"Oke, aku duluan ya, dia dah nunggu haha".
"Gek cepet, mandi sama dandan yang rapi. Jangan kayak Rambo selesai perang".
"Yee, bisa aja kamu"
Dia pun pulang ke kosannya. Hari juga memang sudah mulai gelap, aku pun bergegas pulang, karena jam 8 nanti aku ada siaran di Ramawa FM. Iya, semenjak dulu aku sangat berminat untuk masuk jurusan penyiaran. Tapi karena waktu SBMPTN aku tidak lulus, jadilah aku belajar lewat UKM Radio Mahasiswa saja, toh masih ada hubungannya dengan jurusan penyiaran hehe. Jalanan kota malam itu sangat ramai, tak hanya ramai oleh kendaraan yang lalu lalang, tapi juga jejeran muda-mudi yang nongkrong di tepian, membuat malamku sebagai jomblo tambah suram saja huhu. Sepuluh menit naik motor cukup untuk sampai ke kos tercinta, kos yang telah menemaniku selama dua tahunan ini sudah sangat akrab di mata, telinga, hidung, bahkan di empeduku, eh maksudnya hati.
Kos-kosan yang terdiri dari lima kamar itu sepi. Wajar saja, karena akulah satu-satunya orang yang jomblo di kos ini, yang lain lagi diajak jalan ama doi-nya. Akupun segera mandi. Setelah selesai aku merebus mie, biasa akhir bulan. Entah kenapa kalau harta yang kita syukuri, sesedikit apapun itu pasti akan sangat nikmat. Walaupun Cuma makan mie rebus plus nasi, ditemani tumpukan kertas dan laprak, diiringi suara bising motor yang sliweran, itu tidak membuatku terganggu. Waktu terasa begitu cepat, kumandang adzan mengudara di seluruh kota, segera kulaksanakan sholat, setelah itu cap cus menuju kantor siaran.
Saat aku sudah di depan kosan, Ecep yang lagi di studio mengabariku bahwa aku harus segera kesana, karena bintang tamu datang lebih awal dari waktu yang di jadwalkan. Tanpa pikir Panjang kutarik gas motorku. Dua puluh menit perjalanan terasa sangat cepat, karena aku terus kepikiran dengan bintang tamu yang pasti sudah menunggu. Malam ini bintang tamunya bukan orang biasa. Beliau adalah orang yang telah menginspirasi banyak orang untuk meninggalkan zona nyamannya, dan bangkit dari keterpurukan.
Sesampainya disana, Ecep dan beliau sudah ada di dalam studio. Aku pun segera masuk dan ingin menyalaminya dan mencium tangannya. Tapi ketika hendak kucium, iya secepat mungkin menarik tangannya dan berkata.
"Tangan orang tuamu lebih mulia untuk kau cium daripada tangan seorang yang hanya bisa bicara ini"
Buset, orang sehebat dia bisa sangat merendah. Perlu diketahui bahwa ia adalah orang yang berhasil membuat jaringan reseller dari para napi, jagal pasar, dan juga para penjudi yang bisa dibilang kelas kakap. Ia datang ke perkumpulan mereka dan meminta mereka untuk menghentikan kelakuannya. Tentu tidak mudah, ancaman, cacian dan makian sudah sering ia dapatkan. Tapi dia bodoamat dengan hal itu, ketika ia diancam dia bisa mengetuk hati para preman itu dengan satu kalimat.
"Kamu membunuhka, siap-siap masuk penjara. Kalo kamu mau ikut sama aku, kamu yang jadi penjaga penjara, bahkan lebih." Â Â
Secara nalar mungkin orang pun sudah biasa di beri kalimat menggiurkan seperti itu. Nah yang membuat para preman itu tergiur adalah, ia langsung memberi tahu caranya setelah itu, dengan menunjukkan apa yang ia bawa. Bahkan di beri modal langsung di tempat. Baik uang maupun alat yang dibutuhkan.