Mohon tunggu...
024_Dina Ainul latifah
024_Dina Ainul latifah Mohon Tunggu... Dosen - S1

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis tentang Efisiensi dan Kualitas Pengeluaran Publik di Indonesia

8 Oktober 2024   11:20 Diperbarui: 8 Oktober 2024   11:39 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seberapa besar pemerintah mengeluarkan anggaran yang dialokasikan untuk layanan publik menunjukkan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Program pengeluaran publik adalah alat jangka panjang yang digunakan oleh pemerintah untuk melihat dan mencapai tujuan kebijakan publik. Program pengeluaran dapat didefinisikan sebagai pendanaan program oleh sistem anggaran negara, di mana pengeluaran tersebut berisikan kebijakan pemerintah, seperti pengeluaran publik untuk kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan lainnya. Peran-peran ini dapat diukur dengan kapasitas fiskal yang diberikan, salah satunya dapat dilihat dari APBD Perkapita. APBD perkapita merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk uang dan dinyatakan dalam jumlah per kapita. Namun yang menjadi pertanyaan nya adalah apakah pemerintah efisien dalam alokasi pengeluaran? 

dan bagaimana bisa otoritas publik mengelola sumber daya publik secara lebih efisien? ditambah lagi pengeluaran publik pada saat ini mengalami pertumbuhan yang cukup besar dibanyak negara. Tujuan dari penelitin ini yaitu untuk mengetahui perbandingan tingkat efisiensi pengeluaran publik dan identifikasi daerah, pengeluaran pendidikan dan data pengeluaran kesehatan paling tinggi.
Berikut adalah data mengenai anggaran pemerintah dari taun ke taun. Jawa Timur adalah suatu daerah dengan kapasitas fiskal yang relatif tinggi di Indonesia. Kapasitas anggaran Pemerintah Jatim yang tercermin dari APBD perkapita selalu lebih tinggi dari Indonesia dari tahun ke tahun. Tercatat APBD perkapita Jatim Rp 610.617 pada tahun 2016 meningkat menjadi Rp 831.297 pada tahun 2020. sedangkan APBN perkapita Indonesia tahun 2016 Rp 423.507 menjadi Rp 482.321 pada tahun 2020 (DJPK, Belanja Daerah Fungsi Tahun 2016-2019., 2021). 

Artinya, rata-rata per- penduduk jawa timur memiliki sumber daya anggaran yang lebih tinggi untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Dengan demikian, meski memiliki alokasi anggaran yang lebih tinggi dibandingkan ratarata di Indonesia, kualitas kesejahteraan masyarakat di Jawa Timur masih relatif rendah. Data BPS Jatim menunjukan dari tahun 2016 sampai dengan 2020 IPM Jawa Timur selalu lebih rendah dibandingkan Indonesia. Tahun 2020 IPM Jawa Timur berada di angka 71,71 sedangkan standar IPM Nasional sudah di angka 71,94 (BPS., 2021). Artinya, percepatan kualitas hidup masyarakat yang tercermin dari tingkat IPM sangat dibutuhkan di provinsi Jawa Timur. Kondisi kualitas hidup masyarakat Jatim yang rendah, dapat menurunkan produktifitas sehingga pendapatan perkapita mereka terancam ikut berkurang. Hal tersebut dapat menimbulkan pertambahan jumlah pengangguran dan memperluas angka kemiskinan. Tahun 2020 kemiskinan di Jawa Timur naik sebesar 0,72% sementara Indonesia naik 0,97%. 

Walaupun persentase pertambahan kemiskinan Jawa Timur lebih rendah dibanding Indonesia, tetapi angka kemiskinan Jatim tahun 2020 sebesar 11.09% masih cukup tinggi, bahkan di atas kemiskinan Indonesia tahun 2020 sebesar 10.19% (BPS, 2010-2019). Jika dibiarkan, meningkatnya angka kemiskinan di Jawa Timur akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan manusia. Pendapatan masyarakat berkurang dan daya belinya juga berkurang, Pendidikan dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat juga belum tercapai sebab kebahagiaan tidak terjamin karena tidak menjalani kehidupan sebagai manusia. Di sisi lain, jumlah pengangguran di Jawa timur meningkat sebesar 2,02% pada tahun 2020, sedangkan jumlah penduduk di Indonesia tetap sebesar 1,77% (BPS, 2021). Data tersebut mengindikasikan kualitas sumber daya manusia di Jawa Timur masih rendah dibandingkan Indonesia. Pada saat kondisi pandemi Covid-19 juga yang melanda dunia saat ini yang akan menambah pengeluaran publik disektor kesehatan. Karena pada saat itu pengeluaran publik sangat di butuhkan.

