun telah melakukan berbagai upaya dalam mendidik ABK, salah satu kendala besar yang dihadapi oleh para guru di SDN Banyuajuh 2 adalah  kurangnya pelatihan khusus. Guru mengungkapkan "Hingga saat ini, belum ada pelatihan mengenai pndidikan inklusif yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan setempat". Ketiadaan pelatihan ini menjadi tantangan serius karena guru merasa kurang dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani ABK secara lebih efektif.
      Selain itu, guru menyatakan bahwa belum ada program penilaian khusus yang diterapkan untuk ABK di sekolah. Sehingga penilaian atas perkembangan ABK lebih banyak didasarkan pada pengamatan guru dalam kelas. Guru berharap kedepannya akan ada sistem penilain khusus serta guru pendamping yang terlatih secara profesioanl untuk menangani pendidikan inklusif di sekolah.
Kolaborasi dengan Orang Tua
      Untuk memastikan perkembangan anak ABK, guru menjalin komunikasi rutin dengan orang tua melalui aplikasi pesan WhatsApp. Setiap minggu, guru melaporkan perkembangan sikap dan perilaku siswa, baik di dalam kelas maupun dalam interaksi sosial dengan teman-temannya. Kerja sama yang baik antara guru dan orang tua menjadi kunci untuk memahami kebutuhan induvidual setiap anak dan mengatasi tantangan yang dihadapi dalam proses belajar.
Harapan dan Dukungan di Masa Depan