Komunikasi di dalam masyarakat pada zaman sekarang jauh berkembang pesat jika dibandingkan dengan beberapa puluh tahun kebelakang. Masuknya arus informasi dengan cepat karena dampak globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi menghilangkan jarak dan waktu antar masyarakat. Karena kemudahan yang masyarakat rasakan belakangan ini mengakibatkan penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari turut mengalami perubahan dan penyesuaian.
Kita bisa lihat dari keberadaan aplikasi chating yang membuat penggunaan bahasa tulis dalam penulisan pesan menjadi lebih beragam. Hampir setiap orang memiliki gaya penulisannya masing-masing saat menuliskan pesan singkat melalui aplikasi chating. Biasanya yang paling sering kita temukan adalah penyingkatan penulisan pada kata-kata tertentu. Penyingkatan tulisan ini tentu karena orang yang menggunakan aplikasi chating lazimnya ingin segera mengirim pesan atau membalas pesan dengan waktu yang singkat, maka dilakukanlah penyingkatan penulisan pada kata-kata tertentu.
Penyingkatan penulisan kata-kata ini terkadang tidak terpola, tidak ada standar atau aturan yang mengatur penulisan singkatan kata. Sebagai contoh penulisan kata cowok atau cewek ketika ditulis dalam pesan singkat kita sering menemui dengan singkatan yang sama yaitu cwk. Orang yang tidak tahu tentu akan bingung ketika ada seseorang mengetik pesan yang menggunakan singkatan seperti itu. Misal kita mendapat pesan seperti ini:
Kemarin yang masuk kebanyakan cwk daripada cwk-nya
Kalimat diatas tentu akan menimbulkan makna yang ambigu jika kita tidak meminta penjelasan kepada si pengirim pesan. Selain itu ada juga penyingkatan penulisan kata yang menggunakan gabungan huruf dan angka seperti penulisan ‘kawan’ menjadi k1. Kenapa k1? hal itu berdasarkan gabungan dari bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang dibaca ‘ka-one (baca:wan)’. Biasanya yang menggunakan singkatan-singkatan seperti ini adalah para millenial dan gen-z.
Trend menyingkat penulisan kata dengan gabungan huruf dan angka ini pernah terjadi pada tahun 2010, khususnya bagi para pengguna Facebook. Kita mungkin pernah melihat nama pengguna Facebook D1nd4 cel4lu c4y4nk k4mu, F4rh4n 3nd th3 g3nkz, dan lain sebagainya. Fenomena diatas lazim disebut sebagai bahasa gaul atau slang words. Kemunculan bahasa gaul dikalangan remaja tentu perlu mendapat perhatian. Banyak ahli yang sudah menjelaskan dampak dari maraknya penggunaan bahasa Gaul terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang baik dan benar. Beberapa diantaranya yaitu menurunnya derajat bahasa Indonesia, kurangnya kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar bagi kalangan muda, dan tentu eksistensinya akan semakin terancam.
Menanggapi fenomena ini tentu semua pihak yang terkait baik pemerintah, pemerhati bahasa, akademisi, artis dan influencer, hingga diri kita masing-masing harus sadar bahwa bahasa Indonesia harus dipergunakan pada tempatnya, sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dalam kegiatan formal tentu kita tidak bisa menggunakan bahasa gaul sesuka hati. Lain halnya dalam situasi non-formal. Tetapi penggunaan bahasa gaul tetap harus dibatasi, juga sebisa mungkin disertai edukasi mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam penggunaannya dalam komunikasi maupun dalam penulisannya.
Kita tentu tidak ingin bahasa yang sudah menjadi pemersatu ini tergerus oleh arus globalisasi. Hal-hal kecil seperti membuat postingan mengenai kata baku yang jarang diketahui, peribahasa-peribahasa yang baik, atau mungkin edukasi mengenai tata cara penulisan yang di sebar melalui berbagai platform media sosial bisa menjadi satu langkah memperkukuh eksistensi bahasa Indonesia di masa mendatang. Karena sejatinya bahasa Indonesia adalah bahasa yang unggul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H