Untuk solusi dari permasalahan tersebut yaitu terdapat kebeberapa solusi diantaranya adalah data dalam penelitian ini harus bersifat spesifik dan variabel dependen  dimodelkan menyimpang dari batas efisien akibat  random noise dan inefisiensi. Dalam mencapai pembangunan manusia, pemerintah mempunyai peran  melalui kebijakan fiskal yang diusulkan. Salah satu pedoman tersebut adalah perencanaan  dan penganggaran pembangunan,  (Prasetyo, 2003) menyatakan bahwa pemerintah perlu menerapkan efisiensi karena efisiensi dapat diartikan sebagai kualitas pelayanan publik yang memanfaatkan sumber daya yang tersedia sesuai dengan manfaat yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam kasus SAKIP tersebut membuktikan bahwa penerapan SAKIP dapat meningkatkan pembangunan manusia pada tahun 2016 hingga 2020 dengan peningkatan sebesar 0,28% meningkatnya pembangunan manusia disebabkan oleh tercapainya tujuan, keterpaduan dan adaptasi masing-masing kabupaten/kota dalam implementasinya, pencapaian tujuan akan membantu pemerintah daerah memprioritaskan program, dan  masyarakat perlu mencapai tujuan mereka terkait dengan pelaksanaan SAKIP, seluruh perangkat daerah juga terintegrasi mulai dari rencana strategis hingga pelaksanaan setiap program kegiatan untuk mencapai indikator pembangunan yang telah ditetapkan. Selain itu, dalam hal kustomisasi, kemampuan SAKIP terkait dengan mengadaptasi modifikasi yang ada sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan penerapan SAKIP akan memungkinkan terdukungnya pemanfaatan sarana dan prasarana pelayanan publik dalam merespons perubahan dan permasalahan.
Dengan demikian dalam mempertimbangkan permasalahan-permasalahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa anggaran Jawa Timur belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan kualitas pembangunan masyarakat. Hal ini disebabkan karena anggaran publik pemerintah yang besar masih tidak efisien. Oleh karena itu, penelitian itu sangat diperlukan. Penelitian mengenai efisiensi belanja pemerintah masih banyak menggunakan metode nonparametrik dengan menggunakan teknik data envelopment analysis (DEA), Oleh karena itu sangat penting bahwa pengeluaran publik digunakan secara efisien untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian, salah satu perhatian utama adalah kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi belanja publik. Pengeluaran publik yang efisien secara tidak langsung meningkatkan nilai uang dalam mencapai tujuan pertumbuhan, sehingga membuat sebagian besar sumber daya publik yang langka dapat tersedia. Untuk melihat dari perspektif ekonomi keputusan tentang tujuan kebijakan publik dan untuk memperbaruinya, perlu untuk menilai dan mengevaluasi apakah dan bagaimana efisiensi tujuan yang diberikan terpenuhi. Para peneliti juga memilih lebih banyak variabel dalam penelitian ini, sehingga mereka berharap dapat menjelaskan berbagai hal dengan cara yang lebih komplek. Kabupaten/Kota yang tertib dalam perencanaan pembangunan pasti melakukan efisiensi minimal minimal 1-2 tahun selama periode 2018 sampai 2020. Hasil analisis klaster menunjukan bahwa Kabupaten/Kota yang tertib dalam peren- canaan keuangan pasti melakukan efisiensi minimal minimal 1-2 tahun selama periode 2018 sampai 2020. Dapat diartikan, semakin tinggi nilai LHP atas kabupaten/kota mengindikasikan terjadinya ke efektifan dalam penyerapan anggaran, sehingga mengakibatkan pembiayaan bagi pembangunan dan kualitas pelayanan pendidikan kesehatan akan meningkat. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Harliyani, 2016) serta (Alam, 2017) yang meneliti hasil pemeriksaan keuangan terhadap indeks pembangunan manusia. Mereka membuktikan bahwa semakin rendah hasil pemeriksaan BPK khususnya rasio efektifitas dan efisiensi pendapatan daerah maka akan semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesehatan. Menurut penelitian dari berbagai oendapat bahwasannya BPK terlalu membandingkan praktik akuntabilitas kemenkeu daerah dengan SAP. Namun dikarnakan adanya perbedaan pemikiran adanya perbedaan variabel yang digunakan, variabel yang di gunakan oleh peneliti tersebut menggunakan variabel LPH yang di lansir oleh BPK setiap tahunnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun