Mohon tunggu...
Reni Rinenggowati
Reni Rinenggowati Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasiswa jurusan Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Toxic Masculinity: Laki-Laki Tidak Boleh Menangis

5 Agustus 2022   21:30 Diperbarui: 5 Agustus 2022   21:34 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saat kita di usia balita, banyak anak kecil yang diajarkan untuk menjadi laki-laki yang kuat dan tangguh. Tugas rumah seperti menyapu dan memasak sering dianggap seperti kegiatan yang hanya diperuntukan untuk anak perempuan. Banyak orang yang beranggapan jika anak laki-laki haruslah lebih kuat dari anak perempuan, dari segi mental maupun dari sisi fisiknya.

            Tertawa dan menangis merupakan tanda yang dikirimkan oleh seseorang untuk memberitahukan bahwa mereka sedang mengekspresikan perasaannya. Apa yang terjadi jika anak laki-laki mengespresikan perasaannya dengan menangis? Akan ada saja yang mengatakan "ih jadi cowok kok cengeng", "jadi cowok gak boleh nangis loh!". Hal ini menunjukkan seakan parameter kuatnya laki-laki adalah ketika mereka tidak menangis.

            Toxic masculinity merupakan perilaku sempit terkait peran gender dan sifat laki-laki. Dalam hal ini, definisi maskulinitas yang lekat sebagai sifat pria identic dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan tidak boleh menunjukkan emosi bahkan menangis sekalipun.

            Paula dan Francois seorang Psikolog dalam buku Psychology of Emotion menuliskan Stereotip tentang emosi antara perempuan dan laki-laki. Disebutkan bahwa keyakinan stereotip mengandung norma perspektif yang menengtukan reaksi emosional yang dapat diterima secara social untuk perempuam dan laki-laki. Norma yang akrab dijumpai adalah "Anak laki-laki tidak menangis". Hal ini mungkin saja terjadi karena dalam bersosial naka perempuan mendapatkan tekanan bahwa jika anak perempuan harus lebih baik dan lebih rendah hati daripada laki-laki. Begitu pula untuk anak laki-laki, dalam bersosial mereka perlu untuk menunjukkan bahwa mereka merupakan anak yang kuat dan tangguh. Jika dalam bersosial anak laki-laki menampakkan emosi yang justru sebaliknya, maka mereka akan menerima sanksi social. Dengan 'memendam' apa yang mereka rasakan, akan berdampak dalam mengekspresikan emosi mereka. Penekanan emosional dapat mempengaruhi kesehatan jantung dan bahkan menyebabkan kanker.

            Menurut opini saya, stereotip mengenai "laki-laki tidak boleh menangis" bukan lah hal yang baik untuk disetujui. Karena setiap manusia boleh untuk mengekspresikan emosinya, baik senang maupun sedih. Ketika stereotip itu tetap dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan bahwa akan banyak anak laki-laki yang terganggu kesehatan mentalnya, karena secara tidak langsung dia tidak dapat menyalurkan emosinya sehingga aka nada kemungkinan seperti buruk yang muncul.

            Toxic masculinity ini dapat diatasi dengan cara cara sederhana yang dapat dilakukan oleh orang tua. Yang pertama, berikan penjelasan kepada anak bahwa siapa saja boleh menangis, bahkan anak laki-laki pun bisa dan boleh untuk mengekspresikan apa yang dia rasakan. Yang kedua, hindari ujaran yang merendahkan perempuan, seperti "kamu berbicara seperti perempuan". Yang ketiga, orang tua dapat berhati-hati ketika memberikan media hiburan pada anak. Apabila terlihat adanya potensi toxic masculinity di film atau buku kesukaannya, maka orang tua bisa memberikan intervensi bahwa elemen tersebut tidaklah patut untuk ditiru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun